Aku Tak Benar-Benar Mencintaimu... dan Aku Berbohong

Ngegalau dulu di bulan Desember. *pffft Eh, ngucapin dulu ah biar ikutan menstrim... selamat hari Ibu untuk seluruh Ibu dan calon Ibu di seluruh dunia~ Kalian luar biasaa~


Let Me Tell You a Lie...


Aku tak benar-benar mencintaimu
Karena rasanya terlalu pengap dan mencekik
Tapi aku cukup bahagia dengan itu
Karena aku aman di dalam pelukmu



Aku tak benar-benar mencintaimu
Juga tak terlalu ingin dekat di sampingmu
Meski nyatanya aku yang membohongi diriku
Semuanya semu yang kurasakan tentangmu



Aku tak benar-benar mencintaimu
Karena nyata bahwa setiap saat aku tak rindu
Tak terasa sesak meski tak bertemu
Walau sedikit hampa bila selalu begitu



Dan sekali lagi... aku tak benar-benar mencintaimu
Karena aku hanya memperhatikanmu
Karena aku hanya mendoakanmu
Karena aku hanya mengharapkan yang terbaik bagimu
Karena aku hanya mengagumimu... bukan mencintaimu



Eh, ada satu hal yang ingin kusampaikan sebelum mengakhiri ini
Maaf, aku berbohong... =p


pic from breakbang.com

~ Nur Rochman, 22 Desember 2014
Share:

Cerita di Akhir November | Sebuah Cerpen


Title : Cerita di Akhir November
Author : Nur Rochman | @NVRstepback
Genre : Family, Slice of Life


November sebentar lagi berakhir. Dendang suara merdu melengking milik Axl Rose masih mengalun dari pengeras suara kafe. Meski cukup keras terdengar, tapi tampaknya tak cukup keras karena suasana kafe yang memang sedang ramai oleh pengunjung. Lagu November Rain pun mulai terdengar mengganti lagu Don't You Cry yang sebelumnya dimainkan. Tiba-tiba seorang pria di depan Rama tertawa.
"Ada apa yah? Kok ketawa?" Tanya Rama heran melihat sikap ayahnya.
"Ini lagu bersejarah buat ayah, Ram." Jawab sang ayah sambil memejamkan matanya. Menikmati lagu itu.
"Bersejarah? Critain dong yah." Rama yang penasaran pun meminta ayahnya untuk bercerita.
"Hahaha. Kamu kalo penasaran balik lagi jadi anak-anak ya." Ayah Rama tergelak.
"Buruan yah." Rama merajuk.
"Iya iya. Jadi lagu itu adalah lagu pertama yang ayah nyanyiin pas pertama kali ketemu sama Ibu kamu." Terang ayah.
"He? Itu aja?" Tanya Rama.
"Iya. Tapi ceritanya gak cuma segitu." Kata ayah misterius.
"Terus?"
"Itu lagu pertama yang ayah nyanyiin pas ketemu sama Ibu kamu. Momennya itu lho... nyesss banget. Apalagi waktu itu pas hujan." Ujar ayah. Pandangannya menerawang seolah mencoba menggali ingatan lama.
"Tunggu bentar deh, yah. Bukannya November Rain itu lagunya tentang perpisahan?" Tanya Rama dengan kening mengkerut.
"Makanya dengerin cerita ayah." Rama pun diam dan mulai menyimak cerita nostalgia ayahnya.



++

Malam terasa dingin setelah hujan semenjak sore mengguyur. Di bawah pohon angsana yang ujungnya tertutup sinar lampu, seorang pria memainkan gitarnya dengan melodi sendu. Kejadian beberapa jam ketika hujan mengguyur membuat senar gitarnya mengeluarkan suara aneh. Pilu. Sama seperti hatinya yang juga pilu karena diguyur kata-kata penuh sembilu.
Rintik gerimis mulai terdengar. Satu-satu mulai mengenai permukaan yang ditemuinya. Dan satu-satu mulai mengenai tubuh dan gitar pria itu. Namun dia sama sekali tak beranjak dari tempatnya. Justru denting dawai gitarnya terdengar makin jelas diiringi ritmik gerimis tak beraturan. Perlahan, dia membuka mulutnya. Mulai bersuara.



When I look into your eyes
I can see a love restrained
But darlin' when I hold you
Don't you know I feel the same
'Cause nothin' lasts forever
And we both know hearts can change
And it's hard to hold a candle
In the cold November rain
We've been through this such a long long time
Just tryin' to kill the pain
But lovers always come and lovers always go
An no one's really sure who's lettin' go today
Walking away
If we could take the time
to lay it on the line
I could rest my head
Just knowin' that you were mine
All mine
So if you want to love me
then darlin' don't refrain
Or I'll just end up walkin'
In the cold November rain
Do you need some time...on your own
Do you need some time...all alone
Everybody needs some time... on their own
Don't you know you need some time...all alone
I know it's hard to keep an open heart
When even friends seem out to harm you
But if you could heal a broken heart
Wouldn't time be out to charm you
Sometimes I need some time...on my own
Sometimes I need some time...



Lagunya terhenti ketika dia mendapati rintik gerimis mulai berubah menjadi hujan di hadapannya, tapi tak lagi mengenai dirinya. Dan ketika menengadah, dia mendapati payung berwarna hijau bermotif bunga sedang menaungi dirinya.
"Lagunya bagus. Sayang sekali isinya begitu sedih." Ujar seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelah pria itu.
"Apa kau menyukai lagu tadi?" Ujar pria itu.
"Ya, aku sering mendengarkannya. Tapi menerjemahkannya dengan cara yang berbeda." Mendengar pernyataan itu, si pria pun mulai mengalihkan perhatiannya.
"Maksudmu?" Tanya pria itu masih belum mengerti.
"Aku menerjemahkan lagu itu sebagai cara menanyakan keseriusan untuk terus bersama. Bukan menanyakan keinginan untuk berpisah. Bukankah itu lebih baik?" Terang gadis itu sambil tersenyum.
"Dunia ini berjalan sesuai dengan bagaimana cara kita melihatnya." Lanjut gadis itu.
"Oh. Ya, kupikir begitu." Ujar pria itu.
"Aku Mawar." Gadis mengulurkan tangannya.
"Ah. Aku Raya." Pria bernama Raya itu pun menyambut uluran tangan Mawar.
Di bawah payung kuning itu, Raya dan Mawar melanjutkan perbincangan mereka. Kadang diselingi dengan suara gitar Raya dan suara Mawar yang bersahutan dengan suara Raya. Dan perlahan, hujan seperti terlupakan oleh mereka.

++



"Gitu, Ram. Gimana?" Ayah bertanya kepada Rama yang nampak menikmati cerita itu.
"Lumayan sih, yah." Ujar Rama singkat. Ayahnya nampak sedikit kecewa mendengar reaksi singkat dari Rama.
"Dasar anak jaman sekarang. Keseringan cinta-cintaan dari kecil jadi gak ngerti apa dan bagaimana nikmatnya momen romantis." Ujar ayah sambil menepuk dahinya.
"Dih, ayah udah tua pake acara tepuk jidat segala. Hahaha." Rama tergelak melihat kelakuan ayahnya.
Mereka berhenti berbincang sejenak untuk meminum cappuccino hangat yang sudah tersaji di hadapan mereka. Hujan yang beberapa jam lalu turun mulai reda. Nampak suasana kafe mulai sedikit lengang karena beberapa pengunjung yang memang menunggu hujan reda mulai keluar dari kafe. Hanya beberapa orang saja yang masih betah duduk di dalam kafe. Itu pun dengan jarak yang cukup jauh satu sama lain.
"Yah. Menurut ayah, Rissa orangnya gimana?" Rama mulai membuka topik baru.
"Rissa? Pacar kamu yang mana lagi, Ram? Kamu keseringan bawa perempuan ke rumah sih. Ingatan Ayah kan udah gak kayak dulu." Tanya Ayah sambil berusaha mengingat sesuatu. Rama mendengus mendengar pertanyaan ayahnya.
"Yang dulu makan malam sama kita, yah." Kata Rama dengan perlahan, berharap agar ayahnya ingat.
"Oh. Gadis yang rambutnya diikat kuncir kuda itu?" Tanya ayah mengkonfirmasi. Mata Rama berbinar.
"Nah! Iya, yah. Tuh Ayah masih inget. Gimana yah?" Rama bertanya lagi.
"Orangnya cantik. Orangnya pinter, juga baik dan sabar. Tiap ngobrol sama Ayah selalu bisa milih dan milah topik yang pas, dan ngobrolnya pun nyambung. Perhatian juga sama Ayah. Mirip ibu kamu waktu masih muda. Kamu sendiri ngrasa cocok enggak sama dia?" Ayah balik bertanya.
"Kalo aku sih emang udah ngrasa cocok sama dia yah. Udah kenal dan deket lumayan lama juga." Ujar Rama.
"Nak, kamu masih inget kan apa pesan ayah tentang jodoh?" Tanya ayah.
"Orang baik dijodohkan Tuhan dengan orang yang baik pula, begitu pun sebaliknya. Karena jodoh adalah cerminan dari diri kita." Ujar Rama sambil menirukan suara ayahnya. Sang ayah pun tertawa mendengar suara Rama yang justru terdengar lucu.
"Dan menurut ayah, kamu sekarang udah jadi laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Kalo Ibumu masih ada, pasti dia berpikir hal yang sama kayak ayah." Terang ayah bijak. Rama pun tersenyum penuh arti mendengar perkataan ayahnya.
"Hmmm... gara-gara kamu, ayah jadi inget gimana susahnya ayah waktu mau nglamar ibu kamu dulu." Pandangan ayah kembali menerawang jauh. Mengurai simpul-simpul ingatannya yang sudah termakan oleh usia.
"He? Emang kenapa yah?" Tanya Rama penasaran.
"Pas ayah udah punya pekerjaan yang mapan dan udah siap buat nglamar Ibu kamu, ada masalah yang datang. Tepatnya cuma kesalahpahaman. Tapi bisa bikin hubungan ayah dengan ibumu hampir aja rusak.' Jelas ayah.



++

"Mawar. Aku ingin membicarakan sesuatu." Raya terengah-engah karena harus berlari menaiki tangga mengejar Mawar.
"Tidak ada yang perlu kamu jelaskan, mas. Aku sudah lihat dengan mata kepalaku sendiri apa yang terjadi tadi di depan kantormu." Ada bulir air mata yang jatuh dari pelupuk mata Mawar.
"Tapi Mawar. Apa yang kamu lihat itu berbeda dengan apa yang kamu pikirkan. Aku dengan dia tidak ada apa-apa. Ini cuma salah paham. Tolong perc..."
"Sudah mas, aku ingin sendiri dulu. Permisi." Mawar berbalik dan melangkah pergi. Raya hanya bisa melihat sosoknya menghilang di belokan di ujung lorong kampus.
Raya terdiam tak bergerak. Tangannya yang dari tadi menggenggam kotak kecil berbalut warna merah tetap diam tersembunyi di balik punggungnya. Kejutan yang sudah dia siapkan gagal terwujud. Dia pun mulai berbalik dan berjalan menuruni tangga dengan langkah lemah. Ketika sampai di ujung bawah tangga, sudah ada seseorang yang menunggunya.
"Jadi dia adalah perempuan beruntung yang kamu pilih untuk mendampingimu ya, mas?" Tanya sosok wanita berambut pendek itu.
"Ya. Aku berencana untuk melamarnya hari ini. Sepertinya aku harus melakukan sesuatu." Ujar Raya.
"Mas. Memang benar ada beberapa hal yang hanya bisa dimengerti lewat tindakan. Tapi ada beberapa hal yang hanya bisa dimengerti dengan kata-kata." Kata wanita itu bijak. Raya terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu.
"Di mana cincinmu tadi? Biar aku yang mengurusnya." Wanita itu mengulurkan tangannya sebagai isyarat meminta.
"Tapi..." Raya sedikit ragu dengan apa yang akan dilakukan oleh wanita yang ada di hadapannya.
"Percayalah. Yang paling mengerti perasaan seorang wanita adalah seorang wanita." Dengan sedikit ragu, Raya pun mengulurkan tangannya yang dari tadi bersembunyi menggenggam kotak merah ke arah tangan wanita di hadapannya.
"Sekarang pulanglah dan tunggu di rumah. Siapkan kejutan kecil untuk dia." Wanita itu perlahan berjalan menaiki tangga.

++



"Wanita itu siapa yah? Jangan-jangan... wah, ternyata ayah nakal ya." Rama menyandarkan punggungnya ke kursi.
"Heh, dengerin dulu ceritanya sampe selesai." Ayah pun menyruput cappuccino yang hampir dingin kemudian meneruskan ceritanya.



++

Raya masih gelisah dengan apa yang beberapa saat lalu dialaminya. Kaki kanannya masih menghentak-hentak cepat. Sementara kedua tangannya menutupi mulutnya yang tak henti mengucapkan berbagai harapan. Dan tiba-tiba sudut matanya menangkap sebentuk gitar yang dengan penuh debu bersandar di samping lemari. Tanpa pikir panjang, Raya mengambil gitar itu dan mulai memetik dawai demi dawainya.


I know it's hard to keep an open heart
When even friends seem out to harm you
But if you could heal a broken heart
Wouldn't time be out to charm you
Sometimes I need some time...on my own
Sometimes I need some...


Lagunya terhenti. Atau lebih tepatnya Raya tak bisa melanjutkannya. Tangannya melepaskan genggaman dari gitar itu lalu menyandarkannya di samping kursi tempat dia duduk. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Raya baru saja bangkit berdiri ketika pintu terbuka dan dari baliknya muncul seseorang yang dari tadi membuatnya gelisah. Mawar.
"Mas..." suara Mawar terdengar lirih. Kepalanya tertunduk.
Raya mendekatinya lalu meraih tangan Mawar. Dia terkejut melihat kotak merah yang ada di genggaman Mawar. Kotak merah yang belum sempat tersampaikan karena kendala keadaan.
"Ini..." Raya belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena Mawar sudah keburu memeluknya. Erat.
"Maaf aku sudah salah paham. Aku tidak mau mendengarkan penjelasanmu terlebih dahulu." Kata Mawar sambil terisak. Raya pun tersenyum. Tangannya meraih punggung Mawar dan mengusap rambutnya.
"Jadi..." Raya melepaskan pelukan Mawar lalu mengambil kotak merah itu dari tangan Mawar. Raya lalu membuka kotak itu.
"Maukah kau menikah denganku?" Raya berlutut dengan satu lutut sebagai sandaran.
Sekalipun sudah tahu apa yang akan terjadi, Mawar tetap terkejut. Kebahagiaan memenuhi dirinya. Air mata sesalnya berubah menjadi air mata bahagia. Tanpa ragu, dia mengangguk lalu kembali memeluk Raya. Lebih erat.
Dari balik pintu, wanita yang dari tadi memperhatikan adegan emosional itu pun tersenyum. Happy ending seperti yang diharapkan.
"Intan, ayo kita pergi. Bukankah kita harus memberitahu ayah dan ibumu tentang kabar bahagia ini?" Ujar laki-laki di sebelahnya.
"Iya mas, akhirnya kakakku akan menikah." Ujar Intan bahagia.

++



"Gitu..." Ayah mengakhiri ceritanya.
"Ayah ternyata so sweet banget ya." Ujar Rama sambil tertawa kecil. Tapi di dalam hatinya, dia merasa bangga.
"Maka dari itu, kalo kamu memang udah ngrasa cocok sama Rissa, lebih baik segera diresmikan. Ayah percaya kalian pasti akan jadi pasangan yang serasi. Dan bisa saling menjaga sampai tua." Ayah tersenyum.
Rama tak membalas kalimat ayahnya dengan kata-kata, tapi hanya dengan sesungging senyum bahagia. Dia senang karena ayahnya sudah memberikan restu kepada hubungannya dengan Rissa. Dan dia pun semakin mantap untuk menikahi Rissa.


***


Lagu November Rain kembali terdengar memenuhi ruangan kafe yang cukup penuh. Hujan di luar yang kembali deras kembali menahan beberapa orang untuk beranjak dari tempat duduknya. Termasuk seseorang yang sedang duduk termenung di salah satu sudut.
"Sayang." Suara lembut diikuti belaian di pundaknya membuat Rama kaget.
"Ah, Rissa sayang. Maaf aku melamun. Aku sedang mengingat-ingat obrolan terakhirku dengan ayah di sini." Kata Rama sambil tersenyum.
"Hari ini 1 tahun meninggalnya ayah kam? Ayo kita berziarah ke makam beliau." Kata Rissa sambil meletakkan tangannya ke pundak Rama.
"Ya." Jawab Rama singkat.
Berjalan beriringan, Rama dan Rissa terlihat serasi. Masing-masing di jari manis kanan mereka, melingkar cincin yang serupa. Outro lagu November Rain mengantar mereka keluar dari kafe itu. Tempat yang bagi Rama tak hanya bermakna, tapi juga berharga. Tempat dia berbagi bersama ayahnya, juga tempat di mana dia menyampaikan perasaan pada Rissa. Juga 1 lagu yang akan selalu dia nanti untuk dimainkan. Lagu favoritnya. Lagu kenangan milik dan tentang ayahnya, November Rain. Dan penghujung November pun terlewati dengan berbagai cerita menuju Desember baru yang menanti untuk ditulis.


###
Share:

Sajak Untukmu #2 | For You Who Read This Words


Dear you...

Apa kabarmu hari ini? Baik kah?
Kuharap senyum tersinggung di wajahmu, juga hatimu
Dan jiwamu menderu untuk berlari maju


Jangan lagi mengutuk takdir & waktu

Meski langkahmu kadang tersandung mereka
Syukuri saja pengalaman & pelajaran baru
Meski terselubung, maknanya tetap terhubung



Pandang ke depan... ke titik horison
Lihat jarakmu darinya lalu bergeraklah ke sana
Arungi apa yang terbentang di depan
Hiasi jalan itu dengan berbagai kenangan



Tahun demi tahun dari kini hingga masa depan
Sudah tahu apa yang akan dirimu perbuat nanti?
Berhenti mengucap keluh, sesal, ataupun amarah
Mulai khawatirlah... untukmu dan mimpimu sendiri



Dari tepi jalan yang basah oleh hujan aku duduk
Menyemangatimu dengan sorak walau senyap
Berdoa agar dirimu dibimbing Sang Maha Pembimbing ke sana
Mencapai mimpimu... yang terbaik... untukmu

pic from forums.hummingbird.me


- Nur (@NVRstepback), 23
Share:

Kejenuhan, Kepalsuan, & Ingatan : Tempat Di mana Waktu Membeku

Awal November 2014

Hey... pernahkah kau merasa jenuh dengan apa yang ada di sekelilingmu? Atau... kau jenuh dengan dirimu sendiri? Hahaha... aneh ya. Aku juga sedang merasakannya saat ini. Jika tidak bisa disebut jenuh, mungkin bisa kuubah dengan kata lain. Hampa.

Mataku melihat banyak hal. Telingaku mendengar banyak hal juga. Tapi, meskipun nampak berbeda di luarnya, aku merasa semua hal itu memiliki 1 muatan yg sama. Kebohongan. Well... mungkin tak semuanya. Karena masih bisa sesekali aku merasakan apa yang disebut kejujuran. Entah yang berjubah kebijaksanaan, ataupun yang bersembunyi di dalam kepolosan.

Hahaha... kata terakhir itu cukup menggelikan. Dan cukup sulit dicari wujudnya. Bahkan lebih sulit dari kejujuran itu sendiri. Karena "kepolosan" di masa ini lebih lekat pada kebohongan. Sebagai kedok. Sebuah topeng yang menyembunyikan kebohongan. Apa kau pernah mengetahuinya? Atau justru pernah menghadapinya? Atau... justru dirimu sendiri yang menggunakannya? Pfft...

Sudahlah, jangan terlalu memikirkannya. Karena terlalu melelahkan & hanya membuang waktu. Eh, aku mengatakan waktu? Haaah... sudah banyak waktu yang berlalu. Aku cukup terpuruk jika mengingat-ingat waktu. Ada banyak hal sia-sia terekam di sana. Ya, di dalam waktuku. Errr... mungkin lebih mudah jika kusebut di dalam "ingatan"ku atau juga masa laluku. Menggelikan... sekaligus menyedihkan. Kuharap kau tak memiliki rekam ingatan yang sama "aneh" denganku.

Dan berkat ingatan yang campur aduk itu, aku pun memandang dan memperlakukan dunia serta semua yang ada di hadapanku dengan cara yang berbeda. Mungkin tak istimewa, hanya... berbeda. Memandang baik itu kebaikan dan keburukan ataupun kejujuran dan kebohongan dengan 1 cara : menjauh tak peduli. Atau... bisakah disebut apatis? Entahlah.

Namun pada akhirnya dengan semua hal yang kulihat, kudengar, kupunya, dan kubuang, aku tetap saja melangkah maju. Meskipun apa yang berdiri di depanku tampak palsu dan membuatku jemu. Setidaknya aku tahu, masih ada sedikit tempat di dalam ingatanku yang bisa kuisi dengan sesuatu yang baru.

Lalu... hingga saatnya nanti, aku akan tetap membiarkannya kosong dan jauh dari apapun yang berpijak di dunia. Tetap berada di dalam tempat di mana waktu membeku. Tak bergerak hingga ada kehangatan yang jujur, yang memang berhak untuk menempati celah kosong itu. Celah yang mungkin tak bisa dikatakan berharga, tapi... aku tahu pasti itu akan bermakna.

[-@NVRstepback-]

Tak teraba... bahkan oleh kesepian
Tak terjamah... bahkan oleh kesunyian
Terhenti... waktu yang menunggu
Beku tak berputar... ditahan asa pilu

Share:

Simple (but a bit hard) Things to Do - Act Now!

 

Pernah kepikiran buat nulis hal-hal yang harus dilakuin demi sebuah perubahan. Dan inilah beberapa hal itu... levelnya masih "easy" jadi lumayan gampang buat dilakuin, meskipun sebenernya agak susah karena harus mengubah kebiasaan. Tapi, layak buat dicoba. Karena... "kalo gak ngelakuin apa-apa, maka gak akan ada perubahan apapun yang terjadi" kan? ^^,
  1. Kalo makan gak sambil mainan gadget.
  2. Kalo lagi ngobrol gak boleh sambil utak atik gadget.
  3. Biasain bilang "maaf" kalo nglakuin kesalahan, "tolong" pas minta bantuan, & "terima kasih" pas dikasih sesuatu.
  4. Senyum, jangan manyun, & nyapa pas ketemu sama orang.
  5. Konsisten sama janji & ketetapan yg udah dibuat. Gak ada acara ngeles2an.
  6. Harus berani menghadapi masalah, demi kebaikan. Gak boleh kabur lagi.
  7. Buka hati & pikiran. Udah gak jaman lagi bertingkah cuek & gak pedulian. Speak up!
  8. STOP NGELAKUIN HAL GAK BERGUNA!
 Ready to act?
Share:

A Late Post From A Day of October...




Ketika sebuah koin dengan dua sisi yang berbeda tiba-tiba tersapu angin kencang dan terjatuh di tempat yang jauh. Dan di saat itu juga, sisi-sisi koin itu telah bertukar rupa...

Dear my other side, Z...
Bulan Oktober sudah hampir berusia 10 hari. Tanggal 27 Oktober, atau lebih tepatnya hari di mana 22 tahun lalu aku dilahirkan perlahan mendekat. Entah hal apa saja yang sudah aku lakukan selama itu. Tapi satu yang aku yakini: selalu lebih banyak hal tidak berguna yang menyedihkan daripada hal baik yang membanggakan. Ah, diriku yang memalukan...
Oh iya, 2 hari lagi aku akan mendapatkan kesempatan sidang skripsi. Kupikir sangat terlambat mengingat teman-temanku banyak yang lebih dahulu melakukannya. Dan tentu, mereka mendapatkan hasil yang bagus. Entah aku bisa seperti mereka atau tidak. Otakku seperti hampir lumpuh dengan begitu banyak hal tidak penting yang terus menerus datang. Ingatanku perlahan mulai kehilangan keseimbangan.
Dan kau pasti sudah tahu. Sehari sebelum 27, atau 26 Oktober, akan diadakan sesuatu di kampus. Ya, wisuda. Sesuatu yang sudah dinantikan oleh hampir seluruh mahasiswa terutama mahasiswa yang sudah benar-benar selesai “berjuang” selama masa kuliahnya. Dan salah satunya adalah aku. Aku yang dahulu baru mengenal seperti apa dunia perkuliahan.
Tapi perasaanku perlahan berubah. Dan... sejak beberapa bulan lalu aku kehilangan keinginan untuk merasakan bagaimana memakai baju bernama toga, topi aneh dengan tali menggelantung, dan tentu saja diwisuda. Sejak seseorang yang jarang aku perhatikan tetapi selalu memperhatikanku pergi untuk selamanya.
Hari Jumat, 16 Agustus 2013. Hari ke-2 aku di Solo setelah selama sebulan lebih bermukim di rumah sakit. Tak pernah ada perasaan gelisah sebelumnya. Hari Kamis pun, aku berangkat dari rumah dengan langkah ringan. Dan siapa yang menyangka? Hari itu aku harus berada begitu jauh dari rumah. Hal yang aku sesalkan. Sangat menyesal.
Pukul 7 pagi, handphone-ku berdering. Tanpa ada firasat buruk, aku mengangkat telepon itu. Aku harus pulang. Begitu inti dari panggilan singkat itu. Dan sepersekian detik kemudian, aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semua berkat suara gemetar menahan tangis di telepon tadi. Menangis? Tidak. Aku berusaha untuk tidak menangis dan aku cukup berhasil melakukannya dari Solo hingga Boyolali.
Tapi entah kenapa pertahananku hancur. Memang takdir air mata adalah untuk jatuh dan mengalir. Semakin dekat aku dengan rumah, semakin dadaku semakin sesak. Dan jantungku pun seolah ditindih oleh beban berat hingga hampir hancur ketika melihat apa yang ada di depan rumahku. Begitu banyak orang. Segera setelah turun dari mobil, air mataku pun pecah. Tanpa menghiraukan orang-orang di sekelilingku, aku berlari menuju ke rumah. Dan... apa yang kudapati? Tubuh kaku yang sudah dibalut kain putih terbujur kaku. Ayah.
Ah... dan setelah itu, sepertinya dunia berjalan ke arah yang berlawanan dengan sebelumnya. Mimpi dan tujuanku. Janji dan keinginanku. Semua itu perlahan memudar dari dalam kepalaku. Berganti dengan kekosongan dan kehampaan yang menyebalkan. Emosiku menguap. Membuatku tak tahu harus bagaimana. Apa yang harus aku rasakan? Sedihkah? Bahagiakah? Marah? Apa yang harus aku lakukan? Tertawa? Menangis? Tersenyum? Entah.
Sudah tak ada lagi “melakukan sesuatu dengan sepenuh hati” atau “berjuang dengan penuh semangat”. Yang ada kini hanya kepalsuan. Ya, KEPALSUAN. Senyum palsu, tawa palsu, air mata palsu, ketulusan palsu, dan semangat yang palsu. Aku menjadi seseorang yang lain. Seseorang yang sangat menyedihkan. Lebih menyedihkan dari sampah yang tak bisa didaur ulang dan akhirnya membusuk. Jauh lebih menyedihkan dari keputusasaan. Haha, sial.
Kembali ke 26. Wisuda. Sebuah perayaan keberhasilan menuntaskan kewajiban. Seseorang berkata padaku bahwa wisuda adalah sebuah kebanggaan. Cih, aku tahu itu. Bagaimana seorang anak yang telah menyelesaikan kuliah dan dinyatakan lulus akan begitu bangga ketika diwisuda. Terlebih ketika dia disaksikan oleh orang-orang yang dia sayangi. Orang-orang yang selalu mendukungnya. Ayah, Ibu, kakak, dan adik...
Aku sudah tak berminat dengan wisuda. Yang paling penting bagiku adalah segera lulus, mendapatkan ijazah, dan pergi. Tapi tentu aku tidak ingin menjadi seorang yang kurang ajar pada orang-orang di sekelilingku yang tak henti-hentinya mendukungku. Pimpinan, dosen, teman, dan sahabat. Meskipun harus berpura-pura, akhirnya aku bisa menapakkan satu kakiku di tangga keajaiban. Dan... itu artinya keajaiban itu adalah keajaiban yang tak nyata, atau lebih tepatnya keajaiban yang palsu.
Wisuda, perayaan, dan kebanggaan. Apa definisi dari kebanggaan? Apa kau tahu, Z? Tolong beri tahu aku! Lalu, apakah kebanggaan dan egoisme punya hubungan?
Ibuku pernah bertanya jauh hari, ketika kesempatanku wisuda tak ada. Apakah aku akan merasa menyesal bila tak ikut wisuda? Begitu kira-kira. Dan hatiku tertusuk. Sakit. Kenapa seperti itu? Kenapa? Padahal sebenarnya, aku sama sekali tak menginginkan wisuda itu. AKU INGIN WISUDA ITU ADALAH UNTUK AYAH DAN IBU! Agar beliau berdua bisa melihat, bahwa apa yang sudah mereka perjuangkan dengan susah payah tidak sia-sia dan membuahkan hasil. Seorang anak kurus dengan rambut acak-acakan yang memperolah gelar sarjana. Yang dengan senyum tulus akan melambaikan tangannya ke arah mereka. Dan mereka akan membalas lambaian itu dengan senyum yang indah. Lebih indah dari hal paling indah yang pernah ada di dunia ini.
Tapi apa jadinya jika semua itu akhirnya tak bisa terjadi? Ayah... aku gagal memberikan sesuatu yang bermakna baginya. Ibu... aku gagal menjadi seseorang yang tangguh seperti yang diharapkannya. Adik... aku gagal menjadi seorang kakak yang seharusnya memberikan contoh baik untuknya.
Jadi, Z... tunjukkan padaku bagaimana caranya menjadi kuat. Langkah yang harus aku ambil untuk menjadi tangguh. Z, tolong!

Dan kau tahu? Tak selamanya alter ego memiliki sifat baik sama sepertimu. Ada kalanya dia adalah kumpulan dari seluruh kegelapan hati yang kau tahan dan berkumpul menjadi satu. Menunggu waktu untuk menguasaimu...
Share:

Sebelas Januari Dua Ribu Empat Belas

Postingan Sabtu... Postingan pertama di 2014.

Hari ini masih seperti biasanya, dingin & membosankan. Menghabiskan waktu di rumah, bersih2, makan, browsing, tidur. Cukuplah untuk memotong kadar kebosanan untuk sementara waktu. Tapi ya teteplah yg namanya bosan kalo kelamaan ditahan bakalan meledak. Duh.

Yaudah sih, akhirnya cuma browsing2 gaje ke website2 absurd ato sekedar staring socmed. Dan, hal yang mayan seru kalo staring di socmed itu... bikin chaos (kerusuhan). XD. Tapi emang watak gak suka sama yang rusuh2 (cielah) akhirnya cuma staring sambil komen sekenanya.

Dan rada dongkol sih kalo ada "bocah" yang tiba2 bales komenan yang baik2 pake kata2 yang gak enak. Dongkol, tapi mau diapain lagi kalo emang gak bisa kasih respon baik, yaudah leave. Gak guna juga kasih saran nasehat baik2 kalo gak direspon baik2.

Done! Akhirnya memutuskan... eng... apa ya... ah udahlah, emang mau mutusin apa? Hubungan? Pacar aja gak ada. *krik krik krik* jadi orang biasa aja, jadi penonton yang gak banyak ngomong karena...

Good word is silver, silent is gold, but speaking in the right time is DIAMOND.  XD

Share: