Tampilkan postingan dengan label Between The Skyline. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Between The Skyline. Tampilkan semua postingan

Between The Skyline, Part - 3


Before on Between The Skyline :
“Yel! Ziel! Bangun!” Alyssa menggoncang-goncangkan tubuh Raziel yang tersungkur. Beruntung, Mitha dan Tito muncul dan segera membantu Alyssa membawa Raziel ke UKS.

Part - 3

“Kamu siap ikut audisi ini Ziel?” tanya kakek kepada cucu kesayangannya yang tampak gugup.
“S..siap kek.” Jawab Raziel gugup. Sang kakek hanya tersenyum.
Mobil yang mereka kendarai melaju mulus membelah hutan pinus yang sangat lebat. Tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul truk besar yang berjalan oleng. Dan entah kenapa sopir seakan kehilangan kendali mobil. Raziel pun ketakutan.
“Kek..” kata Raziel lirih sambil mendekap erat kakek.
“Tenang Ziel, semuanya akan…” kata-kata kakek terputus berganti suara hantaman keras.
“Aaaaaakkk!!” teriak Raziel. Namun kemudian terdiam melihat suasana di sekitarnya. Ternyata dia sedang berada di UKS.
“Sial!” umpat Raziel sambil tersenyum kecut. Dia pun beranjak dari tempat tidur UKS dan berjalan keluar. Tapi ada sesuatu yang menghentikan langkahnya. Oliver!
“Hey kau!” hardik Raziel kesal ke arah Oliver. Kali ini dia sudah tak lagi kaget melihat sosok misterius bernama Oliver itu.
Mendengar kekesalan Raziel, Oliver hanya membalasnya dengan senyuman kemudian mulai memainkan gitarnya. Satu persatu dawai dipetik mengalunkan nada dan irama yang merdu. Entah kenapa rasa marah dan kesal dalam dada Raziel lenyap, hanyut bersama keindahan nada yang dimainkan oleh Oliver. Air matanya menetes. Dia jatuh terduduk mendengarkan lagu yang dimainkan Oliver. Lagu yang dulu selalu dimainkan oleh ayah dan kakeknya sebelum dia tidur, “Sleep My Dear”. Yang sudah lama tak pernah dia dengarkan dan hampir dia lupakan.
“Bagaimana?” tanya Oliver setelah melodi “Sleep My Dear” itu berakhir.
“Indah…” kata Raziel tertunduk. Air matanya masih mengalir. Air mata kerinduan pada sosok orang tua dan kakek yang dulu selalu ada baginya. Seolah mampu membaca pikiran Raziel, Oliver mendekat dan mengusap kepala Raziel.
“Buat mereka bangga.” Kata Oliver. Raziel mengangkat kepalanya menatap Oliver yang sedang tersenyum. Raziel kembali tertunduk. Tersirat ragu di wajah Raziel.
“Apa aku masih mampu?” pikir Raziel. Dia berjalan keluar UKS. Baru beberapa langkah dari UKS, dia bertemu dengan Alyssa, Mitha, dan Tito yang ingin menjenguknya.
“Ziel!!” teriak Alyssa yang kemudian berhambur memeluk Raziel. Hal ini membuat Raziel gugup dan agak canggung. Tentu, Mitha dan Tito juga kaget melihat reaksi Alyssa yang langsung memeluk Raziel. Karena mereka berdua tahu, Alyssa sebelumnya tak pernah bersikap seperti itu kepada cowok manapun.
“Kamu nggakpapa?” tanya Alyssa sambil masih memeluk Raziel.
“Aku nggakpapa kok Cha.” Kata Raziel sambil berusaha melepas pelukan Alyssa. Dia merasa tak enak pada Mitha dan Tito, juga siswa lain yang melihat Alyssa memeluknya. Alyssa pun melepas pelukannya. Tapi Raziel melihat wajah manis Alyssa tengah berlinang air mata.
“Chacha.. Kamu nangis?” tanya Raziel. Alyssa menunduk, berusaha menyembunyikan tangisannya.
“Mitha. Kok si Alyssa jadi aneh gini sih sejak Raziel ada di sini?” tanya Tito setengah berbisik kepada Mitha. Mitha hanya menggeleng.
“Chacha…” kata Raziel pelan. Mengangkat kepala Alyssa. Kedua mata mereka saling bertemu. Jarak wajah mereka makin dekat dan makin dekat. Alyssa menahan nafasnya.
“Kamu kalo nangis jelek tau.” Celetuk Raziel. Alyssa yang mendengarnya pun mati kutu.
“Dasar Ziel jelekk!” teriak Alyssa kemudian menjewer telinga Raziel. Mitha dan Tito yang dari tadi menjadi penonton pun semakin cengo melihat adegan Raziel dan Alyssa yang begitu mudah berubah suasana.
***
Suasana kembali normal. Alyssa, Mitha, Tito, serta Raziel berjalan bersama menuju kelas untuk mengikuti pelajaran. Beberapa kali Raziel bertingkah jahil ke Alyssa, yang membuat Alyssa berteriak dan mencubit Raziel. Mitha tertawa melihat kelakuan Raziel dan Alyssa. Tapi berbeda dengan Tito yang tampak cemberut dan sepertinya cemburu melihat Raziel begitu dekat dengan Alyssa.
“Kenapa si Alyssa bisa deket banget sama si Raziel ini?” gumam Tito dalam hati.
“Chacha, Mitha..” ucap Raziel tiba-tiba. Langkah mereka terhenti. Raziel berbalik dan berdiri menghadap Alyssa, Mitha, dan Tito. Sorot mata tajam Raziel tertangkap oleh pandangan Alyssa.
“Ada apa Ziel?” tanya Alyssa lembut.
“Eng.. Nanti.. Sehabis jam sekolah, kalian mau ke ruang musik lagi nggak?” tanya Raziel agak malu. Alyssa pun tersenyum kemudian memegang kedua pundak Raziel.
“Iya. Nanti kamu ikut lagi ya. Tapi jangan kayak kemarin.” Kata Alyssa sambil tersenyum.
“Sip.” Kata Raziel sambil mengacungkan kedua jempolnya ke arah Alyssa.
“Udah yuk, balik ke kelas. Pak Darwin ulangan nih.” Ujar Mitha tiba-tiba.
“Apa?!” teriak Raziel dan Alyssa bersamaan. Mitha hanya nyengir. Alyssa, Mitha, dan Raziel serta Tito pun bergegas kembali ke kelas masing-masing.
***
Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa SMA Satya bergegas meninggalkan sekolah, berbondong-bondong melewati gerbang sekolah. Di salah satu ruangan, terlihat 3 orang siswa yang sedang bersenda gurau sambil sesekali tertawa. Alyssa, Mitha, dan Raziel. Mereka sekarang sedang berada di ruang musik. Namun Raziel terlihat masih sedikit canggung dengan benda-benda yang ada di sekelilingnya. Alat-alat musik yang sudah lama tidak dia lihat dan tidak dia mainkan seperti kala ia kecil.
“Alyssa, siap?” tanya Mitha yang sudah standby di piano. Alyssa menganggukkan kepala kemudian berdiri.
Satu demi satu, Mitha memainkan tuts piano dengan pelan dan lembut. Perlahan terdengar nada yang indah dari situ. Dengan sedikit gerakan, Alyssa sudah berada di samping Raziel lalu mulai bernyanyi..

Shipwreck in a sea of faces

There's a dreamy world up there
Dear friends in higher places
Carry me away from here


Travel light, let the sun eclipse you

'Cause your flight is about to leave
And there's more to this brave adventure
Than you'd ever believe


Birdseye view, awake the stars 'cause they're all around you

Wide eyes will always brighten the blue
Chase your dreams, and remember me, sweet bravery
'Cause after all those wings will take you up so high


So bid the forest floor goodbye

As you race the wind and take to the sky
You take to the sky


On the heels of war and wonder

There's a stormy world up there
You can't whisper above the thunder
But you can fly anywhere


Purple burst of paper birds this

Picture paints a thousand words
So take a breath of myth and mystery
And don't look back


Birdseye view, awake the stars 'cause they're all around you

Wide eyes will always brighten the blue
Chase your dreams, and remember me, sweet bravery
'Cause after all those wings will take you up so high


So bid the forest floor goodbye

As you race the wind and take to the sky
(Take to the sky)


There's a realm above the trees

Where the lost are finally found
Touch your feathers to the breeze
And leave the ground


Birdseye view, awake the stars 'cause they're all around you

Wide eyes will always brighten the blue
Chase your dreams, and remember me, sweet bravery
'Cause after all those wings will take you up so high


So bid the forest floor goodbye

As you race the wind and take to the sky
You take to the sky
(You take to the sky)

You take to the sky

Permainan piano Mitha berhenti diikuti seutas senyuman dari Alyssa yang ditujukan kepada Raziel yang sedari tadi tak berhenti melihat Alyssa bernyanyi. Ada sedikit gairah yang muncul dari dalam hatinya untuk kembali bermain musik. Tapi masih tidak cukup untuk menghapus pedihnya rasa sakit yang masih membungkam seisi imajinasinya.
“Ziel..” Alyssa sudah duduk di samping Raziel yang masih termenung. Raziel tiba-tiba menunduk. Ada bulir air mata yang siap terjatuh, namun berusaha dia tahan. Seolah mengerti apa yang sedang dirasakan Raziel, Alyssa meletakkan tangannya di pundak Raziel.
“Rasa sakit ketika kita kehilangan orang-orang yang kita sayangi memang menyakitkan. Tapi bukan berarti hal itu harus menghentikan mimpi masa depan yang dulu pernah kita rangkai bersama mereka.” Kata Alyssa sambil memandang kosong. Raziel tersentak mendengar kata-kata Alyssa.
“Mungkin saat ini, mereka sedang menanti mimpi masa depan itu bisa terwujud. Dengan sabar melihat apa yang sedang kita usahakan untuk mewujudkannya. Jangan pernah berhenti mengejar mimpi.” Lanjut Alyssa.
“Chacha…” terdengar suara lirih Raziel.
“Ziel, buat mereka bangga. Wujudkan mimpi kamu. Jangan kecewakan mereka yang udah mendukung kamu. Om, tante, dan kakek. Buat mereka tersenyum bahagia di sana.” Kata Alyssa bijak.
“Kita selalu ada buat kamu Raziel.” Mitha menambahkan. Raziel tersenyum. Dia merasa beruntung bisa memiliki sahabat seperti Alyssa dan Mitha yang begitu peduli kepadanya.
Raziel mengedarkan pandangannya ke segenap sudut ruang musik. Ada beberapa gitar yang tergantung dengan rapi, piano berwarna putih yang kini sedang dimainkan Mitha, beberapa partitur lagu, dan… Sosok Oliver! Raziel hampir berteriak melihatnya. Tapi karena tahu hanya dia yang bisa melihat Oliver, Raziel hanya diam saja. Oliver tersenyum ke arah Raziel kemudian menunjuk sebuah gitar hitam yang tersandar di sudut ruangan. Dengan langkah agak ragu, Raziel berjalan mengambil gitar itu. Mitha bangkit dan kemudian duduk di samping Alyssa.
“Alyssa..” bisik Mitha. Alyssa hanya tersenyum kemudian memandang Raziel.
Raziel meraih gitar itu. Ditatapnya susunan keenam senar yang tampak masih baru. Kemudian dia duduk bersila dan mulai memetik satu demi satu dawai gitar itu. Pelan dan mulai mengalunkan nada yang merdu. Mata Raziel terpejam. Dia nampak begitu menikmati alunan nada itu. Mitha dan Alyssa takjub melihat aksi Raziel. Oliver yang melihat Raziel pun tersenyum. Sejurus kemudian, Oliver melihat sosok Alyssa yang sedang tersenyum dan ikut memejamkan mata menikmati permainan gitar Raziel.
Gadis ini yang akan menjadi semangatmu…” kemudian sosok Oliver menghilang seiring berakhirnya permainan gitar Raziel.

~ to be continued ~

tubikontinyu dulu yaaaa.... Part - 4 sedang dalam proses.. Proses nulis? Ermm... Proses pencarian inspirasi.. :p
Dadahhh.... Eh, jangan lupa komen di kotak komentar yakk, sekalian follow akun twitter ini ===> @NVRstepback
Share:

Between the Skyline, Part - 2

http://ih3.redbubble.net/image.5424846.2634/flat,550x550,075,f.jpg

Before on 'Between the Skyline' :
Seorang anak baru datang ke kelas Alyssa. Cowok yang dulu adalah sahabat kecil Alyssa, Raziel. Apa yang membuat dia kembali? Dan.. Rahasia apa yang menyelimutinya?

“Sakti banget tu cewek.” Gumam Raziel.
“Udah ah. Yuk Yel, ke kelas.” Ajak Alyssa. Raziel pun mengangguk kemudian mengikuti langkah Alyssa.
Ian masih terpaku sendiri sambil mengamati kacamata Laras. Dia juga masih berusaha mencerna kembali semua kata-kata Laras tadi. Dia pun tersenyum setelah merasa mendapatkan jawaban. Kacamata itu kemudian dia masukkan ke kantong jaketnya. Dan Ian bergegas pergi.
Alyssa dan Raziel hampir saja telat masuk kelas. Untung Bu Arini, guru Matematika, belum masuk sehingga mereka masih sempat masuk. Mereka pun duduk di tempat masing-masing.
“Sa, darimana aja loe?” tanya Mitha penasaran.
“Gak darimana-mana kok Mith. Emang kenapa?” tanya Alyssa balik.
“Gakpapa sih. Eh, tu si Raziel tadi kok manggil loe Chacha?” tanya Mitha lagi. Alyssa hanya tersenyum mendengar pertanyaan Mitha.
“Gini lho Mith…” kata-kata Alyssa terhenti karena bu Arini keburu masuk dan memulai pelajaran. Alyssa dan Mitha segera merubah posisi duduk mereka.
Tak seperti biasanya, bu Arini tanpa memberi salam terlebih dahulu langsung menulis di whiteboard. Alyssa, Mitha, dan seluruh kelas pun heran. Setelah selesai, bu Arini kemudian berbalik menghadap ke siswa. Dengan senyum sadisnya, bu Arini mulai berbicara.
“Hari ini, ibu ingin mengadakan Pre-Test untuk materi baru kita. Silakan kalian keluarkan selembar kertas dan kerjakan soal yang ada di whiteboard.” Kata bu Arini sambil menunjuk whiteboard. Seluruh kelas pun berteriak riuh.
“Huuuuu…”
“Diam! Kalau ada yang protes, silakan keluar dan jangan harap mendapatkan nilai matematika yang terisi di raport kalian.” Kata bu Arini galak. Seluruh kelas pun berubah hening.
Wajah-wajah kebingungan anak-anak XI IPA-1 tak bisa ditutupi. Mereka tampak gugup mengerjakan soal-soal yang diberikan bu Arini. Beruntung, semalam Alyssa dan Mitha sudah belajar sedikit materi matematika sehingga mereka dapat mengerjakan soal-soal tersebut. Meskipun dengan kewalahan.
Alyssa menoleh ke sana kemari melihat keadaan teman-temannya. Tampak mereka begitu kesulitan mengerjakan soal ini. Tapi ketika pandangannya tertuju ke Raziel, mata Alyssa hampir melompat keluar. Dia melihat Raziel dengan wajah pasti mengerjakan soal-soal tersebut. Dan ketika pandangan mereka beradu, Raziel melempar senyuman ke arah Alyssa. Alyssa pun segera berbalik dan berkutat kembali dengan kertas jawabanya.
“Silakan kalian kumpulkan paling lambat 5 menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Saya tunggu di meja saya.” Kata bu Arini bergegas keluar kelas.
“Gila tu bu Arini. Bel pulang sekolah kan tinggal 10 menit lagi.” Gerutu Nova, ketua kelas. Hampir seluruh kelas mengiyakan apa kata Nova tadi.
Nova pun segera berdiri dan berjalan mengumpulkan seluruh kertas lembar jawaban dan pergi ke ruang guru untuk mengumpulkannya ke meja bu Arini. 5 menit menanti suara bel, kelas XI IPA-1 riuh. Beberapa dari mereka membuka buku materi dan berusaha memecahkan soal dari bu Arini dengan petunjuk buku. Ada yang berhasil, ada pula yang gagal. Raziel hanya tersenyum melihat teman-teman barunya begitu antusias memecahkan soal tersebut.
“Teeettt!!!” akhirnya bel tanda pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa pun bergegas keluar dari kelas. Pun dengan Raziel yang dengan perlahan memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas kemudian bangkit berdiri dari kursinya. Dia berjalan keluar dengan langkah pelan. Saat akan keluar, tiba-tiba Alyssa memanggilnya.
“Ziel!” panggil Alyssa. Raziel pun menghentikan langkahnya dan menoleh pelan ke arah Alyssa.
“Iya Cha. Ada apa?” tanya Raziel.
“Ikut kita dulu yuk.” Ajak Alyssa. Mitha mengangguk sambil tersenyum. Kini Alyssa dan Mitha juga sudah berada di depan pintu kelas.
“Ke mana?” tanya Raziel bingung. Alyssa hanya tersenyum, kemudian menarik tangan Raziel. Tanpa melawan, Raziel pun mengikuti langkah kaki Alyssa dan Mitha.
Alyssa mengajak Raziel ke ruang musik. Sesampainya di sana, Mitha langsung duduk dan bersiap memainkan piano. Dan Alyssa pun duduk di samping Mitha dan mulai bernyanyi. Raziel hanya terdiam melihat piano, dan alat musik lain di ruangan itu. Pandangannya fokus ke sebuah gitar yang bersandar manis di dinding. Raziel pun tersenyum. Senyuman getir. Dia pun bergegas pergi. Alyssa pun menghentikan lantunan lagunya dan berlari mengejar Raziel.
“Ziel!!” teriak Alyssa berusaha memanggil Raziel. Mitha pun menghentikan permainan pianonya.
“Sa. Raziel kenapa?” tanya Mitha.
“Gue nggak tau Mith.” Kata Alyssa lirih. Matanya masih menatap sosok Raziel yang perlahan lenyap dari hadapannya.
***
Raziel masih berlari dan berlari. Ada bulir air mata yang masih tertahan dan enggan terjatuh. Laju larinya terhenti di hadapan sesosok pemuda yang nampak sedang mengamen. Memakai sweater hitam dan celana skinny, serta sebuah topi yang aneh. Memainkan gitar dengan petikan-petikan dawai yang merdu. Raziel terhenyak ketika pemuda itu melempar senyum kepadanya. Setiap denting nada yang dihasilkan oleh petikan gitar itu membuat hati Raziel sejuk. Sejenak dia dapat melupakan rasa pahit yang dia rasakan.
“Raziel.” Pemuda itu memanggil Raziel. Hal ini pun membuat Raziel semakin kaget.
“Da..darimana…” Kata Raziel tergagap.
“Perkenalkan, aku Oliver.” Kata pemuda bernama Oliver itu memperkenalkan diri.
“Oliver?” Raziel mencoba mengingat. Oliver pun hanya tersenyum.
“Mungkin kau lebih mengenal sosokku sebagai patung kecil bernama Oliver.” Kata Joe. Mendengar kata-kata terakhir Joe, Raziel hampir terjatuh. Ingatan Raziel meluncur tepat ketika dia baru saja pindah ke Inggris bersama kakeknya.
*flashback*
“Raziel, mungkin ayah dan ibumu sudah pergi. Tapi mereka selalu ada di dalam hatimu.” Kata Kakek kepada Raziel kecil. Raziel kecil pun hanya tersenyum.
“Dan sekarang, kakek punya sesuatu untukmu.” Kata Kakek kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam kotak di atas meja.
“Namanya Oliver. Dia seorang gitaris dan musisi hebat. Seperti ayahmu. Dia akan menjadi temanmu suatu saat nanti.” Kata Kakek sambil menunjukkan sebuah patung kecil. Patung pemuda bertopi yang sedang memegang gitar.
“Trimakasih ya kek.” Kata Raziel kecil sambil tersenyum kemudian meraih Oliver dari tangan kakeknya.
-  -  -  -
“Bagaimana? Kau sudah ingat?” tanya Oliver. Raziel pun hanya mengangguk. Oliver menyodorkan gitarnya ke Raziel. Tapi Raziel enggan untuk menerimanya. Dia pun pergi meninggalkan Oliver. Oliver hanya tersenyum melihat sikap dingin Raziel.
***
Keesokan harinya, Alyssa pagi-pagi sekali sudah sampai di sekolah. Dia berdiri di depan gerbang sambil beberapa kali melirik gelisah jam tangannya. Beberapa kali dia mengedarkan pandangan ke berbagai arah, seolah mencari sesuatu. Hingga pandangannya terhenti pada sosok yang sedang berjalan pelan ke arah gerbang SMA Satya. Raziel.
“Ziel!!” panggil Alyssa sambil melambaikan tangannya ke arah Raziel.
“Hai Chacha.” Balas Raziel yang sudah berada di depan Alyssa. Raziel pun tersenyum. Senyum yang membuat Alyssa salah tingkah.
“Ziel, ada yang pengen aku omongin.” Tiba-tiba raut muka Alyssa berubah serius. Raziel yang menyadarinya pun segera merespon.
“Yuk, masuk dulu.” Ajak Raziel. Alyssa menurut. Mereka berjalan di koridor sekolah yang masih lengang. Sepanjang jalan, mereka sama sekali tak saling bicara. Hingga mereka sampai di taman sekolah. Setelah duduk, Raziel pun mulai membuka percakapan.
“Cha, kamu mau ngomongin apa?” tanya Raziel lembut. Alyssa menghela nafas.
“Soal kejadian kemaren di ruang musik.” Alyssa mulai berbicara.
“Iya?”
“Kenapa kamu tiba-tiba pergi gitu aja?” tanya Alyssa sambil menatap Raziel.
“Cha, kamu tau kan kalo mendiang ayahku seorang musisi hebat?” tanya Raziel. Alyssa mengangguk.
“Iya. Beliau musisi yang cukup disegani. Meskipun jarang diekspos media tapi karyanya banyak yang jadi hits.” Kata Alyssa panjang lebar. Raziel pun tersenyum mendengarnya.
“Aku pun bercita-cita pengen jadi kayak beliau. Seorang musisi.” Kata Raziel sambil menatap kosong ke arah langit.
“Trus kenapa kemaren kamu tiba-tiba lari keluar? Kenapa Yel?” tanya Alyssa sambil memegang tangan Raziel. Jantung Raziel berdegup kencang. Dia berusaha mengendalikan dirinya kemudian menarik nafas panjang.
“Aku pun setuju buat pindah dan tinggal sama kakekku. Supaya aku bisa belajar musik dari kakek.” Kata-kata Raziel terhenti. “Terjadi hal buruk yang memaksaku ngubur semua mimpiku Cha.” Kata Raziel lirih.
“Hal buruk apa?” tanya Alyssa semakin penasaran.
“Hal buruk itu…” kata-kata Raziel terputus karena Raziel melihat sosok yang sedang sibuk mengelap gitarnya. Sosok Oliver. Melihat pandangan mata Raziel yang seperti terpancang ke sesuatu, Alyssa pun mencoba melihat ke arah pandangan mata Raziel.
“Ziel. Kamu ngeliatin apaan sih?” tanya Alyssa penasaran.
“Oliver..” kata Raziel masih terbengong melihat sosok Oliver yang tiba-tiba muncul. Oliver masih nampak sibuk dengan gitarnya. Sesekali dia melempar senyum ke arah Raziel yang kebingungan. Raziel pun mengernyitkan dahinya.
“Ziel. Oliver siapa?” tanya Alyssa kebingungan.
“Ke kelas aja yuk Cha.” Ajak Raziel. Mereka berdua pun pergi ke kelas. Di sepanjang koridor, Raziel masih bingung kenapa tiba-tiba Oliver muncul di sekolahnya. Alyssa yang sama sekali tak tahu pun kebingungan melihat tingkah aneh Raziel. Tiba-tiba pandangan mata Raziel kembali melihat sosok Oliver yang kini sedang asyik duduk di lantai depan pintu kelas sambil memainkan gitar. Dia mendelik melihatnya. Dan Raziel akhirnya limbung kemudian pingsan.
“Yel! Ziel! Bangun!” Alyssa menggoncang-goncangkan tubuh Raziel yang tersungkur. Beruntung, Mitha dan Tito muncul dan segera membantu Alyssa membawa Raziel ke UKS.

~ to be continued...
Share:

Between the Skyline, Part-1


“Teeettt!!” bel tanda pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa SMA Satya pun nampak ramai keluar melewati gerbang sekolah. Tapi Alyssa dan Mitha masih ada di ruang musik. Alyssa masih asyik bernyanyi diiringi permainan piano Mitha. Begitu indah. Mereka begitu menikmatinya sampai tak menyadari kehadiran seseorang yang ikut menikmati lagu yang mereka nyanyikan.
“Prok prok prok.” Suara tepuk tangan dari arah pintu menyambut. Hal itu membuat Alyssa dan Mitha tampak kaget.
“Tito? Sejak kapan?” tanya Alyssa.
“Baru aja kok. Tadi denger suara kalian, gue terus ke sini. Keren.” Kata Tito sambil mengacungkan jempolnya.
“Thanks ya Tito.” Kata Alyssa.
“Hai Mitha. Kok diem aja di situ?” tanya Tito ke Mitha yang tampak gugup setelah mengetahui Tito mendengarkan permainan pianonya. Dia tak pernah bermain piano selain di depan Alyssa dan orang tuanya.
“Eh.. Eng, i..iya Tito.” Kata Mitha kemudian dengan langkah agak gugup berjalan ke arah Alyssa dan Tito. Tito tersenyum ke arahnya. Hal ini membuat Mitha hampir pingsan.
“Alyssa, gue mau ngomong sesuatu ke loe. Dan karena ada Mitha di sini, gue pengen dia jadi saksi” kata Tito dengan nada serius. Alyssa mengernyitkan dahinya. Sedangkan Mitha merasa ada sesuatu yang menghantam hatinya.
“Ha? Maksud loe apaan To?” tanya Alyssa yang tidak mengerti. Tiba-tiba Tito berlutut di hadapan Alyssa. Hal ini membuat Alyssa semakin bingung.
“Sa. Loe mau gak jadi pacar gue?” tanya Tito. Hal ini membuat hati Mitha benar-benar hancur. Tito, sosok cowok yang selama ini dia sukai dan kagumi, detik ini di depannya menyatakan perasaannya. Tapi bukan ke dia melainkan ke sahabat terdekatnya, Alyssa. Mitha tetap berusaha menutupi perasaannya tersebut.
“Tito. Apaan sih loe.” Kata Alyssa setengah tidak percaya.
“Alyssa, gue serius.” Kata Tito yakin. Alyssa pun tersenyum. Namun senyum itu menyembunyikan beribu makna. Dia kemudian menyuruh Tito berdiri.
“Tito, gue tau kita udah kenal sejak kelas satu. Gue juga tau loe selalu bantuin gue kalo gue butuh. Gue juga hargai perasaan loe. Tapi maaf To, gue cuma nganggep loe sahabat. Gak lebih.” Kata Alyssa. Tito setengah tidak percaya mendengar apa yang diucapkan Alyssa. Mitha pun kaget karena ternyata Alyssa menolak Tito. Tapi dia bingung kenapa Alyssa menolak Tito.
“Sa. Loe becanda kan?” tanya Tito.
“Gue serius To. Maaf banget.” Jawab Alyssa.
“Apa udah ada orang lain di hati loe?” tanya Tito. Alyssa hanya tersenyum.
“Seseorang di hati gue? Mungkin ada, tapi mungkin enggak.” Jawab Alyssa. Tito pun terdiam. Mitha memandang lekat ke arah Tito yang tertunduk lesu.
***
Alyssa dan Mitha baru saja sampai di rumah Mitha. Malam ini Alyssa memutuskan untuk menginap di rumah Mitha karena ada tugas yang harus mereka selesaikan. Setelah mandi dan makan malam, mereka pun masuk ke kamar Mitha yang berada di lantai atas. Dengan cermat, Alyssa mulai mengerjakan tugas bersama Mitha.
“Alyssa.” Panggil Mitha tiba-tiba.
“Iya Mitha. Ada apa?” tanya Alyssa.
“Soal Tito tadi. Apa bener loe gak suka sama dia?” tanya Mitha agak takut. Alyssa tersenyum mendengar pertanyaan Mitha.
“Beneran Mitha.” Jawab Alyssa.
“Apa gara-gara gue suka sama Tito, terus loe gak mau nerima dia?” tanya Mitha. Alyssa pun menghentikan aktivitasnya dari laptop.
“Mitha, bukan gara-gara itu. Gue emang gak ada perasaan sama Tito.” Jawab Alyssa yakin.
“Tapi sekarang, udah gak mungkin gue suka sama Tito.” Kata Mitha dengan nada lesu.
“Lho. Emang kenapa?” tanya Alyssa.
“Tito sukanya sama loe Sa. Bukan sama gue.” Jawab Mitha.
“Mitha, jangan nyerah gitu dong. Mana nih semangatnya Mitha yang gue kenal?” goda Alyssa.
“Terus gue harus gimana dong Sa?” Tanya Mitha.
“Berusaha bersikap biasa di depan si Tito, jangan gugup kayak tadi sore. Rada-rada cuek gimana gitu deh.” Kata Alyssa member saran. Mitha pun tersenyum mendengarnya. Mereka kembali melanjutkan tugas-tugas yang masih menumpuk.
***
“Alyssa! Mitha!” panggil seseorang. Alyssa dan Mitha yang sedang berjalan menuju kelas pun berhenti kemudian menoleh ke arah suara itu. Ternyata Tito.
“Hai Tito.” Mitha berusaha memberanikan diri menyapa Tito.
“Gue bareng ya.” Kata Tito. Alyssa dan Mitha saling berpandangan. Mereka heran melihat sikap Tito hari ini yang begitu berbeda mengingat kejadian kemarin ketika Tito menyatakan perasaan ke Alyssa.
“Oke. Yuk.” Kata Alyssa ramah. Alyssa, Mitha, dan Tito pun berjalan ke kelas. Di sepanjang koridor sekolah, Tito hanya diam sedangkan Alyssa dan Mitha begitu sibuk memperbincangkan tugas yang mereka kerjakan semalam. Karena kelas Tito berbeda, mereka pun berpisah. Tito ke kelas XI IPS-2, sedangkan Alyssa dan Mitha ke kelas XI IPA-1.
Bel berbunyi. Suasana SMA Satya pun berubah menjadi begitu tenang. Seluruh siswa sudah berada di kelasnya masing-masing. Para guru pun bergegas menuju kelas untuk mengajar. Tapi di gerbang, nampak seorang siswa yang terengah-engah berusaha mengatur nafasnya.
“Maaf pak, saya terlambat.” Kata Raziel masih terengah-engah.
“Kamu terlambat 15 menit.” Kata Pak Darto, satpam sekolah, dengan tegas.
“Maaf pak, saya siswa baru. Saya belum hafal jalan daerah sini.” Kata Raziel membela diri.
“Alasan. Kamu siswa baru…” tiba-tiba ada yang memotong kata-kata pak Darto.
“Pak Darto.” Kata pak Darwin.
“Eh, pak Darwin. Ada apa pak?” tanya pak Darto.
“Saya mau menjemput anak ini. Dia anak baru.” Jawab Pak Darwin.
“I..iya Pak.” Kata Pak Darto menahan malu.
“Raziel.” Panggil pak Darwin. Raziel pun berjalan mengikuti pak Darwin menuju kelasnya.
Raziel begitu seksama memperhatikan ruangan-ruangan SMA Satya. Dia juga tampak menikmati suasana hening yang dia rasakan. Tiba-tiba langkah Raziel terhenti di depan ruang musik yang pintunya sedikit terbuka. Matanya tertuju ke arah piano dan gitar yang ada di dalam ruangan itu. Pak Darwin yang mengetahuinya hanya tersenyum.
“Ayo.” Panggil pak Darwin.
“Iya Pak.” Kata Raziel.
Kelas XI IPA-1 masih cukup ramai karena pak Darwin belum masuk. Alyssa dan Mitha masih berdiskusi tentang materi presentasi mata pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan oleh pak Darwin. Alyssa belum bisa mengerti beberapa bagian. Dan dengan sabar Mitha menjelaskan satu persatu ke Alyssa. Saat sedang berdiskusi, tiba-tiba muncul Pak Darwin bersama seorang siswa baru. Alyssa mengernyitkan dahi melihat siswa baru itu.
“Good morning class. Before we start our lesson today, I’d like to introduce you the new student that will join our class from now on.” Kata Darwin.
“Hi. I’m Raziel. I’m a transfer student from England. Nice to meet you.” Kata Raziel memperkenalkan diri.
“Raziel, you may sit beside Raka.” Kata pak Darwin menunjuk ke arah kursi kosong agak belakang. Raziel pun berjalan kemudian duduk di situ. Ketika melewati tempat duduk Alyssa, Raziel melemparkan senyum. Alyssa menanggapinya dengan menjulurkan lidah. Hal itu pun membuat Mitha heran karena tak biasanya Alyssa bertingkah seperti itu.
“Sa, loe kenal sama si anak baru itu?” tanya Mitha. Alyssa hanya mengangguk.
Pak Darwin pun memulai pelajaran. Dan mempersilakan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan tugas mereka masing-masing. Dan saat Alyssa dan Mitha maju untuk presentasi, tampak beberapa kali Alyssa memandang ke arah Raziel yang sibuk dengan bukunya.
***
“Teeettt!!” bel istirahat berbunyi.
“Sa, ke kantin yuk. Laper nih.” Ajak Mitha.
“Yuk. Gue juga udah laper nih.” Kata Alyssa. Mereka berdua bergegas ke kantin. Setelah bakso pesanan mereka datang, mereka mulai makan. Di sela-sela makan, Mitha menyempatkan bertanya tentang Raziel ke Alyssa.
“Sa, tu anak baru siapa loe sih?” tanya Mitha. Alyssa hampir tersedak mendengar pertanyaan Mitha.
“Ah, elo Mith. Raziel itu, dulu temen kecil gue. Ortunya meninggal waktu dia kelas 6 SD. Trus setelah lulus SD, dia pindah ke Inggris tinggal sama kakeknya.” Jawab Alyssa panjang lebar.
“Alyssa. Mitha.” Kata Tito yang kemudian duduk di depan Alyssa dan Mitha.
“Hai Tito.” Kata Alyssa dan Mitha hampir berbarengan.
“Eh, denger-denger di kelas kalian ada murid baru ya?” tanya Tito.
“Iya. Cowok dari pindahan dari Inggris. Temen lamanya Alyssa.” Jawab Mitha.
“Temen loe Sa?”
“Iya.” Jawab Alyssa singkat.
Tiba-tiba ada seseorang yang muncul kemudian duduk tepat di hadapan Alyssa. Melihat tampang orang itu yang tiba-tiba muncul di hadapannya, Alyssa pun hanya melongo. Bakso yang hampir masuk ke mulutnya pun kembali jatuh ke mangkok. Dia masih memandangi wajah orang itu. Alyssa tidak sadar kalau mulutnya masih menganga dan dia masih memegang sendok yang ada di depan mulutnya. Hal ini pun membuat Mitha dan Tito heran. Baru kali ini mereka melihat Alyssa yang sangat berbeda.
“Chacha.” Sapa Raziel sambil tersenyum.
“Chacha?” kata Mitha dan Tito saling berpandangan.
“Ziel..” kata Alyssa lirih.
“Ziel?” lagi-lagi Mitha dan Tito saling berpandangan.
Alyssa yang sudah menemukan kembali kesadarannya tampak gugup. Kemudian bergegas pergi dari situ. Mitha dan Tito begitu heran memperhatikan langkah Alyssa yang tampak begitu gugup.
“Masih sama kayak dulu.” Gumam Raziel sambil tersenyum. Dia segera bangkit kemudian berlari menyusul Alyssa.
“Tha. Tadi tu orang manggil Alyssa Chacha?” tanya Tito masih terbengong.
“Iya. Alyssa jadi aneh tiap ketemu Raziel.” Jawab Mitha yang juga masih terbengong.
Raziel masih mencari di mana Alyssa berada. Dia mengitarkan pandangannya ke berbagai arah. Dan akhirnya dia menemukan Alyssa yang sedang duduk termenung di bangku taman sekolah. Dengan langkah perlahan, Raziel mendekati Alyssa kemudian duduk di sampingnya.
“Chacha.” Sapa Raziel. Alyssa tertunduk lesu. Berusaha menutupi sesuatu dari Raziel.
“Ziel.” Balas Alyssa. Raziel memandang lekat wajah Alyssa. Diperhatikannya setiap detail wajah Alyssa.
“Cha. Kok kamu tambah jelek.” Celetuk Raziel tiba-tiba.
“Ih.. Ziel ternyata masih nyebelin kayak dulu ya.” Kata Alyssa sambil mencubit kedua pipi Raziel dengan gemas.
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Setelah mengalami kecanggungan saat tadi bertemu, kini Alyssa dan Raziel sudah larut dalam obrolan dan candaan yang hangat.
“Ziel, kok pulang gak kasih kabar?” tanya Alyssa.
“Chacha. Mau ngabarin gimana? Aku kan sama sekali gak punya kontak kamu.” Jawab Ziel sambil mengacak-acak rambut Alyssa.
“Cuma kamu yang manggil aku pake nama itu. Chacha.” Kata Alyssa.
“Cuma kamu juga yang manggil aku pake nama Ziel.” Kata Raziel. Mereka berdua tersenyum satu sama lain.
“Ziel. Ke kelas.” Ajak Alyssa. Raziel pun mengangguk.
Mereka berdua pun berjalan ke kelas sambil mengobrol seputar kegiatan mereka setelah berpisah. Beberapa kali mereka tertawa jika ada yang lucu. Saat asyik ngobrol, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh Laras yang berlari dari belakang mereka. Dia nampak terburu hingga kemudian Laras menabrak Ian yang sedang asyik bercanda dengan cewek-cewek penggemarnya.
“Eh, kalo jalan pake mata dong.” Kata Ian ketus sambil memandangi Laras yang sibuk merapikan buku bawaannya.
“Maaf, aku gak sengaja.” Kata Laras meminta maaf kemudian.
“Padahal mata loe udah empat. Masih aja nabrak gue. Masih gak keliatan? Hahaha.” Kata Ian meledek Laras. Laras hanya terdiam. Ada rasa kesal dalam hatinya. Melihat hal itu, Alyssa langsung berhambur ke arah Ian dan Laras diikuti Raziel.
“Eh, elo kalo ngomong sama cewek yang sopan dong.” Kata Alyssa galak.
“Lho. Kan dia yang salah udah nabrak gue.” Kata Ian membela diri.
“Tapi dia udah minta maaf. Gak seharusnya loe ledek dia kayak tadi.” Kata Alyssa.
“Udah-udah. Gakpapa. Kamu, sekali lagi maaf ya. Aku tadi gak liat kamu karena aku kesulitan bawa buku-buku ini. Dan ke empat mata yang kamu maksud.” Laras kemudian melepas kacamatanya. “Maaf, aku bisa liat kamu cukup pake dua mata. Kayaknya kamu yang harus pake empat mata plus empat telinga supaya bisa liat dan denger ada orang yang tulus minta maaf. Permisi.”
Laras kemudian menyerahkan kacamatanya ke Ian kemudian pergi. Ian menerima kacamata itu sambil terdiam memandang Laras yang berjalan pergi. Alyssa juga tampak kaget dan takjub mendengar kata-kata Laras barusan. Baru kali ini dia melihat ada cewek di SMA Satya yang bisa bicara seperti itu.

~ to be continued ~

Share: