Between the Skyline, Part - 2

http://ih3.redbubble.net/image.5424846.2634/flat,550x550,075,f.jpg

Before on 'Between the Skyline' :
Seorang anak baru datang ke kelas Alyssa. Cowok yang dulu adalah sahabat kecil Alyssa, Raziel. Apa yang membuat dia kembali? Dan.. Rahasia apa yang menyelimutinya?

“Sakti banget tu cewek.” Gumam Raziel.
“Udah ah. Yuk Yel, ke kelas.” Ajak Alyssa. Raziel pun mengangguk kemudian mengikuti langkah Alyssa.
Ian masih terpaku sendiri sambil mengamati kacamata Laras. Dia juga masih berusaha mencerna kembali semua kata-kata Laras tadi. Dia pun tersenyum setelah merasa mendapatkan jawaban. Kacamata itu kemudian dia masukkan ke kantong jaketnya. Dan Ian bergegas pergi.
Alyssa dan Raziel hampir saja telat masuk kelas. Untung Bu Arini, guru Matematika, belum masuk sehingga mereka masih sempat masuk. Mereka pun duduk di tempat masing-masing.
“Sa, darimana aja loe?” tanya Mitha penasaran.
“Gak darimana-mana kok Mith. Emang kenapa?” tanya Alyssa balik.
“Gakpapa sih. Eh, tu si Raziel tadi kok manggil loe Chacha?” tanya Mitha lagi. Alyssa hanya tersenyum mendengar pertanyaan Mitha.
“Gini lho Mith…” kata-kata Alyssa terhenti karena bu Arini keburu masuk dan memulai pelajaran. Alyssa dan Mitha segera merubah posisi duduk mereka.
Tak seperti biasanya, bu Arini tanpa memberi salam terlebih dahulu langsung menulis di whiteboard. Alyssa, Mitha, dan seluruh kelas pun heran. Setelah selesai, bu Arini kemudian berbalik menghadap ke siswa. Dengan senyum sadisnya, bu Arini mulai berbicara.
“Hari ini, ibu ingin mengadakan Pre-Test untuk materi baru kita. Silakan kalian keluarkan selembar kertas dan kerjakan soal yang ada di whiteboard.” Kata bu Arini sambil menunjuk whiteboard. Seluruh kelas pun berteriak riuh.
“Huuuuu…”
“Diam! Kalau ada yang protes, silakan keluar dan jangan harap mendapatkan nilai matematika yang terisi di raport kalian.” Kata bu Arini galak. Seluruh kelas pun berubah hening.
Wajah-wajah kebingungan anak-anak XI IPA-1 tak bisa ditutupi. Mereka tampak gugup mengerjakan soal-soal yang diberikan bu Arini. Beruntung, semalam Alyssa dan Mitha sudah belajar sedikit materi matematika sehingga mereka dapat mengerjakan soal-soal tersebut. Meskipun dengan kewalahan.
Alyssa menoleh ke sana kemari melihat keadaan teman-temannya. Tampak mereka begitu kesulitan mengerjakan soal ini. Tapi ketika pandangannya tertuju ke Raziel, mata Alyssa hampir melompat keluar. Dia melihat Raziel dengan wajah pasti mengerjakan soal-soal tersebut. Dan ketika pandangan mereka beradu, Raziel melempar senyuman ke arah Alyssa. Alyssa pun segera berbalik dan berkutat kembali dengan kertas jawabanya.
“Silakan kalian kumpulkan paling lambat 5 menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Saya tunggu di meja saya.” Kata bu Arini bergegas keluar kelas.
“Gila tu bu Arini. Bel pulang sekolah kan tinggal 10 menit lagi.” Gerutu Nova, ketua kelas. Hampir seluruh kelas mengiyakan apa kata Nova tadi.
Nova pun segera berdiri dan berjalan mengumpulkan seluruh kertas lembar jawaban dan pergi ke ruang guru untuk mengumpulkannya ke meja bu Arini. 5 menit menanti suara bel, kelas XI IPA-1 riuh. Beberapa dari mereka membuka buku materi dan berusaha memecahkan soal dari bu Arini dengan petunjuk buku. Ada yang berhasil, ada pula yang gagal. Raziel hanya tersenyum melihat teman-teman barunya begitu antusias memecahkan soal tersebut.
“Teeettt!!!” akhirnya bel tanda pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa pun bergegas keluar dari kelas. Pun dengan Raziel yang dengan perlahan memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas kemudian bangkit berdiri dari kursinya. Dia berjalan keluar dengan langkah pelan. Saat akan keluar, tiba-tiba Alyssa memanggilnya.
“Ziel!” panggil Alyssa. Raziel pun menghentikan langkahnya dan menoleh pelan ke arah Alyssa.
“Iya Cha. Ada apa?” tanya Raziel.
“Ikut kita dulu yuk.” Ajak Alyssa. Mitha mengangguk sambil tersenyum. Kini Alyssa dan Mitha juga sudah berada di depan pintu kelas.
“Ke mana?” tanya Raziel bingung. Alyssa hanya tersenyum, kemudian menarik tangan Raziel. Tanpa melawan, Raziel pun mengikuti langkah kaki Alyssa dan Mitha.
Alyssa mengajak Raziel ke ruang musik. Sesampainya di sana, Mitha langsung duduk dan bersiap memainkan piano. Dan Alyssa pun duduk di samping Mitha dan mulai bernyanyi. Raziel hanya terdiam melihat piano, dan alat musik lain di ruangan itu. Pandangannya fokus ke sebuah gitar yang bersandar manis di dinding. Raziel pun tersenyum. Senyuman getir. Dia pun bergegas pergi. Alyssa pun menghentikan lantunan lagunya dan berlari mengejar Raziel.
“Ziel!!” teriak Alyssa berusaha memanggil Raziel. Mitha pun menghentikan permainan pianonya.
“Sa. Raziel kenapa?” tanya Mitha.
“Gue nggak tau Mith.” Kata Alyssa lirih. Matanya masih menatap sosok Raziel yang perlahan lenyap dari hadapannya.
***
Raziel masih berlari dan berlari. Ada bulir air mata yang masih tertahan dan enggan terjatuh. Laju larinya terhenti di hadapan sesosok pemuda yang nampak sedang mengamen. Memakai sweater hitam dan celana skinny, serta sebuah topi yang aneh. Memainkan gitar dengan petikan-petikan dawai yang merdu. Raziel terhenyak ketika pemuda itu melempar senyum kepadanya. Setiap denting nada yang dihasilkan oleh petikan gitar itu membuat hati Raziel sejuk. Sejenak dia dapat melupakan rasa pahit yang dia rasakan.
“Raziel.” Pemuda itu memanggil Raziel. Hal ini pun membuat Raziel semakin kaget.
“Da..darimana…” Kata Raziel tergagap.
“Perkenalkan, aku Oliver.” Kata pemuda bernama Oliver itu memperkenalkan diri.
“Oliver?” Raziel mencoba mengingat. Oliver pun hanya tersenyum.
“Mungkin kau lebih mengenal sosokku sebagai patung kecil bernama Oliver.” Kata Joe. Mendengar kata-kata terakhir Joe, Raziel hampir terjatuh. Ingatan Raziel meluncur tepat ketika dia baru saja pindah ke Inggris bersama kakeknya.
*flashback*
“Raziel, mungkin ayah dan ibumu sudah pergi. Tapi mereka selalu ada di dalam hatimu.” Kata Kakek kepada Raziel kecil. Raziel kecil pun hanya tersenyum.
“Dan sekarang, kakek punya sesuatu untukmu.” Kata Kakek kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam kotak di atas meja.
“Namanya Oliver. Dia seorang gitaris dan musisi hebat. Seperti ayahmu. Dia akan menjadi temanmu suatu saat nanti.” Kata Kakek sambil menunjukkan sebuah patung kecil. Patung pemuda bertopi yang sedang memegang gitar.
“Trimakasih ya kek.” Kata Raziel kecil sambil tersenyum kemudian meraih Oliver dari tangan kakeknya.
-  -  -  -
“Bagaimana? Kau sudah ingat?” tanya Oliver. Raziel pun hanya mengangguk. Oliver menyodorkan gitarnya ke Raziel. Tapi Raziel enggan untuk menerimanya. Dia pun pergi meninggalkan Oliver. Oliver hanya tersenyum melihat sikap dingin Raziel.
***
Keesokan harinya, Alyssa pagi-pagi sekali sudah sampai di sekolah. Dia berdiri di depan gerbang sambil beberapa kali melirik gelisah jam tangannya. Beberapa kali dia mengedarkan pandangan ke berbagai arah, seolah mencari sesuatu. Hingga pandangannya terhenti pada sosok yang sedang berjalan pelan ke arah gerbang SMA Satya. Raziel.
“Ziel!!” panggil Alyssa sambil melambaikan tangannya ke arah Raziel.
“Hai Chacha.” Balas Raziel yang sudah berada di depan Alyssa. Raziel pun tersenyum. Senyum yang membuat Alyssa salah tingkah.
“Ziel, ada yang pengen aku omongin.” Tiba-tiba raut muka Alyssa berubah serius. Raziel yang menyadarinya pun segera merespon.
“Yuk, masuk dulu.” Ajak Raziel. Alyssa menurut. Mereka berjalan di koridor sekolah yang masih lengang. Sepanjang jalan, mereka sama sekali tak saling bicara. Hingga mereka sampai di taman sekolah. Setelah duduk, Raziel pun mulai membuka percakapan.
“Cha, kamu mau ngomongin apa?” tanya Raziel lembut. Alyssa menghela nafas.
“Soal kejadian kemaren di ruang musik.” Alyssa mulai berbicara.
“Iya?”
“Kenapa kamu tiba-tiba pergi gitu aja?” tanya Alyssa sambil menatap Raziel.
“Cha, kamu tau kan kalo mendiang ayahku seorang musisi hebat?” tanya Raziel. Alyssa mengangguk.
“Iya. Beliau musisi yang cukup disegani. Meskipun jarang diekspos media tapi karyanya banyak yang jadi hits.” Kata Alyssa panjang lebar. Raziel pun tersenyum mendengarnya.
“Aku pun bercita-cita pengen jadi kayak beliau. Seorang musisi.” Kata Raziel sambil menatap kosong ke arah langit.
“Trus kenapa kemaren kamu tiba-tiba lari keluar? Kenapa Yel?” tanya Alyssa sambil memegang tangan Raziel. Jantung Raziel berdegup kencang. Dia berusaha mengendalikan dirinya kemudian menarik nafas panjang.
“Aku pun setuju buat pindah dan tinggal sama kakekku. Supaya aku bisa belajar musik dari kakek.” Kata-kata Raziel terhenti. “Terjadi hal buruk yang memaksaku ngubur semua mimpiku Cha.” Kata Raziel lirih.
“Hal buruk apa?” tanya Alyssa semakin penasaran.
“Hal buruk itu…” kata-kata Raziel terputus karena Raziel melihat sosok yang sedang sibuk mengelap gitarnya. Sosok Oliver. Melihat pandangan mata Raziel yang seperti terpancang ke sesuatu, Alyssa pun mencoba melihat ke arah pandangan mata Raziel.
“Ziel. Kamu ngeliatin apaan sih?” tanya Alyssa penasaran.
“Oliver..” kata Raziel masih terbengong melihat sosok Oliver yang tiba-tiba muncul. Oliver masih nampak sibuk dengan gitarnya. Sesekali dia melempar senyum ke arah Raziel yang kebingungan. Raziel pun mengernyitkan dahinya.
“Ziel. Oliver siapa?” tanya Alyssa kebingungan.
“Ke kelas aja yuk Cha.” Ajak Raziel. Mereka berdua pun pergi ke kelas. Di sepanjang koridor, Raziel masih bingung kenapa tiba-tiba Oliver muncul di sekolahnya. Alyssa yang sama sekali tak tahu pun kebingungan melihat tingkah aneh Raziel. Tiba-tiba pandangan mata Raziel kembali melihat sosok Oliver yang kini sedang asyik duduk di lantai depan pintu kelas sambil memainkan gitar. Dia mendelik melihatnya. Dan Raziel akhirnya limbung kemudian pingsan.
“Yel! Ziel! Bangun!” Alyssa menggoncang-goncangkan tubuh Raziel yang tersungkur. Beruntung, Mitha dan Tito muncul dan segera membantu Alyssa membawa Raziel ke UKS.

~ to be continued...
Share:

Sajak Untukmu #1 | For The Unknown You




Hey! Kamu… Iya kamu. Tolong berhenti sejenak dan dengarkanlah rangkaian bait kata yang kususun untukmu.

Taukah? Aku menemukan arti diriku ketika bertemu dirimu..
Semua masa laluku pun bertransformasi menjadi bingkai kisah hidup karenamu..

Taukah? Rumput pun akan mampu tumbuh di tengah sahara karenamu..
Bukanlah pelepas dahaga, tapi sebuah asa untuk hidup yang nyata..

Taukah? Kejora pun akan redup oleh cahaya rindu untukmu..
Sebuah abstraksi cahaya, menuntun jiwa yang kehilangan arah dan raga..

Kamu… Cukup bait tanpa makna itu kata perpisahan dariku. Kini pergilah. Ku doakan agar kau dapat meraih mimpi dan cintamu….

October 24th, 2012
Share:

Between the Skyline, Part-1


“Teeettt!!” bel tanda pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa SMA Satya pun nampak ramai keluar melewati gerbang sekolah. Tapi Alyssa dan Mitha masih ada di ruang musik. Alyssa masih asyik bernyanyi diiringi permainan piano Mitha. Begitu indah. Mereka begitu menikmatinya sampai tak menyadari kehadiran seseorang yang ikut menikmati lagu yang mereka nyanyikan.
“Prok prok prok.” Suara tepuk tangan dari arah pintu menyambut. Hal itu membuat Alyssa dan Mitha tampak kaget.
“Tito? Sejak kapan?” tanya Alyssa.
“Baru aja kok. Tadi denger suara kalian, gue terus ke sini. Keren.” Kata Tito sambil mengacungkan jempolnya.
“Thanks ya Tito.” Kata Alyssa.
“Hai Mitha. Kok diem aja di situ?” tanya Tito ke Mitha yang tampak gugup setelah mengetahui Tito mendengarkan permainan pianonya. Dia tak pernah bermain piano selain di depan Alyssa dan orang tuanya.
“Eh.. Eng, i..iya Tito.” Kata Mitha kemudian dengan langkah agak gugup berjalan ke arah Alyssa dan Tito. Tito tersenyum ke arahnya. Hal ini membuat Mitha hampir pingsan.
“Alyssa, gue mau ngomong sesuatu ke loe. Dan karena ada Mitha di sini, gue pengen dia jadi saksi” kata Tito dengan nada serius. Alyssa mengernyitkan dahinya. Sedangkan Mitha merasa ada sesuatu yang menghantam hatinya.
“Ha? Maksud loe apaan To?” tanya Alyssa yang tidak mengerti. Tiba-tiba Tito berlutut di hadapan Alyssa. Hal ini membuat Alyssa semakin bingung.
“Sa. Loe mau gak jadi pacar gue?” tanya Tito. Hal ini membuat hati Mitha benar-benar hancur. Tito, sosok cowok yang selama ini dia sukai dan kagumi, detik ini di depannya menyatakan perasaannya. Tapi bukan ke dia melainkan ke sahabat terdekatnya, Alyssa. Mitha tetap berusaha menutupi perasaannya tersebut.
“Tito. Apaan sih loe.” Kata Alyssa setengah tidak percaya.
“Alyssa, gue serius.” Kata Tito yakin. Alyssa pun tersenyum. Namun senyum itu menyembunyikan beribu makna. Dia kemudian menyuruh Tito berdiri.
“Tito, gue tau kita udah kenal sejak kelas satu. Gue juga tau loe selalu bantuin gue kalo gue butuh. Gue juga hargai perasaan loe. Tapi maaf To, gue cuma nganggep loe sahabat. Gak lebih.” Kata Alyssa. Tito setengah tidak percaya mendengar apa yang diucapkan Alyssa. Mitha pun kaget karena ternyata Alyssa menolak Tito. Tapi dia bingung kenapa Alyssa menolak Tito.
“Sa. Loe becanda kan?” tanya Tito.
“Gue serius To. Maaf banget.” Jawab Alyssa.
“Apa udah ada orang lain di hati loe?” tanya Tito. Alyssa hanya tersenyum.
“Seseorang di hati gue? Mungkin ada, tapi mungkin enggak.” Jawab Alyssa. Tito pun terdiam. Mitha memandang lekat ke arah Tito yang tertunduk lesu.
***
Alyssa dan Mitha baru saja sampai di rumah Mitha. Malam ini Alyssa memutuskan untuk menginap di rumah Mitha karena ada tugas yang harus mereka selesaikan. Setelah mandi dan makan malam, mereka pun masuk ke kamar Mitha yang berada di lantai atas. Dengan cermat, Alyssa mulai mengerjakan tugas bersama Mitha.
“Alyssa.” Panggil Mitha tiba-tiba.
“Iya Mitha. Ada apa?” tanya Alyssa.
“Soal Tito tadi. Apa bener loe gak suka sama dia?” tanya Mitha agak takut. Alyssa tersenyum mendengar pertanyaan Mitha.
“Beneran Mitha.” Jawab Alyssa.
“Apa gara-gara gue suka sama Tito, terus loe gak mau nerima dia?” tanya Mitha. Alyssa pun menghentikan aktivitasnya dari laptop.
“Mitha, bukan gara-gara itu. Gue emang gak ada perasaan sama Tito.” Jawab Alyssa yakin.
“Tapi sekarang, udah gak mungkin gue suka sama Tito.” Kata Mitha dengan nada lesu.
“Lho. Emang kenapa?” tanya Alyssa.
“Tito sukanya sama loe Sa. Bukan sama gue.” Jawab Mitha.
“Mitha, jangan nyerah gitu dong. Mana nih semangatnya Mitha yang gue kenal?” goda Alyssa.
“Terus gue harus gimana dong Sa?” Tanya Mitha.
“Berusaha bersikap biasa di depan si Tito, jangan gugup kayak tadi sore. Rada-rada cuek gimana gitu deh.” Kata Alyssa member saran. Mitha pun tersenyum mendengarnya. Mereka kembali melanjutkan tugas-tugas yang masih menumpuk.
***
“Alyssa! Mitha!” panggil seseorang. Alyssa dan Mitha yang sedang berjalan menuju kelas pun berhenti kemudian menoleh ke arah suara itu. Ternyata Tito.
“Hai Tito.” Mitha berusaha memberanikan diri menyapa Tito.
“Gue bareng ya.” Kata Tito. Alyssa dan Mitha saling berpandangan. Mereka heran melihat sikap Tito hari ini yang begitu berbeda mengingat kejadian kemarin ketika Tito menyatakan perasaan ke Alyssa.
“Oke. Yuk.” Kata Alyssa ramah. Alyssa, Mitha, dan Tito pun berjalan ke kelas. Di sepanjang koridor sekolah, Tito hanya diam sedangkan Alyssa dan Mitha begitu sibuk memperbincangkan tugas yang mereka kerjakan semalam. Karena kelas Tito berbeda, mereka pun berpisah. Tito ke kelas XI IPS-2, sedangkan Alyssa dan Mitha ke kelas XI IPA-1.
Bel berbunyi. Suasana SMA Satya pun berubah menjadi begitu tenang. Seluruh siswa sudah berada di kelasnya masing-masing. Para guru pun bergegas menuju kelas untuk mengajar. Tapi di gerbang, nampak seorang siswa yang terengah-engah berusaha mengatur nafasnya.
“Maaf pak, saya terlambat.” Kata Raziel masih terengah-engah.
“Kamu terlambat 15 menit.” Kata Pak Darto, satpam sekolah, dengan tegas.
“Maaf pak, saya siswa baru. Saya belum hafal jalan daerah sini.” Kata Raziel membela diri.
“Alasan. Kamu siswa baru…” tiba-tiba ada yang memotong kata-kata pak Darto.
“Pak Darto.” Kata pak Darwin.
“Eh, pak Darwin. Ada apa pak?” tanya pak Darto.
“Saya mau menjemput anak ini. Dia anak baru.” Jawab Pak Darwin.
“I..iya Pak.” Kata Pak Darto menahan malu.
“Raziel.” Panggil pak Darwin. Raziel pun berjalan mengikuti pak Darwin menuju kelasnya.
Raziel begitu seksama memperhatikan ruangan-ruangan SMA Satya. Dia juga tampak menikmati suasana hening yang dia rasakan. Tiba-tiba langkah Raziel terhenti di depan ruang musik yang pintunya sedikit terbuka. Matanya tertuju ke arah piano dan gitar yang ada di dalam ruangan itu. Pak Darwin yang mengetahuinya hanya tersenyum.
“Ayo.” Panggil pak Darwin.
“Iya Pak.” Kata Raziel.
Kelas XI IPA-1 masih cukup ramai karena pak Darwin belum masuk. Alyssa dan Mitha masih berdiskusi tentang materi presentasi mata pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan oleh pak Darwin. Alyssa belum bisa mengerti beberapa bagian. Dan dengan sabar Mitha menjelaskan satu persatu ke Alyssa. Saat sedang berdiskusi, tiba-tiba muncul Pak Darwin bersama seorang siswa baru. Alyssa mengernyitkan dahi melihat siswa baru itu.
“Good morning class. Before we start our lesson today, I’d like to introduce you the new student that will join our class from now on.” Kata Darwin.
“Hi. I’m Raziel. I’m a transfer student from England. Nice to meet you.” Kata Raziel memperkenalkan diri.
“Raziel, you may sit beside Raka.” Kata pak Darwin menunjuk ke arah kursi kosong agak belakang. Raziel pun berjalan kemudian duduk di situ. Ketika melewati tempat duduk Alyssa, Raziel melemparkan senyum. Alyssa menanggapinya dengan menjulurkan lidah. Hal itu pun membuat Mitha heran karena tak biasanya Alyssa bertingkah seperti itu.
“Sa, loe kenal sama si anak baru itu?” tanya Mitha. Alyssa hanya mengangguk.
Pak Darwin pun memulai pelajaran. Dan mempersilakan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan tugas mereka masing-masing. Dan saat Alyssa dan Mitha maju untuk presentasi, tampak beberapa kali Alyssa memandang ke arah Raziel yang sibuk dengan bukunya.
***
“Teeettt!!” bel istirahat berbunyi.
“Sa, ke kantin yuk. Laper nih.” Ajak Mitha.
“Yuk. Gue juga udah laper nih.” Kata Alyssa. Mereka berdua bergegas ke kantin. Setelah bakso pesanan mereka datang, mereka mulai makan. Di sela-sela makan, Mitha menyempatkan bertanya tentang Raziel ke Alyssa.
“Sa, tu anak baru siapa loe sih?” tanya Mitha. Alyssa hampir tersedak mendengar pertanyaan Mitha.
“Ah, elo Mith. Raziel itu, dulu temen kecil gue. Ortunya meninggal waktu dia kelas 6 SD. Trus setelah lulus SD, dia pindah ke Inggris tinggal sama kakeknya.” Jawab Alyssa panjang lebar.
“Alyssa. Mitha.” Kata Tito yang kemudian duduk di depan Alyssa dan Mitha.
“Hai Tito.” Kata Alyssa dan Mitha hampir berbarengan.
“Eh, denger-denger di kelas kalian ada murid baru ya?” tanya Tito.
“Iya. Cowok dari pindahan dari Inggris. Temen lamanya Alyssa.” Jawab Mitha.
“Temen loe Sa?”
“Iya.” Jawab Alyssa singkat.
Tiba-tiba ada seseorang yang muncul kemudian duduk tepat di hadapan Alyssa. Melihat tampang orang itu yang tiba-tiba muncul di hadapannya, Alyssa pun hanya melongo. Bakso yang hampir masuk ke mulutnya pun kembali jatuh ke mangkok. Dia masih memandangi wajah orang itu. Alyssa tidak sadar kalau mulutnya masih menganga dan dia masih memegang sendok yang ada di depan mulutnya. Hal ini pun membuat Mitha dan Tito heran. Baru kali ini mereka melihat Alyssa yang sangat berbeda.
“Chacha.” Sapa Raziel sambil tersenyum.
“Chacha?” kata Mitha dan Tito saling berpandangan.
“Ziel..” kata Alyssa lirih.
“Ziel?” lagi-lagi Mitha dan Tito saling berpandangan.
Alyssa yang sudah menemukan kembali kesadarannya tampak gugup. Kemudian bergegas pergi dari situ. Mitha dan Tito begitu heran memperhatikan langkah Alyssa yang tampak begitu gugup.
“Masih sama kayak dulu.” Gumam Raziel sambil tersenyum. Dia segera bangkit kemudian berlari menyusul Alyssa.
“Tha. Tadi tu orang manggil Alyssa Chacha?” tanya Tito masih terbengong.
“Iya. Alyssa jadi aneh tiap ketemu Raziel.” Jawab Mitha yang juga masih terbengong.
Raziel masih mencari di mana Alyssa berada. Dia mengitarkan pandangannya ke berbagai arah. Dan akhirnya dia menemukan Alyssa yang sedang duduk termenung di bangku taman sekolah. Dengan langkah perlahan, Raziel mendekati Alyssa kemudian duduk di sampingnya.
“Chacha.” Sapa Raziel. Alyssa tertunduk lesu. Berusaha menutupi sesuatu dari Raziel.
“Ziel.” Balas Alyssa. Raziel memandang lekat wajah Alyssa. Diperhatikannya setiap detail wajah Alyssa.
“Cha. Kok kamu tambah jelek.” Celetuk Raziel tiba-tiba.
“Ih.. Ziel ternyata masih nyebelin kayak dulu ya.” Kata Alyssa sambil mencubit kedua pipi Raziel dengan gemas.
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Setelah mengalami kecanggungan saat tadi bertemu, kini Alyssa dan Raziel sudah larut dalam obrolan dan candaan yang hangat.
“Ziel, kok pulang gak kasih kabar?” tanya Alyssa.
“Chacha. Mau ngabarin gimana? Aku kan sama sekali gak punya kontak kamu.” Jawab Ziel sambil mengacak-acak rambut Alyssa.
“Cuma kamu yang manggil aku pake nama itu. Chacha.” Kata Alyssa.
“Cuma kamu juga yang manggil aku pake nama Ziel.” Kata Raziel. Mereka berdua tersenyum satu sama lain.
“Ziel. Ke kelas.” Ajak Alyssa. Raziel pun mengangguk.
Mereka berdua pun berjalan ke kelas sambil mengobrol seputar kegiatan mereka setelah berpisah. Beberapa kali mereka tertawa jika ada yang lucu. Saat asyik ngobrol, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh Laras yang berlari dari belakang mereka. Dia nampak terburu hingga kemudian Laras menabrak Ian yang sedang asyik bercanda dengan cewek-cewek penggemarnya.
“Eh, kalo jalan pake mata dong.” Kata Ian ketus sambil memandangi Laras yang sibuk merapikan buku bawaannya.
“Maaf, aku gak sengaja.” Kata Laras meminta maaf kemudian.
“Padahal mata loe udah empat. Masih aja nabrak gue. Masih gak keliatan? Hahaha.” Kata Ian meledek Laras. Laras hanya terdiam. Ada rasa kesal dalam hatinya. Melihat hal itu, Alyssa langsung berhambur ke arah Ian dan Laras diikuti Raziel.
“Eh, elo kalo ngomong sama cewek yang sopan dong.” Kata Alyssa galak.
“Lho. Kan dia yang salah udah nabrak gue.” Kata Ian membela diri.
“Tapi dia udah minta maaf. Gak seharusnya loe ledek dia kayak tadi.” Kata Alyssa.
“Udah-udah. Gakpapa. Kamu, sekali lagi maaf ya. Aku tadi gak liat kamu karena aku kesulitan bawa buku-buku ini. Dan ke empat mata yang kamu maksud.” Laras kemudian melepas kacamatanya. “Maaf, aku bisa liat kamu cukup pake dua mata. Kayaknya kamu yang harus pake empat mata plus empat telinga supaya bisa liat dan denger ada orang yang tulus minta maaf. Permisi.”
Laras kemudian menyerahkan kacamatanya ke Ian kemudian pergi. Ian menerima kacamata itu sambil terdiam memandang Laras yang berjalan pergi. Alyssa juga tampak kaget dan takjub mendengar kata-kata Laras barusan. Baru kali ini dia melihat ada cewek di SMA Satya yang bisa bicara seperti itu.

~ to be continued ~

Share: