“Sam, aku pulang duluan ya. Ayahku sudah datang.” Ujar
Tristan sambil melambaikan tangannya. Kemudian berlari menuju mobil ayahnya.
“Ya, hati-hati.” Kata Sam membalas lambaian tangan
Tristan. Kini tinggal Sam sendiri di depan gerbang kampus. Diliriknya jam di
pergelangan tangannya, ternyata sudah jam 6 dan bus kota yang dia tunggu tak
kunjung datang.
Karena sudah tak tahan hanya berdiri menunggu, Sam
memutuskan untuk berjalan kaki menuju rumahnya. Tapi saat akan pergi meninggalkan
tempatnya, ada suara yang memanggil-manggil dari belakang.
“Hey! Tunggu!” panggil suara itu.
Sam pun menghentikan langkahnya. Dan terlihat seorang
gadis bertubuh sedang, berambut sebahu berlari ke arahnya sambil membawa sebuah
buku tebal. Sam pun mengernyitkan dahinya.
“Siapa kau? Apa yang kau lakukan sampai malam di
kampus?” Tanya Sam.
“Aku mahasiswi baru. Aku dari perpustakaan tapi aku
tersesat saat ingin keluar dari lingkungan kampus.” Jawab gadis itu sambil
terengah-engah.
“Hahaha. Ada-ada saja kau, bisa tersesat di dalam
kampus.” Ujar Sam.
“Sudah, jangan menertawakanku.” Kata gadis itu
mendengus kesal.
“Hahaha. Ya, baiklah aku tidak akan menertawakanmu.
Oiya, kau bilang tadi, kau mahasiswa baru?” Tanya Sam. Gadis itu hanya
mengangguk.
“Sebagai permintaan maafku, ikutlah denganku. Aku
traktir kau makan.” Ajak Sam.
“Baiklah.” Kata gadis itu.
Sam pun berjalan berdua dengan gadis itu menuju sebuah
rumah makan tak jauh dari kampus. Setelah memilih menu, mereka pun segera duduk
dan menunggu pesanan mereka datang. Nampak gadis tersebut mulai membuka lembar
demi lembar halaman buku tebal di depannya. Sam pun memperhatikannya dengan
seksama.
“Hey, buku apa yang sendang kau baca?” Tanya Sam
penasaran.
“Ini.” Jawab gadis itu sambil mengubah posisi buku itu
menjadi berdiri sehingga Sam dapat membaca judul buku tersebut.
“Oh, ‘Bias Cinta Di Ujung Senja’. Buku yang bagus.”
Ujar Sam kemudian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Gadis itu
mengernyitkan dahinya.
“Bagus? Jangan sok tahu.” Kata gadis itu. Sam hanya
tersenyum.
“Tentu saja aku tahu. Aku sudah berkali-kali
membacanya dan kesimpulanku, bagus. Tidak sia-sia kau tersesat untuk buku itu.”
Kata Sam sambil sedikit tertawa.
“Ah, kau memang menyebalkan.” Gadis itu mendengus
kesal kemudian mulai membaca prolog di awal buku tersebut.
“Dan aku pun tetap bertahan demi ilusi itu meskipun ku
tau, semuanya akan sia-sia pada akhirnya. Karena cintaku terlanjur
menghempaskan sakitku. Ya, karena ilusi itu telah merenggut mataku dari melihat
yang nyata.. Kepergianmu.” Kata-kata Sam mengalir begitu saja. Sejurus
kemudian, Sam mulai memakan French Fries di hadapannya.
“Kau benar-benar sudah membaca buku ini.” Ujar gadis
itu kagum setelah mendengar kata-kata Sam barusan. Matanya takjub mengamati
wajah Sam yang tanpa ekspresi mengunyah French Fries.
“Aku memiliki beberapa buku seperti itu jika kau
berminat. Oiya, siapa namamu?” Tanya Sam sambil mengulurkan tangannya. Gadis
itu kemudian menyambut uluran tangan Sam.
“Ellena.” Jawab gadis itu singkat. Sam tersenyum.
“Ya, setidaknya namamu cukup cantik untuk gadis
segalak dirimu.” Ujar Sam sambil tertawa kecil.
“Hey! Apa maksudmu?!” Tanya Ellena sambil
bersungut-sungut. Sam hanya tertawa melihatnya.
***
Di tempat tidurnya, Sam masih terbaring
lemah. Matanya sayu memandangi seisi ruangan tempatnya berada. Kekosongan dan
kesunyian memadati setiap sudut ruangan itu. Sam pun hanya tersenyum. Sejenak,
dia dapat menikmati keberadaannya di dunia.. Kesendiriannya.. Meski dia tahu,
masih ada Olivia yang selalu ada untuknya semenjak kematian orang tuanya.
Papa dan Mama adalah orang sangat Sam
kagumi karena keteguhan mereka dalam menghadapi hidup. Banyak pelajaran yang
Sam peroleh dari cerita yang selalu disampaikan Papa dan Mamanya. Begitu pula
ikatan cinta yang selalu dia lihat ketika mereka dulu sedang duduk berdua
menemani Sam dan Olivia belajar. Ikatan cinta yang kini membuat Sam iri karena
tak bisa memiliki ikatan seperti itu.
“Ah, menyebalkan sekali kalau teringat
bagaimana Papa dan Mama dulu selalu saja mengawasiku saat belajar.” Ucap Sam.
Dan setelah mereka berdua harus pergi dari
dunia karena sebuah kecelakaan pesawat, Sam pun tinggal berdua bersama Olivia.
Sampai kemudian ketika Sam mulai mengenyam bangku kuliah, dia memutuskan untuk
tinggal sendiri, terpisah dari Olivia karena ingin belajar mandiri demi
kehidupannya nanti.
“Kak Olivia, aku iri padamu. Kau bisa
setegar itu setelah kak Brian dengan kejam mengkhianati pertunangan kalian dan
menikah dengan wanita lain.” Sam tersenyum getir. Masih teringat di ingatannya
bagaimana tangis Olivia yang memecah malam setelah mendengar kabar bahwa Brian
sudah menikah.
“Ah. Sepertinya hidupku sangat
menyedihkan. Dikelilingi oleh orang-orang yang mengagumkan, tapi aku tak bisa
seperti mereka. Gagal memenuhi ekspektasi mereka terhadapku.” Ucap Sam kemudian
mengalihkan pandangannya ke arah langit kelabu yang terhalang oleh bening kaca
jendela.
Air mata mulai leleh dan menuruni pipi Sam
dengan pelan. Dadanya kembali terasa tertusuk oleh sesuatu yang tak terlihat.
Sesuatu yang dia sendiri tak mampu menjelaskannya. Rasa sakit itu semakin kuat
terasa dan semakin memenuhi rongga dadanya. Tangan kanannya lemah mengusap
dadanya yang semakin sesak. Dan tak berapa lama, Sam pun terlelap dalam tidur
setelah sang sunyi menyanyikan melodi bisu pengantar tidur untuknya.
***
“Sam, aku baru selesai membaca buku yang minggu lalu
kau berikan untukku. Dan memang benar, isinya sangat bagus.” Kata Ellena
senang. Sam pun tersenyum kemudian mengacak rambut Ellena.
“Hey, apa yang kau lakukan.” Kata Ellena sambil merapikan
rambutnya.
“Ellena, ayo ikut denganku.” Ujar Sam kemudian
berjalan pergi.
“Sam! Mau ke mana?” panggil Ellena yang kemudian
berlari mengejar Sam.
Deru motor Sam tenggelam dalam pekak suara deru
kendaraan lainnya. Tanpa kata, mereka berdua menikmati sepi jalan yang mulai
mendaki yang perlahan datang menggantikan keramaian kota yang bergemuruh sejak
tadi. Sepanjang jalan Ellena tak henti-hentinya memperhatikan Sam yang terus
saja melangkah dan tak mau berkata ke mana dia akan mengajaknya. Ada tanda tanya
besar di dalam kepalanya, tapi dia berusaha menahannya.
“Kita sampai.” Kata Sam singkat kepada Ellena. Mereka
berdua turun dari motor dan berjalan sebentar.
Sam kemudian duduk dan menghela nafas panjang. Ellena
pun menghentikan langkahnya. Matanya pun takjub melihat deretan gedung dan
bangunan yang tampak kecil di hadapannya tertata rapi. Pemandangan yang belum
pernah dia lihat sebelumnya.
“Sam, bagus sekali. Aku belum pernah melihat
pemandangan seperti ini.” Kata Ellena takjub. Matanya pun masih belum mau
melepaskan pandangannya dari ‘diorama’ kota yang ada di hadapannya.
“Makanya, jangan terlalu sering tenggelam di balik
tumpukan buku. Sesekali kau harus pergi keluar, melihat dan menikmati keindahan
alam bukan hanya keindahan kata. Alam memiliki ribuan kata yang jauh lebih indah,
yang tersimpan rapat di sekitar kita. Cermati dan kau akan menemukannya.” Ujar
Sam yang kemudian merebahkan tubuhnya ke rerumputan hijau.
Ellena tak mampu berkata apa-apa setelah mendengar apa
yang baru saja diucapkan oleh Sam. Dia takjub dengan keindahan alam yang selama
ini tak terlihat oleh matanya. Tapi dia lebih takjub pada kata-kata Sam. Tak
pernah terkira dia akan mendengarnya dari mulut seorang Sam. Dilihatnya sejenak
Sam yang nampak mulai terlelap karena buaian angin. Dia pun ikut berbaring di
samping Sam, matanya enggan terpejam dan masih asyik menikmati biru langit yang
cerah. Nampak sebuah senyuman mengembang di bibirnya.
***
Setitik air mata menetes di pipi Ellena
ketika dia teringat kenangannya bersama Sam. Rasa sakit di hatinya semakin
bertambah. Rasa sakit akibat penyesalan karena pernah mencampakkan Sam. Rasa
sakit yang akan terobati jika dia bisa kembali bersama Sam dan merajut kembali
kisah bersamanya.
“Sebentar lagi kita sampai Ellena.
Tenanglah.” Kata Olivia membesarkan hati Ellena.
“Terima kasih kak.” Kata Ellena singkat.
“Ellena, ketahuilah. Meskipun Sam enggan
bertemu denganmu, tapi aku bisa merasakan kalau dia masih mencintaimu.” Ujar
Olivia sambil tetap fokus mengendalikan mobilnya.
“Benarkah itu kak?” Ellena pun kaget
mendengar kata-kata Olivia barusan.
“Tentu saja. Entah apa yang membuat dia
enggan mengakuinya.” Lanjut Olivia.
Di sela-sela air matanya, Ellena bisa
sedikit tersenyum. Ada sedikit harapan untuk bisa bersama Sam lagi memperbaiki
apa yang pernah dia hancurkan. Mencintai orang yang juga mencintainya dengan
cinta yang sebenarnya. Berjuang meraih sebuah mimpi dari dua jiwa yang memiliki
satu tujuan.
Mobil Olivia melaju melewati
kendaraan-kendaraan lain di jalanan kota yang hari ini cukup lengang. Seolah
memberikan jalan bagi Ellena dan Sam agar segera bertemu kembali. Seperti
dongeng yang kisahnya sedang ditulis.
Tapi tiba-tiba saja Olivia seperti
kehilangan kendali. Laju mobil menjadi sedikit oleng padahal masih pada
kecepatan yang cukup tinggi. Rem mobil pun beberapa kali seperti tak berfungsi.
Beberapa kali dia hampir menabrak mobil lain. Sampai ketika tiba pada
persimpangan menuju rumah sakit..
“BRAAAKKK!!!” sebuah suara hantaman yang
begitu keras terdengar. Nampak dari sumber suara tersebut sebuah mobil sedan yang
terguling dan sebuah truk bermuatan yang bagian depannya sudah setengah hancur
mengepulkan asap putih membubung. Lalu lintas pun terhenti dan beberapa orang
berusaha menolong orang-orang yang ada di mobil sedan maupun truk tersebut.
“El..Elle..na.... ba..ngu..n” kata-kata
Olivia terbata-bata menahan sakit berusaha membangunkan Ellena yang tak
sadarkan diri.
“M..ma...afkan....
a..ku....” kata-kata Olivia yang lirih pun hilang terbawa angin. Sejurus
kemudian dia pun pingsan.
___ to be continued ____
Butuh komentar lho pembaca NVRstepback yang kece-kece & baik hati... Soalnya lagi kehabisan ide buat ngelanjutin ceritanya... Yuk diisi kotak komentarnya, biar rame.. :3