Sudah Pagi Ternyata | Puisi Random

Baru aja ngobrolin sesuatu yang malu-maluin di akun socmed, eh udah mau posting lagi. =)) Ini sebuah puisi random yang saya temukan di bagian bawah TL facebook saya. Agak sayang kalau dihapus dari tabel database, jadi saya share aja deh di sini. Sebuah puisi tanpa diksi berkelas. Ya, tentu lah, saya bukan tipikal pujangga romantis yang kaya akan aksara.


Sudah Pagi

Sudah pagi ternyata
Hangat sinar mentari terasa
Singkapkan dingin malam perlahan sirna
Tapi hanya mentari... kamu tak ada

Sudah pagi ternyata
Nyaring kicau burung di luar sana
Hembuskan kesunyian yang menghampa
Tapi hanya kicau burung..  Kamu tak ada

Sudah pagi ternyata
Aku sadar sekarang aku sendirian
Kamu yang aku rindu sudah tertelan masa lalu
Maaf, aku harus bergerak maju

Ada asa pagi yang menyambutku
Ada gelap sunyi yang menemaniku
Ada perubahan yang sedang menempa aku
Ya, di depan situ ada yang sedang menungguku

Selamat pagi, masa depanku!


~ aku, 2013

https://sokocon.files.wordpress.com/2013/06/semangat-pagi.jpg
pic from sokocon.wordpress.com

Sampai jumpa lain waktu! Di masa depan yang lebih baik tentunya~ =]
Share:

Waktu, Perubahan, dan Sesuatu yang Memalukan | #RandomPost




http://www.voxpop-media.com/voxpopmedia/wp-content/uploads/2015/08/social-media-image.jpg
pic from voxpop-media.com

Akun sosial media kadang bisa sedikit lebih jujur dari pemiliknya sendiri. Terutama bagaimana berbagai status, twit, ataupun posting dari masa lalu (juga dari masa kini) yang tertulis di situ dapat memberikan sedikit gambaran seperti apa dan bagaimana keadaan pemiliknya. Heheh, kurang lebih seperti itu yang pagi ini saya rasakan. Iseng buka-buka salah satu akun sosial media yang hampir berdebu dan nemu banyak "sampah" tulisan yang membuat geli ketika dibaca.

Mungkin, mungkin ya, ketika terpikirkan pertama kali untuk menulis rangkaian kalimat itu, saya merasa kalau apa yang akan saya tulis akan terdengar keren, atau sekarang lebih populer dengan istilah "nge-feels". Haduh, iya dulu. Tapi setelah dibaca ulang kok rasanya ... agak nganu. Malu-maluin! Maka dengan sedikit tenaga dan juga kuota yang tersisa, saya pun memutuskan untuk melakukan sedikit aktivitas "bersih-bersih". Maksudnya ya sudah jelas, supaya tidak terlalu memalukan.

Tapi bagaimanapun, meski tulisan-tulisan "nganu" tersebut sudah terhapus dan hilang, tapi tentu tidak akan hilang dari ingatan orang-orang yang sudah membacanya. Hm. Jadi, pagi saya dapat sedikit pelajaran yang cukup mengena dan berharga dari diri saya sendiri. Eng... mungkin lebih tepatnya dari pengalaman saya yang satu ini, meskipun mungkin sudah mainstream, yaitu : bijaklah dalam memakai akun sosial media juga media informasi internet.

Memang, di dunia yang maya ini kita bisa dengan mudah berubah menjadi sosok yang berbeda dari kita di dunia nyata. Tapi, hal itu tidak bisa menyembunyikan kenyataan kalau sosok-sosok itu datangnya dari diri kita. Dengan kata lain, tak peduli seperti apa dan bagaimana kita bertindak, semuanya dilakukan oleh diri kita sendiri. Karena, ketika kita sudah sampai pada titik di mana kesadaran akan diri muncul, dan kemudian melihat perbuatan dan tingkah laku kita di masa lalu, akan muncul perasaan-perasaan tertentu. Biasanya sih, rasa malu (ini dalam kasus saya).

Terlepas dari bagaimana kita di masa lalu, yang sudah terjadi tidak akan bisa diulang dan diperbaiki. Cukup resapi dan dapatkan pelajaran di dalamnya. Untuk apa? Tentu untuk bekal berjalan ke depan. Maksud saya, sebagai pelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan. Kalau kamu masih suka nyepam status, twit, ataupun posting yang "memalukan", sebaiknya hentikan sekarang juga! Terutama bagi adik-adik yang masih "polos" dan meresap apa-apa yang didengar seperti spons cuci. Cobalah bayangkan apa yang akan dikatakan oleh dirimu 10 tahun dari sekarang ketika melihat seperti apa dirimu saat ini.


Memang, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Tetapi waktu jauh lebih kejam ketika menyadarkan manusia makna dari kata "berubah". Jadi? Berubahlah dengan niatmu sendiri sebelum waktu yang dengan paksa mengubah dirimu.


http://assets.kompasiana.com/statics/files/14173546392057778080.jpg
pic from kompasiana.com



~ dari sosok yang disadarkan waktu
Share:

Fujoshi, Fudanshi, dan Fantasi | #RandomPost

Sesekali deh nulis yang agak serius, tentang para pecinta BL or GL. Yep, fujoshi fudanshi. Enjoy~

https://kitsunetoneko.files.wordpress.com/2013/04/tumblr_mkimr1dx3k1r5w1wuo1_500.jpg

 "Dih, kok kamu suka banget sih sama begituan?" Randi sedikit mengernyitkan dahi tiap kali temannya yang satu ini membuka situs fanfic. Bukan karena Randi tak suka fanfic, tapi genre yang dia baca : Yaoi.
 
"Aku bosen sama yang straight. Sho-ai atau yaoi lebih dapet 'feels'-nya." Dan, kalimat sakti gadis berkacamata itu kembali terlontar. Membuat Randi bosan mendengarnya dan memutuskan untuk membuka-buka novel yang baru dia pinjam dari perpustakaan kampus.

***

Well, mungkin sebagian dari teman-teman sudah nggak asing dengan beberapa istilah yang ada di kutipan cerita tadi. Tapi pasti ada juga yang belum paham. Yaoi? Sho-ai? Itu apa? Makanan? Atau sejenis obat yang bisa menghilangkan segala penyakit dan wajib ikut seminar ini itu? Tenang, saya bukan agen obat yang sedang mencari korban eh, downline. Yaoi, bersama dengan Yuri, serta Sho-ai adalah sebutan lain dari LGBT. Eh LGBT atau LBGT sih? Ah, itu lho orang-orang yang beberapa waktu lalu berbahagia dan masang foto profil pelangi. Yap, kaum penyuka sesama jenis.

Lalu apa bedanya dengan sebutan Yaoi dan Sho-ai? Cuma beda di bahasa kok. 2 istilah tersebut umum ditemukan di media hiburan berbahasa Jepang. Kalo yang ngetren tentu saja anime dan manga. Hehe, ngeri ya? Buat teman-teman yang suka anime atau manga nggak akan asing dengan istilah itu. Tapi kali ini saya pengin ngobrol tentang orang-orang yang mirip sama cewek temannya Randi. Orang yang suka sama hal-hal yang menyangkut hubungan sejenis, atau biasa disebut fujoshi (cewek) dan fudanshi (cowok).

Sebenarnya, dari makna sebutannya sendiri sudah menunjukkan citra buruk. Kenapa? Karena huruf "fu" dari kata fujoshi dan fudanshi artinya "buruk". Tapi yang lebih disayangkan tentu hobi mereka yang suka nonton anime atau membaca manga, doujin, atau pun fanfict yang bercerita tentang hubungan sesama jenis.

Apakah mereka, fujoshi dan fudanshi, juga termasuk gay dan lesbian? Hm ... orientasi seks mereka belum tentu menyimpang, meski apa mereka tonton atau baca adalah hal-hal yang nggak lazim. Ada beberapa fujoshi yang punya cowok, begitu pula fudanshi. Mereka yang masih normal orientasi seksnya biasanya cuma penikmat yang sekedar suka Yaoi atau Yuri dan memandangnya hanya sebagai "karya". Tapi ada juga yang orientasi seksnya ikutan menyimpang. Namun ada kasus lain yang menyatakan kalau ada fujoshi dan fudanshi yang sama sekali tidak tertarik untuk menjalin hubungan.

Beberapa teman saya di dunia maya, dan semuanya cewek, adalah fujoshi. Mereka selalu membahas pairing (pemasangan karakter dengan karakter) homo favorit mereka. Pasangan ini lah pasangan itu lah, dan semuanya adalah cowok dengan cowok. Ya, homo. Dan ketika ditanya kenapa suka Yaoi, jawaban mereka hampir mirip dengan jawaban teman cewek Randi.
 
"Bosan sama cerita straight".

Ada pula alasan yang cukup unik, yaitu "awalnya nggak sengaja dan sempat shock tapi akhirnya malah keterusan".

Dan, alasan yang sedikit klise. "Kisah romantis yang pairing-nya straight tuh tai banteng!"
"Bullshit kali mbak."
"Hehe, iya itu. Nah, cerita-ceritany
a tuh terlalu muluk. Ending-nya apalagi. Dih!"
"Kok mbaknya malah curcol? Habis patah hati pasti. Hayo~" Lalu mbaknya ngunyah laptop. Nah, klise kan alasannya? Pake acara curcol, ngunyah laptop pula.

Terlepas dari keanehan (saya kurang suka kata "buruk") hobi mereka, sebenarnya ada fujoshi dan fudanshi yang punya keterampilan tinggi, terutama dalam bidang seni gambar dan seni tulis. Fanart serta doujinshi dengan kualitas gambar dan cerita yang bagus. Juga cerita fanfict dengan kualitas yang tak kalah dari penulis pro. Mereka sebenarnya keren! Meskipun karyanya ... yah begitulah.

Jadi, intinya, bukan cuma kaum LGBT yang butuh pertolongan. Para fujoshi dan fudanshi salah arah pun juga perlu dibantu. Karena, meski rasio khilaf mereka kecil mengingat cewek fujo cenderung suka homo dan cowok fudan sukanya sama lesbi, mereka tetap rentan jadi salah arah kalau masuk ke pergaulan yang salah dan nggak ada yang peduli kepada mereka.
Share:

A Secret Admirer's Admirer | Flash Fiction

Yak! Flash Fiction lagi~ kenapa flashfic lagi? Well, saya masih belajar bikin konflik. Nah, daripada bikin konflik di dunia nyata dengan ngompor-ngomporin orang, kan mending bikinnya di dunia tulis yang fiktik. Kan? Hoehehe

Title : A Secret Admirer's Admirer
Terinspirasi dari buku Relationshit-nya bang @shitlicious


A Secret Admirer's Admirer
"Cinta yang tak diungkapkan ibarat pedang bermata dua. Dia mampu membunuh dua hati sekaligus."
pic from "Ao Haru Ride" anime
Dia masih berdiri terpaku di tempatnya kini berdiri. Kalimat yang baru saja dia dengar dari seseorang yang sangat berarti baginya begitu lancar menusuk jantungnya. Sorot matanya kosong, meski ada bulir-bulir air tertahan di ujungnya. Terulas senyum getir di ujung bibirnya yang gemetar menahan kalut di dalam dadanya.

"Jadi begitu ... ya? Ah, aku benar-benar bodoh."

***

Seorang gadis dengan sweater rajut warna biru muda nampak berdiri cemas di depan pintu lusuh sebuah kost-kostan. Di tangan kirinya tergantung kantong plastik hitam berisi buah-buahan. Tangan kanannya, dengan sedikit ragu, dia angkat lalu mengetuk pintu yang warnanya memudar itu. Sesaat kemudian, pintu itu ditarik ke arah dalam. Muncul sosok pemuda yang lehernya terbelit syal dan tubuhnya terbungkus jaket tebal.

"Rara! Eh, kok di sini?" Pemuda itu kaget dengan kedatangan tamu itu. Tubuhnya menjadi terasa lebih panas.
"Hai, Rio. Aku dengar kamu sakit. Kebetulan juga aku lewat sini, jadi sekalian mampir deh." Rara menyerahkan bungkusan buah itu sambil tersenyum.
"Duh, bisa pingsan aku kalau kelamaan melihat senyum Rara," batin Rio.
"Eh, sini masuk tapi ruangannya berantakan. Hehe." Rio segera mempersilakan Rara masuk. "Mau minum apa? Biar aku pesan di warung depan."
"Aduh, jangan deh. Nanti ngrepotin. Kamu kan juga lagi sakit." Rara mencoba menolak.
"Ra, aku udah agak baikan kok," tegas Rio.
"Ya udah, teh botol aja," jawab Rara pasrah. Rio pun bergegas keluar.

Mata Rara tak henti-hentinya memandangi ruangan berukuran 3x4 meter itu beserta berbagai interior serta atribut dindingnya. Dia tersenyum simpul menyadari bahwa teman barunya ini tidak terlalu pintar dalam menata ruangan seprivat kamar. Pandangannya tiba-tiba tertuju ke tumpukan kertas di dekat kaki meja. Rasa penasarannya membuatnya meraih selembar kertas berwarna kuning pucat. Kertas itu nampak lusuh.

Rara mulai membaca kata demi kata pada kertas itu. Semakin lama dia membaca, semakin kuat pula tekanan yang dia rasakan dalam dadanya. Dia kenal betul dengan kalimat-kalimat indah itu. Dia pun hampir hafal separuhnya, karena ... dia memiliki versi utuh puisi itu yang tersimpan rapi di salah satu laci kamarnya. Air matanya mulai menetes ketika Rio tiba-tiba muncul.

"Ra ... kamu kenapa?" Tapi Rio langsung bungkam tak mengharap jawaban apapun ketika melihat apa yang sedang berada di tangan Rara saat ini. Hening datang. Mereka terdiam.
"Rara. Sebenarnya aku--"
"Kamu jahat, Rio. Kamu jahat!" Rara memotong kalimat Rio. "Kenapa harus sekarang?"
"Aku cuma nggak tahu bagaimana caranya, Ra. Kupikir dengan puisi-puisi anonim itu, aku bisa bikin kamu bahagia dan--"
"Bahagia kamu bilang? Mungkin di mata kamu aku bahagia, Rio. Tapi pernah nggak kamu berpikir lebih jauh? Di dalam sini aku tersiksa! Kamu di posisi yang lebh baik karena bisa tahu kepada siapa kamu mencurahkan cinta. Tapi bisa nggak kamu mengerti posisiku? Tiap malam aku dibuat bertanya-tanya siapa pemilik kalimat-kalimat indah itu, Rio. Aku jatuh cinta. Tapi aku nggak tahu seperti apa sosoknya. Itu benar-benar bikin aku tersiksa sendirian, Rio!" Dada Rio terasa lega sekaligus sesak mendengar kalimat-kalimat Rara. Pengakuan yang tak disangka-sangka.
"Maafin aku, Ra. Aku memang sudah lama jatuh cinta kepadamu. Aku--" Rio lagi-lagi tak sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Tapi semuanya sudah terlambat. Aku nggak mungkin menerima perasaan kamu, Rio. Terlebih setelah dengan seenaknya kamu menguburku dalam rasa penasaran yang akhirnya membunuhku. Permisi." Dengan mata sembab, Rara pergi melewati Rio yang sama sekali tak bergerak. Langkah kakinya perlahan mulai menghilang dari jangkauan indera dengar Rio. Dia pergi. Sangat jauh.

***

Dia masih berdiri terpaku di tempatnya kini berdiri. Minuman teh botol yang dia bawa terjatuh begitu saja. Menggenang di sekitar kakinya. Kalimat yang baru saja dia dengar dari seseorang yang sangat berarti baginya begitu lancar menusuk jantungnya. Sesalnya kini tak ada arti. Merutuki kebodohannya pun tak akan membuat waktu terulang kembali.

"Sepertinya menjadi seorang pemuja rahasia bukan hal yang bagus. Aku membuat dua hati yang seharusnya saling mengenal pada akhirnya mati di tempat yang saling berjauhan." Rio terduduk lesu. Malam ini dia tak bisa lagi menulis puisi untuk Rara. Dia sudah membunuh hati Rara ... dan hatinya sendiri. Mati dalam sesal yang tak seharunya terjadi, andai dia mengakui perasaannya jauh-jauh hari.

~ fin


Review-nya kak
Share:

Suatu Hari di Musim Dingin | A Flash Fan Fiction

Yosh! Ini adalah fanfict pertama saya. Kebetulan ini adalah fanfict dari fandom Hyouka, fandom yang mungkin nggak se-mainstream fandom lainnya. Dan karena ini adalah fanfict pertama yang sukses ditulis setelah cari inspirasi sambil goleran di atas kasur, pasti bakal ada banyak kesalahan. Entah itu cerita yang ngawur, typo, serta karakter yang OOC. Jadi, dengan penuh kerendahan hati, saya mohon review-nya.

Title : Suatu Hari di Musim Dingin
Type : Flash Fan Fiction
Genre : Romance, One-shot
Fandom : Hyouka
Pairing : SatoshixMayaka
Disclaimer : karakter pada cerita ini sepenuhnya milik dari sang kreatornya.


Suatu Hari di Musim Dingin

http://stuffpoint.com/hyouka/image/94988-hyouka-fukube-satoshi-ibara-mayaka.jpg
#Fukube Satoshi #Ibara Mayaka from stuffpoint.com


"Apa kau merasakannya?" Sebuah tanya terdengar dari seorang gadis berjaket pink tebal.

Tapi karena tubuhnya yang mungil, gadis itu nampak sedang dimakan oleh jaketnya sendiri.

"Fuku-chan! Apa kau mendengarku?!" Gadis berambut pendek itu menyenggol pemuda yang saat ini berjalan di sebelahnya. Membuat pemuda beriris coklat cerah itu tersentak dari lamunannya.

"Ah, maaf Mayaka. Aku tidak mendengarmu." Pemuda itu tersenyum menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Membuat wajah Mayaka memerah.

"Selalu saja begitu," gerutu Mayaka lirih. Membuat pemuda bersyal kuning itu kebingungan dengan sikap Mayaka.

Mereka kembali berjalan dalam diam. Musim dingin kali ini entah kenapa terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Terutama bagi Mayaka yang hampir dibuat membeku oleh Fukube Satoshi, cinta pertamanya, yang tak pernah mau menanggapinya dengan serius.

"Mayaka!" Terdengar teriakan yang membuat Mayaka menoleh, kembali dari lamunan. Tapi apa yang dia dapatinya adalah sekaleng kopi hangat yang mendarat tepat di dahinya yang terhalang poni. Dia meraih minuman itu, lalu mendelik ke arah Satoshi yang tak bisa menahan tawa dan terbahak sambil bersandar di mesin penjual minuman.

Segera dia mengalihkan pandangannya dari Satoshi, kemudian memegang kopi itu dengan kedua tangannya. Dia meresapi sensasi yang dia rasakan dari balik sarung tangan warna putihnya. "Tidak bisakah kau sehangat kopi ini?" bisik Mayaka, "sedikit saja ... untukku."

"Mayaka, apa kau tahu?" Satoshi menahan kalimatnya. Membuat Mayaka memperhatikannya. "Aku sedang menyukai seseorang. Sudah lama sekali, tapi aku tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku padanya."

Nafas Mayaka tertahan dan udara dingin semakin membuatnya tersekat. Dia baru saja mendengar sesuatu yang tak biasanya dari sosok Satoshi yang dia kenal tak pernah serius dan selalu bercanda. Dan kali ini, pemuda berambut spike itu memberitahunya kalau dia sedang menyukai seseorang. Dan, lagi, sama sekali tak nampak candaan dari wajah, kalimat, maupun intonasi bicaranya. Dia merasa aneh. Terlebih ketika dia merasa ada yang sedang menghantam dadanya. Sesak. Membuat matanya panas.

"Jadi ... Mayaka. Maukah kau membantuku ... berlatih?" Kali ini mereka berdiri berhadapan. Saling menatap satu sama lain dengan pengharapan yang berbeda.

"Fuku-chan bodoh." Bisikan lirih yang hampir tak terdengar dari Mayaka. Dia kemudian tertunduk. Menggeretakkan gigi agar dia tidak menangis adalah satu hal yang bisa dilakukannya saat ini.

Tanpa menghiraukan Mayaka, Satoshi nampak mengeluarkan sesuatu dari tas rajut warna kuning bergaris oranye yang selalu menggantung di tangannya. Lalu mengenakan benda itu kepada Mayaka. Sebuah topeng dengan wajah gadis yang dia sukai. Wajah Satoshi pun langsung merona merah melihat wajah pada topeng itu. Mayaka dapat dengan jelas melihatnya dari balik lubang kecil pada topeng itu.

Satoshi menarik nafas panjang. Tangannya meraih kedua tangan Mayaka, yang saat ini adalah tangan gadis yang dia suka. "Aku ... sudah lama ... menyukaimu."

Hentikan.

"Maukah kau ..."

Kumohon, Fuku-chan. Aku tak sanggup. Air mata Mayaka pun tumpah. Dia tak sanggup lagi menahannya.

"Maukah kau pergi berkencan ... denganku?" Suara Satoshi terdengar gemetar dan gugup namun begitu terasa ketulusannya. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Mayaka yang sedetik kemudian melepas paksa genggaman tangan Satoshi. Dia segera melepas topeng konyol itu dan berniat menghempaskannya ke salju di bawah kakinya ketika dia melihat wajah yang ada di topeng itu. Wajah yang sangat dia kenali.

"Fuku … -chan? Apa ... ini? Apa kau … sedang menjahiliku? Kau ... benar-benar keterlaluan!" Tangisan Mayaka tak lagi bisa terbendung. Seolah seluruh perasaannya kepada Satoshi tengah ikut mengalir keluar. Membuat Satoshi terpaku di tempatnya. Lalu tanpa kata meraih tubuh mungil relawan penjaga perpustakaan itu dan menariknya ke dalam pelukannya. Membuat tangisan Mayaka yang sempat terhenti semakin deras.

"Maaf, satu-satunya hal yang bisa kupikirkan adalah ini," kata Satoshi lembut seiring tangis Mayaka yang perlahan reda.

"Fuku-chan bodoh. Kau harus membayarnya dengan secangkir cokelat panas. Lagipula ...."

"Hm?"

"Aku tak terlalu suka kopi … apa lagi yang sudah dingin," kata Mayaka lirih sambil menatap sekaleng kopi yang hampir beku. Membuat Satoshi tertawa.

Musim dingin kali ini entah kenapa terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Tapi beberapa menit lalu sepertinya berubah menjadi musim dingin terhangat bagi Mayaka. Dia tak lagi harus membeku dan menahan perasaannya kepada Fukube Satoshi, cinta pertamanya, yang saat ini duduk di hadapannya bersama sepasang cokelat hangat. Yang beberapa menit lalu mengajaknya berkencan dengan cara yang ... agak ... pengecut. Menggunakan topeng dengan wajah gadis yang disukainya. Membuat Mayaka seperti hampir terhempas ke ujung semesta ketika tahu siapa wajah di topeng itu. Wajah seorang gadis relawan perpustakaan yang suka bicara blak-blakan dan selama 3 tahun memendam perasaannya kepada orang yang dia suka. Ibara Mayaka.

===

Maaf, cuma dikit karena emang baru bisa segitu. Gimana? Mohon kritik dan sarannya ya? ^^,
Share: