Sky Sailing - Brielle (@NVRstepback Cover)

Entah apa yang sudah merasuki tubuh dan jiwa saya, sampe-sampe saya bisa-bisanya ngrekam aksi gaje saya pas maen gitar sambil nyanyi pake cam laptop. Di-upload ke yutup pula. Astaghfirullahaladziim.. (-_____-")

Ini nih, lagunya Sky Sailing. Eh, bentar.. Pada tau Sky Sailing nggak? Nggak tau? Oh. Pengen tau nggak? Enggak? Yaudah deh. Eh, ada yang pengen tau? OK. Tau Adam Young? Owl City? Nggak tau juga? Ya ampooonnn.... (-_____-")

http://media.focusonthefamily.com/blogmedia/images/plugged-in/AdamYoungOwlCity.jpg
Penampakan Adam Young
Tuh potonya bang Adam Young.. Hah? Masih nggak tau??
Yaudah ah, kalo pengen tau tanya paman saya yang sangat pinter ajah => Paman Google..
Share:

Beat Crusaders - Moon On The Water (@NVRstepback Cover)


Pernah sekali waktu, pas pagi-pagi di kamar kost lagi males berangkat pagi. Ane nyalain laptop terus megang gitar. Lalu teringat sebuah lagu yang lumayan bagus, tapi sayangnya kurang terkenal. 'Moon On The Water' yang dinyanyiin sama sebuah band bernama 'Beat Crusaders'. Lagu ini nongol di salah satu anime berjudul 'BECK Mongolian Chop Squad' yang diadaptasi dari manga yang berjudul 'BECK'.

http://fc08.deviantart.net/fs32/f/2008/228/9/e/BECK_mongolian_chop_squad_wall_by_Omi_Niwa.jpg
Penampakan Anime 'BECK Mongolian Chop Squad'
'BECK' bercerita tentang perjuangan sebuah grup band bernama BECK yang ingin menjadi terkenal. BECK berawal dari pertemuan aneh antara Ryusuke Minami dan Yukio 'Koyuki' Tanaka, dan... Beck, anjing Ryusuke Minami. Eh eh eh, ini ane bukan maksud mau bikin ulasan tentang 'BECK' lho yaa. Malah jadi ngelantur. Kalo pengen tau ceritanya 'BECK' kayak gimana, mending langsung tanya sama paman Google aja sono. Dia pasti lebih tau.
  
Nah, akhirnya ane iseng-iseng deh nyanyi sambil jreng-jreng gaje dan ane rekam pake cam laptop. Jangan berharap suara yang merdu karena ane bukan penyanyi. This is just iseng semata.. Muihihihihi


Share:

#DearKamu | Hanya Rangkai Kata Biasa


#DearKamu …. Pernahkah kau tau? Bahwa jiwaku telah terlelap dalam dekap hatimu.. Teduh awan senja menggulung, indah pelangi memudar melihat hadirmu.. Ya, karena semua ini tentangmu. Tentang arti adamu…

Aku masih duduk di sini bersama banyak orang yang sama sekali tak kukenal. Hanya beberapa wajah yang sempat kuingat adalah wajah-wajah yang pernah kutemui semasa aku berada di bangku sekolah dulu. Aku tak begitu mengenal mereka. Bagaimana dengan mereka? Apakah mereka mengenalku? Ah… Aku tak peduli akan hal itu.

Sebuah layar LCD berukuran cukup besar yang ada di depan mulai menampilkan adegan sakral. Meskipun berada di tempat duduk paling belakang, aku masih bisa menatapnya dengan jelas dari balik kacamata minus-ku. Ya, sebuah adegan yang entah mengapa justru membuat dadaku sesak dan perih. Ada yang tak beres dengan semua ini, pikirku.

#DearKamu …. Aku ingin bertanya.. Aku  merasakan sebuah rasa. Rasa yang terasa.. Ah, aku tak tau. Aku tak mampu berkata dan mengungkapkannya. Namun seorang memberitahuku, rasa itu bernama cinta. Benarkah itu?

Frame demi frame, scene demi scene tak satupun lepas dari mataku. Ketegangan dari masing-masing pelakunya begitu terasa. Suasana yang begitu hening dan kata demi kata yang terdengar sangatlah nyata. Sejurus kemudian titik air mata menghiasi ending-nya. Dan layar LCD itu perlahan berganti kembali menjadi biru hampa.

Selesai. Tak ada lagi adegan itu. Tapi sesak dan perih masih terasa. Aneh, pikirku. Tanpa sadar ternyata aku tengah menggenggam dadaku. Ingin kulepas, tapi justru makin sakit ketika coba kulepas. Nafasku sedikit tertahan karena menahannya. Mataku pedih, meski aku tahu sama sekali tak ada debu yang menusuk mataku. Tapi ada bulir air yang terasa hampir tumpah dari sudut mata.

#DearKamu …. Janji adalah sebuah sebuah hutang. Dan aku sedang mengurai tenaga demi tenagaku membayar janjiku. Aku bertahan. Untuk janji itu. Untuk rasa yang mereka bilang bernama cinta…

Terduduk dan tertunduk lesu dalam bisu. Ada berbagai kata dari mulut orang-orang di sekitarku. Kata-kata yang sama sekali samar dan sulit kudengar. Ada apa denganku? Pikirku. Namun tetap kembali tanpa jawaban dan tanya itu tetap mengambang. Aku merasa, panca indraku seperti kehilangan fungsinya. Perlahan, tapi pasti.

Aku menegakkan pandanganku. Bergeser pelan ke arah kanan. Terhenti pada sosok wajah seorang wanita yang rasanya pernah kukenal. Berjalan pelan dengan seorang lelaki di sisi kanannya. Mereka berdua berjalan dengan padu menuju singgasana yang memang disiapkan untuk mereka. Mataku lelah dan mulai meneteskan keringat, tapi masih enggan untuk berhenti menatap wajah itu. Hey! Kenapa aku?

#DearKamu …. Lihat aku! Aku di sini berdiri dan bertahan untuk berbagi hidup denganmu. Aku lelah, tapi aku tetap di sini untukmu. Mengertilah!

Tanganku meraih sebuah benda dari saku kiri celanaku. Mataku memandang lekat. Dan… Ada aku bersama seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan wanita di singgasana itu. Ada apa? Seharusnya mereka berbeda! Tapi apakah mungkin mereka sama? AAARRGHH!! Dadaku sesak menahan teriakanku yang tak kuasa melompat keluar dari kerongkonganku.

Sial! Aku tak sanggup terus berada di sini! ..pikirku. Segera aku berdiri, dan mulai melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu. Sempat sesaat kumemandang ke arah wanita itu. Dan… Entah kenapa mata kami saling beradu. Hanya 3 detik, tapi cukup untuk menguras habis segenap darah yang ada di dalam tubuhku. AAARRGHH!!

Tubuhku terasa lemah tapi kupaksakan untuk terus berlari menjauh. Dan aku menangis.. Sial! Kenapa aku menangis? Kenapa aku harus merasa sedih? Kenapa aku merasakan rasa sakit yang sangat dalam? Kenapa?!

#DearKamu …. Aku ingin merasa bahagia. Tapi aku lebih ingin kamu merasa bahagia. Tak apa jika aku harus merasa sakit. Namun, sakit ini terlalu dan aku sudah tak mampu..

Nyanyian seorang pengamen menghentikan langkahku. Suaranya parau menyanyikan sebuah lagu yang sepertinya pernah kudengar dan begitu familiar di telingaku. Tertunduk meresapi tiap lirik dan nada yang mengalun. Makin dalam.. Makin dalam rasa sakitku. AAARRGHH!!

Ah.. Bagian refrain lagu itu. Ada apa ini? Tiba-tiba saja aku teringat pada sesuatu yang seharusnya sudah kulupakan. Kenangan itu. Kenangan yang sangat indah. Sungguh indah. Bahkan, terlalu indah dan terlalu menyakitkan. Semuanya kembali masuk dan mulai merongrong seisi otakku. Mencabik segenap jantung dan hatiku yang sudah tersayat dan hampir kehabisan darah.

Aku berjalan lesu. Dia… Sovia Larissa. Yang dulu sering kupanggil ‘Via’. Yang dulu pernah mencintaiku. Yang aku cintai… Sampai detik ini. Yang, bahkan, masih saja kurindukan dan kuharapkan. AAARRGHH!! Dan baru saja kulihat dia bersama seseorang yang lain. Mengikat diri dalam janji suci nan sakral bernama ‘pernikahan’. Ah, sial! Bodohnya aku mengharapkan dia. Semua terlambat untukku…

#DearKamu …. Aku lelah. Lelah merasakan rasa bodoh bernama cinta ini. Karena rasa ini telah menenggelamkanku pada ilusi rasa sakit yang nyata. Yang perlahan membunuhku…

Senja menaungiku. Tersenyum hangat berusaha menghibur aku. Semburat jingganya seolah berusaha menyentuh jiwa lelahku. Meski berat, aku berusaha tersenyum. Tak mungkin selamanya begini, pikirku. Ya.. Senja mengingatkanku untuk tetap berdiri dan terjaga dari lamunan tanpa tujuan. Via.. Ya, kuharap bersama lelaki itu, dia dapat meraih bahagia yang dia impikan…

 http://whitedolphinwoo.files.wordpress.com/2012/02/wpid-21437-punya-google.jpg

Senja…

Datangmu tak pernah kunyana..

Kilau jinggamu begitu sederhana..

Namun, hadirmu begitu bermakna..

Senja.. Terima kasih….
Share:

DANAU TERKUTUK | Kutukan Malam

Judul : Danau Terkutuk
Author : Anonim

http://www.weirdus.com/states/new_york/local_legends/lady_of_lake_ronkonkoma/1_small.jpg

DANAU TERKUTUK

Remi menatap langit yang gelap dan dingin. Awan hitam tebal menutupi lewatnya cahaya bulan yang biasanya menemani di setiap malam. Angin malam yang dingin berhembus kian kencang. Air danau yang dingin tak menyurutkan semangat Remi untuk menemukan benda itu.

“Oii…sampai kapan kau mau di situ? Pulanglah.” Ujar seorang nenek tua yang kebetulan lewat. Ia membawa baki yang berisi kue-kue jualan yang mungkin sudah tak laku lagi. Remi memperhatikan nenek itu sebentar lalu melanjutkan pencarian tanpa menghiraukan nasihat nenek itu.

“hey…dasar bocah tak tahu adat. Dengarkan kalau nenek bicara, atau sebenarnya kamu itu tuli dan bisu?” Ujar nenek berang karena tak dihiraukan. Remi melotot ke arah nenek tersebut, lalu pergi meninggalkan tempat itu. Si nenek terus mengomel sedemikian rupa hingga seseorang mengagetkannya dari belakang.

“Gyaa…apa-apaan kau…seenaknya muncul dan mengagetkan orang tua…” Teriak si nenek sambil memegangi dadanya yang berdegup kencang karena kaget. Seorang bocah muncul sambil tersenyum jahil.

“Hihihi…nenek tidak tahu ya kalau Remi memang tak bisa bicara? Percuma saja mengajaknya ngobrol tah dia tak akan menjawab.” Ujar bocah berambut kepang sambil memunguti kue-kue yang jatuh dari baki si nenek. Si nenek terdiam sesaat.

“Umm…jadi namanya Remi? Ngomong-ngomong kau tahu apa yang dia cari?” Tanya nenek itu penasaran. Si bocah berkepang tadi tersenyum dengan ekspresi datar.

“Suatu pengharapan yang percuma.” Ujar Bocah itu sambil meninggalkan nenek itu sendirian di tepi danau. Si nenek hanya terbengong-bengong tak tahu maksud bocah kecil tadi.

Keesokan malamnya, si nenek pulang melewati tepi danau itu lagi. Ia tak menyangka Remi masih mencari sesuatu di tempat yang sama. Badannya basah terkena lumpur danau yang kotor.

“Hey nak…maaf kemarin nenek berkata kasar seperti itu.” Ujar si nenek sambil duduk di sebuah batu yang besar di dekat pohon pisang. Remi menengok sebentar lalu membalasnya dengan senyum pertanda dia memaafkan nenek itu. Si nenek merasa lega dan menawari kue jualannya yang ia bawa.

“Kau mau? Ini sebagai tanda maafku.” Ujar si nenek ramah. Remi menggeleng dan terus mencari sesuatu di dasar danau. Si nenek semakin penasaran dengan apa yang dicari Remi. Ia melepaskan sandalnya dan hendak masuk ke air danau yang dingin untuk membantu Remi. Tiba-tiba sebuah lengan kecil menahannya.

“Sebaiknya nenek tak usah ke sana.” Ujar bocah berkepang yang kemarin mengagetkannya. Si nenek menoleh dengan wajah bingung.

“Kenapa aku tak boleh membantunya? Kasihan dia, bukankah barang yang dicarinya begitu penting sampai ia terus mencarinya hingga malam begini?” Tanya si nenek sambil menatap Remi yang masih sibuk sendiri. Si bocah berkepang melepaskan tangan si nenek.

“Bukannya mencari hingga malam, tapi mencari ketika malam…” Ujar anak tersebut sambil menyomot kue yang ada di pinggir batu. Si nenek baru menyadari hal tersebut. Ia tak pernah bertemu Remi sebelumnya. Ia juga menyadari bahwa ia hanya bertemu Remi ketika malam hari di saat bulan tertutup awan. Jika dipikir-pikir, kenapa ada orang yang mencari barang di danau pada malam hari? Bahkan tanpa penerangan sedikitpun? Harusnya, jika barang itu begitu penting ia bisa mencarinya ketika siang hari saat matahari bersinar? Kenapa ia tak mencari di siang hari? Pikiran nenek penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab. Si nenek mendekati Remi yang masih sibuk mencari. Nenek tersebut menepuk punggung Remi dan ketika Remi menoleh.

“Gyyaa….” Teriak si nenek kencang. Tubuhnya kehilangan keseimbangan dan jatuh di air danau yang dingin dan kotor. Ia telah melihat sesuatu yang mengerikan. Tepat pada saat Remi menoleh. Awan yang menutupi bulan bergeser sehingga sinarnya menerangi wajah Remi yang ternyata tak memiliki separuh wajah.

Si nenek berusaha melarikan diri namun tangannya dicengkram begitu kuat sampai-sampai kulit pergelangan tangannya yang sudah keriput itu terkelupas. Si nenek mengerang kesakitan namun Remi tak memperdulikan hal itu. Ia malah semakin kencang menarik lengan nenek yang sudah lemah itu.

“Tolong…tolong…” Ujar si nenek meminta bantuan bocah berkepang yang masih duduk dengan tenang di atas batu. Bocah itu tersenyum sambil memakan kue milik nenek yang masih tersisa di bakinya.

“Wah selamat ya kak…akhirnya dapat tubuh baru juga…” Ujar si bocah berkepang sambil terkikik kencang. Tubuh nenek tua sudah menghilang. Remi menghisapnya ke dalam tubuhnya. Bajunya berlumur darah segar dan lumpur danau sehingga menimbulkan aroma yang tak sedap.

“Hihihi…yah…walau sedikit tua tapi bisa memperpanjang umurku 5 tahun lagi…hihihi…” Ujar Remi sambil menjilati darah si nenek yang menempel di tangannya. Bocah berkepang itu berdiri dan mendekat ke arah Remi.

“Walau tubuh asli kakak tak ditemukan hingga sekarang, aku bahagia kakak tak meninggalkan aku…” Ujar bocah berkepang itu sambil memeluk Remi.

“Tentu…aku tak mungkin meninggalkanmu…5 tahun lagi ayo cari tubuh baru yang lebih muda… Untuk kelangsungan hidup kita…” Ujar Remi sambil menata langit yang kembali menjadi gelap gulita. Gadis berkepang itu memeluk erat kakaknya lalu bersamaan dengan munculnya bulan mereka menghilang di balik keheningan malam yang di buat-buat itu.

--Selesai(?)--

Gimana? Boring? Jelek? Nggak mudeng? Ancur? Silakan tulis di kotak komentar yakk.. :)
Share: