Tampilkan postingan dengan label repost. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label repost. Tampilkan semua postingan

TRUTH, LIE, & SECRET | Cerpen



Cerita lama. Mungkin udah banyak yang baca. Tapi daripada nganggur di dalem harddisk, mendingan di post di sini aja. Yaudah daripada kelamaan, silakan dibacaa... ^^,

TRUTH, LIE, & SECRET

Udara malam makin terasa dingin. Namun Tara, Choky, Gea, dan Riska masih asyik duduk bersama di dekat api unggun. Malam ini mereka sedang mengadakan kemah untuk mengisi liburan semester mereka. Meskipun hanya berempat, suasana terasa sangat ramai. Dari ngobrol, bercerita, bahkan bernyanyi bersama sudah mereka lakukan. Lama – lama, mereka pun merasa jenuh. Tiba – tiba Choky mendapatkan sebuah ide menarik.
“Eh guys, gue ada ide nih. Biar ngantuk ilang.” Celetuk Choky. Hal ini pun membuat yang lain penasaran.
“Ide apaan Chok? Tapi jangan yang aneh – aneh lho. Haha” Tanya Tara setengah meledek.
“Ya elah, loe suka ngeledek gue Tar. Ya nggak lah. Gimana nih, pada mau tahu nggak?” jawab Choky.
“Emmm. Emang apaan sih Chok? Jadi penasaran nih.” Timpal Riska.

“Iya. Tapi awas ya, kalo nggak asyik.” Gea menambahi.
“Oke lah. Loe gimana Tar?” Tanya Choky ke Tara.
“Iya deh iya. Gue mau tahu. Seberapa asyik sih ide loe.” Jawab Tara.
“Oke, gimana kalo malam ini, kita buka – bukaan nyeritain rahasia? Berani nggak?” Choky pun melontarkan idenya. Mendengarnya, Tara, Gea, dan Riska setengah terkejut. Beberapa kali mereka menoleh ke satu sama lain.
“Kok buka – bukaan rahasia sih? Nggak ada yang lain?” Tanya Tara. Mendengarnya, Choky langsung tersenyum.
“Ya, ini kan sekedar ide biar kita nggak jenuh.” Jawab Choky ringan.
“Terus maksudnya apaan?” Tanya Tara lagi.
“Maksudnya, ya biar kita bisa sharing, cerita sebuah rahasia yang selama ini kita pendam dalam hati. Biar bisa ngerasa plong. Kita kan udah sahabatan sejak lama. Jadi, nggak ada salahnya kan buka rahasia ke sahabat sendiri. Gimana?” jawab Choky.
“Wuih… asyik banget ide loe. Gue ikut deh.” Jawab Gea dengan penuh semangat.
“Gue juga deh. Kayaknya bakal seru nih.” Riska pun juga ikut.
“Oke, gue layanin deh. Yuk mulai.” Tara pun akhirnya mau ikut.
“Sip. Karena kalian udah pada mau, sekarang kita mulai. Dari siapa dulu nih?” Tanya Choky.
“Eh gimana kalo diundi aja?” kata Riska sambil melihat sekeliling. Dia pun mengambil sebuah botol kecap yang sudah kosong. “Pake ini nih.” Lanjut Riska.
“Semua siap?” Tanya Riska. Semuanya hanya mengangguk. Terlihat raut serius dari wajah mereka.
Tampaknya akan terjadi hal menarik. Riska pun memutar botol itu di tengah – tengah mereka berempat yang duduk melingkar. Botol berputar dengan cepat, tapi perlahan melambat dan terus melambat. Dan botol pun berhenti. Ujung botol itu mengarah ke Choky. Tara, Gea, dan Riska pun menghela nafas lega.
“Nah, giliran pertama loe, Chok. Ayo, rahasia apaan yang bakal loe buka ke kita.” Tantang Tara.
“Oke, karena gue dapet giliran pertama, gue bakal langsung ke intinya.” Kata Choky. Choky pun menghela nafas panjang. Dia sempat memejamkan mata sejenak sebelum kemudian melanjutkan ceritanya. Ketiga sahabatnya pun memperhatikan dengan penuh seksama.
“Gue pernah ngelari’in duit kuliah yang dikasih sama nyokap gue.” Choky pun memulai ceritanya.
“Wah, gila loe. Nyokap loe kan tinggal sendirian sama loe. Tega banget. Sih.” Gea berkomentar.
“Iya, emang buat apaan, Chok? Jangan bilang kalo tu duit loe pake buat beli drugs.” Tara pun ikut menyampaikan komentar.
“Ya nggak lah. Gila kali gue mau make barang kayak gituan.” Sanggah Choky.
“Terus tu duit loe pake buat apa dong?” Tanya Riska.
“Ya, kalian semua tau kan kalo gue tu penggila game. Nah, tu duit gue pake buat beli game – game yang baru keluar. Tapi akhirnya, gue nyesel juga karena udah ngelakuin hal itu.” Terang Choky sambil setengah menunduk.
“Ya udah lah. Kalo loe nyesel. Berarti, loe harus janji kalo loe nggak bakal make duit kuliah loe buat hal yang nggak perlu. Oke?” kata Riska menyemangati Choky. Tara dan Gea pun mengangguk membenarkan kata – kata Riska.
“Thanks ya guys. Gue janji, gue nggak bakal ngelakuin hal itu lagi. Kapok deh pokoknya.” Jawab Choky sambil tersenyum.
“Oke, sekarang kita lanjut lagi. Kata Choky yang kemudian memutar botol itu.
“Loe bener, Tar. Sebenernya, duit itu gue pake buat beli drugs. Gue sempet kejebak sama benda laknat itu. Tapi, karena ada kalian gue akhirnya sembuh dan berhenti jadi pemake. Dan gue janji, gue nggak bakal terjerumus lagi ke jurang itu. Demi kalian, sahabat – sahabat terbaik gue.” Bisik Choky dalam hati sambil tersenyum bahagia.
Botol pun kembali berputar. Mereka berempat kembali terdiam, menunggu giliran siapa selanjutnya. Secara perlahan, botol pun melambat, melambat, dan melambat. Dan berhenti. Gea yang mendapat giliran selanjutnya.
“Nah, sekarang giliran loe, Gea.” Kata Choky. Tara dan Riska mengelus dada mereka. Gea terlihat agak kebingungan.
“Ayo, Gea. Waktunya buka rahasia.” Goda Tara.
“Mmmm.. rahasia apa ya. Eng, oke deh.” Kata Gea. Gea menarik nafas panjang.
“Oke, gue bakal ngomongin rahasia gue. Rahasia yang mungkin memalukan.” Kata Gea memulai ceritanya. Tara, Riska, dan Choky pun mengernyitkan dahi.
“Memalukan? Emang apaan?” Tanya Riska.
“Iya. Gue pernah nge-date sama cowok yang udah punya cewek. Dan ceweknya cowok itu temen kuliah gue.” Terang Gea.
“Gila. Berani banget loe. Trus, cewek itu tahu nggak?” Tanya Choky. Gea menggelengkan kepalanya.
“Ceweknya nggak tahu. Ya, sebenernya gue ngerasa bersalah juga sih. Tapi, mau gimana lagi. Gue nggak bisa tahan perasaan gue tiap ketemu sama tu cowok. Dianya juga kasih respon positif ke gue.” Kata Gea.
“Wah, kalo jadi tu cewek, udah marah sampe ubun – ubun gue. Hahaha” kata Riska.
“Trus, hubungan loe sama tu cowok?” giliran Tara yang bertanya.
“Nggak tahu lah, guys. Sekarang gue lagi ngejauh dari dia. Kalo emang tu cowok emang bener - bener serius sama gue, mungkin bakal lanjut.” Jawab Gea.
“Emang tu cowok siapa sih?” Tanya RIska.
“Eng, ada lah. Kalo untuk yang satu itu gue nggak bisa kasih tahu. Sorry.” Jawab Gea sambil tersenyum.
“Huuu. Masih jadi rahasia dong. Ah, Gea nggak asyik nih.” Kata Choky. Gea hanya tersenyum mendengar perkataan Choky.
“Sorry banget, ya Riska. Sebenarnya, cowok yang gue maksud tu Anton, cowok loe. Dan cewek itu adalah loe Riska. Sorry banget kalo gue udah nusuk loe dari belakang. Tapi, gue nggak mau sampe loe tahu, karena gue nggak mau loe marah sama gue, karena loe adalah sahabat dekat gue sejak dulu.” kata Gea dalam hati, sambil melirik Riska yang sedang ngobrol dengan Choky dan Tara.
“Ya udah lah. Sekarang tinggal gue sama si Tara nih yang belum. Karena tinggal kita berdua, gue duluan aja deh.” Kata Riska.
“Wow, beneran nih Ris?” Tanya Tara.
“Iya, nggak papa kok.” Jawab Riska sambil tersenyum.
“Sip lah. Yuk, segera kita mulai. Hehe.” Kata Choky.
“Rahasia yang bakal gue certain ini tentang gue dan Anton.” Kata Riska.
“Hah? Loe sama Anton? Ada apa, Ris?” Tanya Gea.
“Iya, ternyata perasaan gue ke Anton tu semu.” Jawab Riska.
“Semu? Maksudnya apaan?” Tanya Tara. Riska menghela nafas.
“Iya, perasaan gue ke Anton selama ini cuma sesaat. Gue ngerasa kalo Anton nggak bisa ngisi hati gue. Hati gue masih diisi sama seseorang dari masa lalu gue.” Jawab Riska yang kemudian menunduk.
“Terus, si ‘seseorang’ itu gimana? Nggak loe kejar?” sekarang Choky yang bertanya.
“Sekarang dia udah punya cewek. Dan gue nggak pengen ngerusak hubungan dia sama ceweknya, meskipun sampe sekarang gue masih ngarepin dia.” Jawab Riska.
“Terus, si Anton mau loe apain?” Tara bertanya lagi.
“Gue bakal putusin dia. Toh, nggak ada gunanya pacaran sama orang yang nggak gue suka. Daripada dia terluka setelah tahu perasaan gue yang sebenarnya.” Jawab Riska. Gea terlihat agak kaget mendengar jawaban Riska.
“Ada apa, Gea? Kok loe kaget gitu?” Tanya Riska ke Gea.
“Eng, nggak kok. Gue kaget aja, kan kalian berdua udah mesra banget.” Jawab Gea agak kelabakan. Tapi, di dalam hatinya, dia merasa senang karena Riska ternyata tidak menyukai Anton.
“Oh, mungkin Anton bukan jodoh gue, Gea.” Kata Riska sambil tersenyum ke Gea.
“Gea, gue tau kok loe udah lama banget suka sama Anton. Tapi karena ada gue, akhirnya loe gagal deket sama dia. Dan kalo emang yang loe ceritain tadi adalah Anton dan gue, gue rela kok. Semoga kalian bisa segera jadian dan saling menjaga satu sama lain.” Kata Riska dalam hati sambil tersenyum melihat Gea.
“Terus, ‘seseorang dari masa lalu’ loe tu siapa, Ris?” Tanya Tara penasaran.
Mendengar pertanyaan Tara, Riska tak menjawabnya. Dia hanya melempar senyum ke Tara sebagai jawaban.
“Rahasia lagi, nih?” tiba – tiba Choky bersuara. Riska pun tersenyum.
“Yaah. Riska nggak asyik. Tapi Ris, kayaknya gue tahu deh siapa ‘seseorang dari masa lalu’ itu.” Kata Choky sambil melirik ke arah Tara.
“Ah, apaan sih loe, Chok. Ngaco aja.” Kata Riska sambil menepuk pundak Choky.
“Tapi, loe bener, Choky. ‘seseorang dari masa lalu’ itu emang Tara. Udah sekian lama gue gonta – ganti cowok buat ngelupain si Tara, tapi gue tetep nggak bisa ngilangin dia dari hati gue. Gue pengen banget bisa sama – sama dia lagi, lebih dari sekedar sahabat. Tapi, gue sadar kalo sekarang Tara udah sama Jessica. Sosok cewek yang sempurna banget buat cowok kayak Tara. Jadi, mungkin perasaan gue bakal terpendam selamanya di hati gue.” Kata Riska dalam hatinya.
“Udah udah. Sekarang giliran gue kan buat cerita?” kata Tara. Riska, Choky, dan Gea pun diam.
“Oke, sekarang gue bakal ceritain rahasia gue. Tentang hubungan gue sama Jessica.” Kata Tara memulai ceritanya.
“Loe sama Jessica ada apa, Tar?” Tanya Choky penasaran.
“Gue udah putus sama Jessica, Chok.” Jawab Tara.
Choky, Gea, dan Riska yang mendengar jawaban Tara pun sontak kaget. Tara putus dengan Jessica, padahal mereka sudah cukup lama menjalin hubungan. Tapi, mungkin yang paling kaget adalah Riska. Dalam hati Riska, kini muncul harapan untuk bisa bersama Tara seperti yang dia inginkan.
“Berarti sekarang loe ngejomblo, gitu?” Tanya Choky lagi.
“Iya, Choky.” Jawab Tara tenang.
“Ada kesempatan nih, Ris. Hahaha” Goda Choky ke Riska sambil berbisik. Mendengarnya, Riska hanya tersenyum malu.
“Tapi, Tar. Kok loe bisa putus sama Jessica sih? Dia kan cewek yang baik banget?” Tanya Riska.
“Jessica emang cewek yang sempurna. Pokoknya, dia tu cewek idaman para cowok. Tapi, apalah artinya cewek idaman kalo hati nggak mendukung. Gue nggak pernah bener – bener suka sama Jessica.” Jawab Tara.
“Terus, buat apa loe macarin Jessica kalo loe nggak suka sama Jessica?” Tanya Gea.
“Buat status doang. Gue kira perlahan – lahan gue bakal bisa suka beneran sama si Jessica. Tapi, kenyataannya lain. Gue nggak pernah bisa suka sama Jessica, betapapun baiknya dia ke gue. Akhirnya gue putusin dia. Sebelum semuanya terlambat.” Jawab Tara.
“Terlambat gimana maksud loe?” Tanya Gea lagi.
“Sebelum Jessica tahu kalo ada cewek lain di hati gue.” Jawab Tara sambil melihat ke arah Riska. Tanpa disadari, Riska pun melirik ke arah Tara. Tara pun sempat gelagapan, tapi akhirnya bisa mengendalikan dirinya lagi.
“Emang, cewek itu siapa sih, Tar? Kalo boleh tahu?” Tanya Choky sambil menyenggol Riska.
“Dia temen deket gue.” Jawab Tara sambil tertunduk malu.
“Temen deket? Siapa Tar? Apa yang loe maksud gue?” Tanya Riska dalam hati. Dia ingin melontarkan pertanyaan itu, tapi dia tak punya cukup keberanian untuk menanyakannya. Dia hanya bisa memandangi Tara yang ada di hadapannya.
“Tar, sebutin namanya dong. Penasaran nih gue. Tadi si Gea sama si Riska udah rahasia. Masa loe juga mau rahasia’in sih.” Kata Choky memohon ke Tara. Mendengar permohonan Choky itu, Tara hanya tersenyum.
“Iya, nih Tar. Kasih tau kita kenapa sih. Siapa tahu kita kenal.” Gea ikut bertanya.
“Tanpa harus gue kasih tahu, kalian nantinya bakal tahu siapa yang gue maksud.” Jawab Tara sambil memandang ke arah Riska.
Tatapan mata Tara bertemu dengan tatapan mata Riska yang dari tadi melihat ke arah Tara. Tampaknya, karena hal itu Tara dan Riska terlihat gelagapan tak mampu mengendalikan diri. Mereka pun jadi salah tingkah. Gea dan Choky yang melihat hal ini pun akhirnya tahu. Mereka pun hanya tersenyum.
“Tambah dingin aja ya.” Celetuk Tara sambil membenarkan jaket yang dipakainya.
“Bikin kopi aja yuk, pasti anget.” Kata Gea.
“Yuk. Gue ambil kopinya dulu.” Kata Choky yang kemudian pergi ke tenda mengambil beberapa sachet kopi instan.
“Tara, aku bikinin ya.” Kata Riska menawari Tara.
“Eh, iya deh Riska.” Jawab Tara sambil tersenyum ke Riska.
“Ciee.. ciee.. mesranya.” Kata Choky dan Gea kompak. Riska dan Tara pun hanya tersipu malu.

Malam ini makin terasa dingin menusuk tulang. Namun, hal itu tidak dirasakan oleh Tara, Choky, Gea, dan Riska. Di hati mereka kini yang ada hanyalah rasa lega karena telah menuturkan sebuah rahasia yang telah mereka pendam. Ya, meskipun masih ada rahasia besar dibaliknya yang tak ingin mereka sampaikan dan tetap mereka simpan sebagai rahasia. Tapi, itu sudah cukup membuat beban di dalam hati mereka sirna. Karena terkadang, rahasia harus tetap menjadi rahasia hingga rahasia itu sendiri yang muncul dan menampakkan dirinya.


[ENDED]
Share:

And.... Yes, It's You!




Halo, pembaca NVRstepback. Ada posting baru nih, tapi materi lama. Dan... Lama banget kayaknya, karena ini satu dari beberapa cerpen yang gue tulis pas pertama kali kenal dunia menulis, jadi yaa.. masih belepotan... *pipi merah*
Ada sedikit edit sana-sini, tapi gak ngurangin ceritanya... Yuk cusss dibaca :D


And.... Yes, It's You!

Arya adalah pemuda berusia 18 tahun. Dia baru saja masuk ke perguruan tinggi. Di tempat barunya, Arya termasuk anak yang kurang bisa beradaptasi dengan cepat sehingga belum memiliki teman. Satu – satunya teman adalah Ari. Teman sejak kecil. Meskipun tidak pernah satu sekolah, Arya dan Ari sangat akrab karena selalu bermain bersama sejak kecil. Dan meskipun kini mereka satu kampus, mereka mengambil jurusan yang berbeda. Arya berada di jurusan Seni Rupa karena dia suka melukis. Sedangkan Ari memilih teknik mesin. Dan ketika cinta menguji ikatan persahabatan mereka…
***
Seperti biasa, setiap hari Senin Arya masuk pagi karena ada jadwal kuliah jam 8. Dan kebetulan, dosennya yang bernama Pak Tono sangat galak sehingga banyak mahasiswa yang memilih datang lebih pagi daripada harus terlambat. Sialnya bagi Arya, jam 7.30 dia masih belum sampai di kampus karena ban motornya pecah di tengah jalan. Dia harus pergi ke tukang tambal ban untuk menambal ban yang pecah. Saat diliriknya arloji yang ada di tangannya, sudah jam 7.50! “Mati aku. Bisa habis kalau nggak buruan nyampe kampus.” Gerutu Arya dalam hati. Saat sedang bingung memikirkan nasibnya, ada suara yang memanggilnya.
“Arya!” ternyata itu suara Ari. Arya segera menoleh ke arah Ari.
“Eh, Ari! Untung aja loe dateng. Loe mau ke kampus kan?” Tanya Arya.
“Iya. Ada apa? Motor loe kenapa?”
“Ban motorku pecah. Udah ah, yuk buruan cabut. Udah telat nih.”
“Oke bos.”
Ari langsung tancap gas menuju ke kampus. Dan, sesampainya di kampus Arya mendapat kabar bahagia. Ternyata Pak Tono tidak masuk dan hanya menitipkan tugas. “Alhamdulillah, terima kasih ya Allah.” Batin Arya. Dia bisa tenang karena tidak perlu memperoleh sanksi dari Pak Tono. Kini, yang jadi masalah adalah bagaimana dia harus menyelesaikan tugas yang diberikan Pak Tono karena waktu pengumpulannya tinggal 1 jam lagi. Setelah memutar otak beberapa saat, dia pun memilih untuk meniru pekerjaan teman lainnya.
Setelah menyelesaikan tugas dari Pak Tono, dia berniat meminta tolong ke Ari untuk mengambil motornya ke tukang tambal ban. Dia bergegas pergi ke bengkel praktek teknik mesin untuk menemui Ari. Tapi, di sana dia tidak bisa menemukan Ari. Teman – teman Ari bilang kalau Ari sedang ke kamar mandi. Tanpa pikir panjang, Arya langsung berlari menuju ke kamar mandi. Tapi, saat masih kurang beberapa meter dari kamar mandi, dia melihat Ari yang keluar dari kamar mandi cewek. “Ha? Kamar mandi cewek? Gila ni anak.” Batin Arya.
“Eh, Ri. Ngapain loe dari kamar mandi cewek? Hayo, abis ngintip ya?” goda Arya.
“Ih, apaan sih. Ya nggak lah.” Jawab Ari yang sudah mengepalkan tinjunya bersiap memukul Arya.
“Hahaha dasar anak aneh. Masak cowok make kamar mandi cewek.”
“Air di kamar mandi cowok mati. Jadi aku pake kamar mandi cewek. Lagian nggak ada orang,” balas Ari memberi alasan.”Oiya, ngapain loe nyariin gue? Tumben – tumbenan.”
“Hehe. Gini Ri, gue mau minta tolong. Anterin gue ke tukang tambal ban yang tadi ya. Gue mau ambil motor nih.” Kata Arya agak memelas.
“Huuu dasar. Ternyata ada maunya. Ya udah, ntar gue anterin tapi tunggu gue selesein tugas dulu. Bentaran. Paling 15 menit kelar. Gimana?” jawab Ari.
“Eng. Iya deh. Aku tunggu di depan gerbang ya.” Kata Arya sambil berlalu. Melihat Arya pergi, Ari hanya tersenyum sambil kembali ke bengkel praktek.
Arya sudah ada di gerbang menunggu Ari datang. Selama di situ, dia merasa agak jenuh. Sampai dia melihat sosok cantik yang berjalan melewatinya. Devi, teman sekelasnya. Memang Arya jatuh cinta kepada Devi, tapi dia tidak berani mengungkapkannya karena Devi adalah salah satu cewek paling popular di kampus. Selain cantik, dia juga kaya. Sehingga Arya hanya mampu mengaguminya.
“Tiiinn!” tiba – tiba lamunan Arya buyar ketika suara keras klakson motor Ari terdengar.
“Eh, loe Ri. Ngganggu orang aja.”
“Alah kerjaan loe Cuma ngliatin Devi aja. Kalo berani, tembak langsung.” Tantang Ari.
“Ah, gila loe. Gue sama dia kan beda Ri.” Kata Arya lemah.
“Haha. Ntar gue samber duluan baru nyesel. Galau.” Ejek Ari.
“Ya ambil aja sono kalo loe emang mau." Kata Arya dengan nada emosi.
"Alah, gitu aja ngambek." Goda Ari.
"Ah, udah lah. Yuk buruan anterin ke tukang tambal ban tadi.” Kata Arya mengalihkan pembicaraan.
Ari pun segera mengantarkan Arya ke tukang tambal ban. Setelah mengambil motornya, Arya mengajak Ari makan sebagai ucapan terima kasih. Di warung makan, Arya mulai membicarakan tentang Devi.
“Ri, loe pasti tahu kalo gue suka banget sama Devi. Apalagi, Devi sekarang lagi jomblo. Tapi gue nggak berani ngungkapin perasaan gue. Gimana ya, Ri?” kata Arya setengah melamun. Ari tak langsung menjawab. Terlihat, wajah Ari menampakkan rasa sedih. Dia menunduk menyembunyikan kesedihannya.
“Eh, Ri. Jawab dong. Malah nunduk.” Kata Arya sambil menepuk pundak Ari.
“Loe kasih dia lukisan bikinan loe aja.” Jawab Ari singkat. Tanpa melihat ke arah Arya.
“Wah, ide brilian tuh. Makasih, Ri.”
Selesai makan, Arya langsung pulang menuju ke belakang rumah. Tempat dia biasa melukis. Dengan foto Devi yang dia miliki, dia mulai mengayunkan kuasnya ke kanvas putih di hadapannya. Setelah berapa lama, sebuah lukisan wajah Devi selesai dibuatnya. Dalam hati, dia akan menyatakan perasaannya ke Devi sambil memberikan lukisan ini. Sebenarnya, sudah ada beberapa lukisan Devi di tempat itu. Tapi, Arya merasa kalau lukisannya yang baru saja selesai lebih mewakili perasaannya ke Devi.
Keesokan harinya di kampus, Arya sudah sampai di kampus sambil membawa sesuatu yang tertutup kain putih. Dia duduk di kelas menunggu kedatangan Devi. Tak berapa lama, Devi yang dia tunggu datang. Dengan agak gugup, dia mendekati Devi. Devi yang sadar ada seseorang di belakangnya langsung berbalik.
“Eh, kamu Arya. Ada apa?” Tanya Devi.
“Dev, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Sesuatu yang penting.” Arya langsung mengutarakan maksudnya.
“Aku suka sama kamu Dev. Mau nggak kamu jadi pacar aku? Tolong terima lukisan ini sebagai lambang perasaanku ke kamu. Kalo kamu terima aku, simpen lukisan ini. Kalo kamu tolak aku, kamu boleh buang atau bakar sekalian lukisan ini.”
Mendengar pernyataan Arya, Devi agak kaget. Kemudian dibukanya kain penutup lukisan itu. Saat melihat lukisan itu, Devi tersenyum dan kemudian berkata,”lukisan ini aku terima. Begitu juga perasaan kamu ke aku. Aku mau jadi pacar kamu.”
Mendengar jawaban Devi, Arya langsung tersenyum puas. Dia merasa senang karena ternyata perasaannya diterima oleh Devi. Saking senangnya, Arya tak tahu kalau ada sosok lain yang melihat kebahagiaannya. Sosok itu adalah Ari. Dari tadi, Ari sudah memperhatikan Arya dan Devi. Dan melihat Devi menerima pernyataan cinta Arya, hati Ari serasa tertusuk pedang tajam. Terasa sakit. Dia pun bergegas pergi dari situ.
Arya yang sedang bahagia langsung mencari sahabatnya, Ari untuk membagi rasa bahagianya itu. Dengan mudah, Arya menemukan Ari yang sedang menikmati semangkuk bakso di kantin kampus.
“Ari.” Sapa Arya dengan nada ceria.
“Eh, loe Ar. Ada apa? Seneng banget.” Jawab Ari datar sambil menghabiskan bakso yang ada di hadapannya.
“Devi nerima gue, Ri. Hahahaha.” Terang Arya sambil tersenyum dan tertawa girang. Ari hanya menanggapinya dengan senyuman kecil.
“Selamat deh buat loe. Semoga hubungan kalian bisa lancar.” Ucap Ari dengan nada datar.
Selanjutnya, hari – hari Arya dihabiskan untuk berdua bersama Devi. Melukis Devi, dan hal – hal lainnya. Sampai pada suatu hari, beberapa jam sebelum pesta ulang tahun Devi. Arya di rumahnya ditemani Ari membuat lukisan sebagai hadiah ulang tahun Devi. Arya dengan serius mengerjakan lukisan itu. Ari yang duduk di samping Arya memandangi Arya yang sedang serius mengayunkan kuas ke kanvas gores demi gores.
“Selesai.” Kata Arya ketika pekerjaannya telah selesai.
“Yuk, Ri kita ke tempat pestanya Devi.” Ajak Arya ke Ari sambil merapikan lukisannya.
“Yuk.” Jawab Ari singkat.
Mereka berdua segera pergi menuju rumah Devi. Sesampainya di sana, suasana sangat ramai. Arya sempat bimbang ingin masuk. Tapi, saat melihat Devi yang ada di luar, dia langsung bergegas masuk. Ari tidak ikut masuk. Dia hanya memperhatikan Arya yang perlahan mendekati Devi sambil membawa lukisan hadiah ulang tahun untuk Devi. Setelah dekat dengan Devi, Arya melihat Devi sedang dikerumuni beberapa cowok yang memberikan hadiah kepada Devi. Pada saat itu, Arya memanggil Devi.
“Dev, aku ada hadiah buat kamu.” Kata Arya sambil berjalan perlahan agak mendekat.
“Eh, kamu Arya. Taruh di situ aja.” Jawab Devi sambil sibuk ngobrol dengan beberapa cowok di sekelilingnya. Mendengar jawaban Devi, Arya langsung shock. Dia tak menyangka Devi tidak menghiraukan kedatangannya. Dengan penuh kesedihan, Arya menyandarkan lukisannya yang masih tertutup kain putih di dinding. Tak terasa air mata menetes dari matanya. Dia bergegas meninggalkan Devi yang masih asik dengan teman – temannya.
Perlahan, hujan mulai turun. Dari kejauhan, Ari melihat apa yang terjadi. Dilihatnya Arya yang tak dihiraukan oleh Devi tertekan perasaannya, perlahan mendekat. Semakin dekat, Ari dapat melihat air mata Arya yang makin deras terjatuh.
“Loe nggak papa, Ar?” Tanya Ari.
“Gue pulang duluan, Ri.” Jawab Arya sambil berlalu. Mendengar jawaban Arya, Ari bergegas mendekati Devi yang masih tak melirik hadiah pemberian Arya.
“Dev, cewek macem apa loe. Nggak nge-hargain sama sekali hadiah dari cowok loe sendiri, malah asik ngobrol sama orang – orang nggak jelas kayak mereka!” ucap Ari dengan nada tinggi dan keras. Hal ini membuat Devi dan teman – temannya terdiam.
“Loe nggak pantes dapetin cowok macem Arya!” kata Ari sambil pergi meninggalkan Devi yang perlahan berjalan mengambil hadiah dari Arya yang dari tadi. Dibukanya kain putih yang menutupi bingkisan itu. Setelah membukanya, air mata Devi terjatuh.
“Indah sekali.” Kata Devi penuh penyesalan. Penyesalan karena tak menghiraukan Arya. Arya yang telah menghilang di balik hujan yang semakin deras terjatuh.
***
Dengan badan yang masih basah kuyup, Arya duduk terdiam di depan kanvas putih di rumahnya. Dari belakang, muncul Ari yang juga basah kuyup karena kehujanan. Seolah menyadari keberadaan Ari, Arya langsung berbicara.
“Untuk apa lagi gue ngelukis. Gue udah kehilangan hal yang bikin gue terus ngelukis.”
“Arya, kenapa loe ngomong gitu?” Tanya Ari.
“Devi udah nggak ngegubris gue. Selama ini, Devi yang selalu bikin gue ngelukis. Devi yang selalu ada di setiap kanvas yang gue lukis. Sekarang, dia udah nggak ada buat gue. Terus, apa yang harus gue lukis?” Tanya Arya kepada entah Ari, atau pada dirinya sendiri. Ari tak mampu menjawab pertanyaan Arya itu. Namun, perlahan dia mendekati Arya.
“Gimana kalo loe ngelukis gue.” Kata Ari. Arya sontak kaget mendengar perkataan Ari.
“Loe kan cowok? Masa …” belum selesai Arya berbicara, Ari sudah membuka topi yang selama ini menutupi kepalanya. Dari situ, terurai rambut hitam panjang. Dibukanya pula kemeja yang menutupi tubuhnya. Tinggal kaos tanpa lengan yang tampak. Melihat hal itu, Arya semakin kaget. Kaget melihat sosok Ari yang ada di depannya. Ari yang dikenalnya sebagai seorang cowok, kini seolah terhapus karena yang ada di hadapannya sekarang adalah sosok seorang cewek.
“Ari, jadi… selama ini… loe… Ri…” kalimat dari mulut Arya terputus – putus karena masih belum bisa menerima apa yang sedang dilihatnya.
“Arya, gue sebenarnya cewek. Tapi, gue tutupin dari loe karena gue selalu pengen deket sama loe. Gue nggak mau jauh – jauh dari loe. Dan mungkin, sekarang saatnya loe tahu semua tentang gue. Dan satu lagi…” Ari menghentikan kata – katanya.
“Gue udah lama banget suka sama loe. Gue sayang sama loe, Arya.” Kalimat itu meluncur dari Ari, bukan sebagai sosok sahabat bagi Arya. Tapi, sebagai pernyataan cinta seorang cewek ke seorang cowok.
“Ta..tapi, n..nama loe kan A..ari.”
“Nama lengkap gue Eviana Arisanti. Dan selama ini gue ngenalin diri gue ke loe sebagai Ari.” Terang Ari.
“Evi…” kata Arya yang mulai bisa menguasai diri.
“Seandainya gue tahu dari awal.” Lanjut Arya sambil berjalan mendekati Ari yang tertunduk.
“Gue akan milih loe daripada Devi.” Kata Arya sambil memeluk tubuh Ari. Ari tak berkata apa – apa. Dia masih terdiam, bingung dengan perasaan sedih, senang, dan galau yang kini sedang bercampur di dalam hatinya. Sedih karena tak mampu menahan perasaannya lebih lama. Senang karena mendengar jawaban dari Arya. Galau karena telah membuka rahasianya selama ini. Rahasia yang telah dia pendam bertahun – tahun, kini telah dia buka di hadapan cowok yang telah ada di hatinya selama bertahun – tahun pula.
***
Setelah kejadian malam itu, sosok cowok bernama Ari yang pernah Arya kenal telah berganti rupa menjadi seorang cewek bernama Evi. Kini, mereka berdua telah menjadi sepasang kekasih yang saling melengkapi satu sama lain. Ya, dua jiwa yang telah bertaut menjadi satu setelah selama ini terpisah oleh tabir bernama Ari..


- ENDED -


Seperti biasa, minta komentarnya dooong~
Share:

The Second Life For Emily




The Second Life For Emily

“Aku balik dulu ya Em, sampai jumpa.” Ucap Randy sambil mengecup kening Emily. Randy pun menghidupkan motor dan mengendarainya keluar pekarangan rumah Emily. Saat Emily berjalan masuk ke rumah, tiba – tiba terdengar suara hantaman cukup keras. Mendengar hal itu, Emily segera berlari ke arah suara hantaman itu. Dan saat dia tahu apa yang ada di depan matanya, tubuhnya mendadak lemas, air mata langsung mengalir deras dari matanya. Tubuh Randy terbujur di aspal hitam, dengan tubuh yang bersimbah darah.
“Randy!!!!!!” jerit Emily. Ternyata hanya mimpi. Tiba – tiba Emily menangis. Sudah kesekian kalinya dia memimpikan hal itu. Meskipun sudah berusaha keras melupakan Randy yang telah pergi meninggalkannya, tapi mimpi itu seolah tak mau berlalu dari dalam kepalanya. Mama Emily yang tadi mendengar putri kesayangannya menjerit langsung bergegas menuju kamar Emily. Sesampainya di kamar Emily,
beliau langsung memeluk Emily yang sedang menangis.
“Emily, udah ya. Kamu harus berusaha lupain Randy, biar dia bisa tenang di sana.” Hibur Mama kepada Emily.
“Emily udah berusaha buat lupain dia, Ma. Tapi mimpi itu nggak mau pergi dari tidur Emily.” Ujar Emily dengan masih menangis.
Mama Emily pun ikut menangis melihat putri kesayangannya menanggung beban kesedihan yang sangat mendalam. Dengan penuh kasih sayang, beliau pun membaringkan tubuh Emily dan menyelimutinya.
“Udah, kamu tidur lagi gih. Besok kan kamu ada kuliah pagi.”
“Iya. Makasih ya, Ma.” Setelah mengecup kening Emily, Mama pun pergi.
Keesokan harinya, Emily yang memang tak bisa tidur setelah semalam terbangun masih tampak sedih. Dengan langkah lesu, dia bersiap – siap untuk pergi ke kampus. Memang, setelah kepergian Randy, Emily banyak berubah. Dia semula adalah gadis yang murah senyum dan sangat periang. Namun, semenjak kepergian Randy yang terjadi di depan matanya, dia berubah menjadi gadis yang pendiam. Tak pernah lagi terlihat senyuman dari paras cantiknya. Dia menjadi jarang bicara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Mama Emily. Beliau takut kalau Emily melakukan hal bodoh bila belum bisa melupakan kepergian Randy.
***
Di kampus, Emily jarang sekali bicara. Dia bicara hanya saat ditanyai oleh dosen. Dengan teman – temannya, dia semakin jarang berkumpul. Chika, sahabat dekat Emily pun semakin khawatir dengan kondisi Emily yang makin hari makin tak stabil. Pada suatu kesempatan, dia mencoba berbicara dengan Emily.
“Em, kamu nggak papa?” Tanya Chika dengan lembut. Tapi Emily tak mengucapkan apa – apa, dia hanya menggeleng lemah. Melihat hal ini, Chika semakin sedih.
“Kamu masih mikirin Randy, ya? Udah dong, Em. Kalo kamu gini terus, Randy di atas sana bakal sedih. Kamu pengen Randy sedih?” mendengar hal ini, air mata Emily tiba – tiba mengalir. Dia langsung memeluk Chika.
“Aku nggak bisa dan nggak bakal bisa nglupain Randy, Chika. Kejadian itu selalu datang di mimpi aku. Aku takut, Ka.” Jawab Emily sambil masih menangis.
“Iya, aku tahu. Mungkin kamu harus coba mencari buka hati kamu buat cowok lain. Supaya kamu bisa lupain Randy.” Saran Chika.
“Tapi… aku nggak bisa... Gimana aku bisa buka hati aku kalau hati aku udah dibawa Randy pergi…”
Chika terdiam. Dia tak mampu mengatakan apa – apa mendengar apa yang barusan dikatakan Emily. Chika tahu kalau Emily sangat menyayangi Randy, begitu juga sebaliknya. Tapi, melihat kondisi Emily sekarang, dia hanya bisa bersedih. Dia tak bisa melakukan hal berarti untuk membantu sahabat terbaiknya ini.
“Em, kamu masih ada kuliah nggak?” Tanya Chika kepada Emily yang masih mengusap matanya.
“Nggak ada.” Jawab Emily singkat.
“Aku anterin kamu balik ya.” Ajak Chika. Dia sangat khawatir pada kondisi Emily saat ini. Jadi dia berpikir untuk mengajak Emily pulang. Tanpa berkata apa – apa, Emily beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mengikuti Chika.
Di sepanjang perjalanan, tak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Chika dan Emily. Sesampainya di rumah Emily, Chika langsung mengantar Emily masuk.
“Siang tante.” Sapa Chika kepada Mama Emily.
“Eh, Chika. Makasih ya, udah mau nganterin Emily pulang. Sini duduk dulu.” Balas Mama Emily.
“Eng, makasih banget tante. Tapi, Chika ada acara di rumah. Harus buru – buru pulang.”
“Ya udah deh. Sekali lagi makasih ya.”
“Iya tante. Emily, aku balik dulu ya. Sampai ketemu besok. Mari tante.” Chika pun pamit.
Setelah itu, tak ada lagi kata terucap dari bibir Mama Emily ataupun Emily. Emily pun bergegas menuju kamarnya. Mama Emily tidak berusaha menahan karena khawatir keadaan Emily akan tambah buruk. Beliau pun ke dapur untuk membuatkan makan siang untuk Emily.
Di dalam kamar, Emily hanya termenung memandangi fotonya dan Randy yang masih terpajang di dinding kamarnya. Tanpa terasa, air mata kembali jatuh dari mata indah Emily. Tiba – tiba muncul sebuah ide bodoh di pikiran Emily. Dia berjalan ke meja belajarnya, di situ dia mengacak – acak meja dan meraih sebuah benda kecil. Silet! Emily ternyata berniat mengakhiri hidupnya.
“Randy, aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Aku akan nyusul kamu.”
Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Emily, sebelum akhirnya menggoreskan silet itu ke pergelangan tangannya sambil tersenyum, sebuah senyuman getir. Perlahan, darah merah segar mengucur deras dari pergelangan tangan Emily. Kepala Emily mendadak pusing. Pandangannya gelap. Dia pun tak sadarkan diri.
***
“Emily, ngapain kamu kemari?” sebuah suara mengagetkan Emily. Ternyata pemilik suara itu adalah Randy!
“Randy, aku pengen nyusul kamu. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu.” Jawab Emily sambil menangis. Sosok Randy itu hanya diam, lalu berkata
“Em, hidup kamu terlalu berharga buat kamu sia – sia’in. Aku nggak akan ninggalin kamu. Aku akan selalu ada di dekat kamu. Sekarang, lebih baik kamu balik. Kasihan mama kamu.” Bujuk sosok Randy itu.
“Tapi, Randy…”
Sosok Randy hanya tersenyum kemudian lenyap dari pandangan mata Emily. Tiba – tiba muncul cahaya putih dari depan Emily yang semakin mendekat.
“Aaaaa!!!” teriak Emily. Saat dia membuka matanya, semua yang ada di hadapannya mendadak berubah. Mama Emily yang dari kemarin gelisah menanti kesadaran putrinya langsung menangis bahagia. Kening Emily pun dikecup dengan penuh kasih sayang.
“Ma, Emily di mana?” Tanya Emily yang masih belum stabil kondisi pikirannya.
“Kamu ada di rumah sakit sayang. Kamu udah koma selama beberapa hari. Mama takut kehilangan kamu.” Jawab Mama Emily.
Emily melihat sekeliling ruangan itu. Ternyata di situ ada juga Chika yang ikut menangis melihat sahabatnya sudah sadar.
“Chika…”
“Emily, lain kali kamu nggak boleh ngelakuin hal – hal bodoh lagi. Ya?” ucap Chika sambil menangis. Emily hanya mengangguk sambil tersenyum lemah.
Air mata pun mengalir di pipi Emily. Dia pun akhirnya sadar, apa yang telah dia lakukan adalah tindakan bodoh. Dia pun berjanji dalam hatinya untuk tegar menerima kepergian Randy. Tiba – tiba, pandangan mata Emily terhenti saat dia melihat ada satu sosok yang sangat dikenalnya sedang berdiri di depan pintu kamar tempatnya dirawat. Randy! Sosok itu tersenyum kepada Emily, kemudian menghilang.
“Randy, kamu akan selalu ada di dalam hatiku. Meskipun kamu udah nggak bisa menemani aku seperti dulu.” Kata Emily dalam hati.
Kondisi Emily pun makin membaik. Kesedihan yang sempat menghantui kehidupannya perlahan sirna. Hatinya kini lebih kuat berkat Mamanya dan Chika, sahabatnya. Emily pun menjalani “kehidupan kedua”nya dengan langkah pasti. Namun, satu hal yang tidak akan pernah berubah, Randy akan selalu ada di dalam hati dan pikirannya, selamanya…
- Ended -

Gimanaa? Abis baca, kasih komentar yaa~ :D
Share:

GOODBYE, Cheryl...





Ini cerpen repost dari blog lama. Dulu pernah juga nongol di note FB. Buat ngisi blog aja sih biar gak sepi. Yuk, cusss...



“Cheryl.”
“Ya?” Cheryl menoleh. Ternyata Kenzo yang memanggilnya.
“Kenzo? Ada apa?” Tanya Cheryl.
“Eng, kamu sibuk nggak siang ini?”
“Siang ini sebenernya ada janji sama temen, tapi dia kayaknya nggak bisa dateng deh. Emang ada apa?”
“Aku pengen ngajak kamu jalan. Kamu mau nggak?” Tanya Kenzo ke Cheryl.
“Boleh, jam 1 ya. Aku tunggu di rumah. Sampai ketemu.” Jawab Cheryl sambil berlalu.
Kenzo hanya melambaikan tangan sambil melempar senyum melihat Cheryl melangkah pergi. Dalam hatinya, dia merasa senang karena akhirnya dia bisa pergi berdua dengan Cheryl, gadis yang selama ini dia sukai.
Dengan perasaan berbunga – bunga, Kenzo melangkah pulang menuju rumahnya. Sepanjang jalan, hanya senyum yang selalu terlihat di wajahnya. Dia sudah tak sabar untuk bertemu dengan Cheryl.
***
Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 12.30. Kenzo sudah selesai bersiap untuk menjemput Cheryl. Dengan langkah pasti, Kenzo segera pergi menuju rumah Cheryl yang memang tidak jauh dari rumahnya.
Share:

Cerita Tentang Kita | CHAPTER - 10, 'Sayonara..'


Title : Cerita Tentang Kita
Author : Nur Rochman | @NVRstepback
Genre : Life, Romantis, Family

Kepergian Kenzo, dan ikatan yang disebut keluarga dan cinta.. Sedih sebenernya kalo harus nyampe sini aja..


Final CHAPTER, 'Sayonara..'

“Papa?” tanya Alea. Kenzo mengangguk. Dengan perlahan, dibukanya kotak itu. Isinya sebuah foto yang nampaknya telah disimpan cukup lama karena warnanya nampak sedikit memudar. Di foto itu terlihat sosok Alea kecil yang masih TK, sedang digendong oleh Papa. Tiba-tiba Alea memeluk Kenzo yang berdiri di depannya. Kenzo dapat mendengar suara lirih Alea yang sedang menangis.
“Ada apa Al?” tanya Kenzo lembut sambil melepas pelukan Alea.
“Alea kangen sama Papa kak.” Jawab Alea lirih di sela-sela isak tangisnya.
“Papa lagi sakit Al. Makanya Papa gak bisa dateng buat Alea.” Kata Kenzo. Alea berusaha mengusap air matanya.
“Sakit apa kak?” tanya Alea.
“Demam biasa aja kok sayang. Mama yang cerita. Eng..” Kenzo ragu melanjutkan kata-katanya.
“Ada apa kak?” tanya Alea.
“Kakak harus ke Jepang buat bantuin Papa di sana Al.” kata Kenzo dengan nada berat. Alea tak berkata apa-apa. Dia menunduk berusaha menyembunyikan air matanya.
“Kenapa kak? Kenapa kakak ninggalin Alea? Kalo Kakak sama Mama ke Jepang, Alea di sini sama siapa?” tanya Alea.
“Alea sayang. Yang ke sana cuma kakak. Mama bakal di sini nemenin Alea.” Jawab Kenzo. Mendengar jawaban Kenzo, Alea pun dapat menerima meskipun sedikit berat.
“Kak Kenzo mau pergi?” tanya Emily yang tiba-tiba muncul dari belakang Kenzo.
“Eh. Eng. I..iya Emily. Papaku butuh aku di sana.” Jawab Kenzo sedikit gugup.
Suasana hening. Alea menarik tangan Kenzo dan Emily, kemudian menyatukannya. Kenzo dan Emily pun kaget dengan apa yang dilakukan Alea.
“Kakak, sebelum kak Kenzo pergi, kakak harus jujur sama perasaan kakak. Perasaan kakak ke Emily. Begitu pula sebaliknya.” Kata Alea. Hal ini membuat Kenzo dan juga Emily terhenyak. Tiba-tiba muncul Evan diikuti Tara, dan Rara. Dan orang yang paling shock melihat pemandangan ini adalah, Rara. Akhirnya, Kenzo pun menarik nafas panjang. Kemudian mulai berbicara.
“Mily, apa yang bikin aku gak berani ngungkapin perasaanku adalah sebuah kejadian di masa lalu yang membuatku kehilangan keinginan untuk mencintai. Rasa sakit karena sesuatu yang orang sebut ‘rasa cinta’.” Kata Kenzo mengawali. Hal ini membuat Evan dan Tara kaget. Mereka berdua pun saling pandang. Masa lalu?
“Kenzo..” kata Evan. Kenzo menoleh ke arah Evan kemudian tersenyum.
“Ingatanku udah pulih Van. Aku udah inget semuanya dengan jelas.” Kata Kenzo.
“Tapi.. Sejak kapan?” tanya Evan.
“Setelah keluar dari rumah sakit. Ingatanku berangsur pulih seperti sedia kala. Lukisan itu, hujan deras. Dan semua tentang Rara. Aku inget semuanya. Gakpapa. Anggap semua itu sebagai masa lalu dan pelajaran buat kita.” Jawab Kenzo panjang lebar. Evan dan Tara pun tersenyum mengetahui kebesaran hati Kenzo. Rara yang tak mampu menahan perasaannya pun menangis dan kemudian memilih pergi.
“Mily, aku gak ingin kamu terbutakan oleh perasaan ini. Jujur, aku menemukan lagi rasa cinta dalam diriku setelah ketemu kamu. Tapi aku gak ingin kasih kamu janji-janji yang tinggi sedangkan aku belum mampu wujudkan.” Kata Kenzo ke Emily.
“Kak, aku akan nunggu kakak kembali ke sini lagi. Aku akan jaga perasaanku ke kakak.” Kata Emily. Kenzo dan Emiy pun saling berpandangan dan tersenyum satu sama lain. Ciuman hangat mendarat di kening Emily. Semua yang ada di situ pun tertegun melihatnya, Emily pun sampai tak berani bergerak.
“Ehem. Kenzo udah nih Van. Sekarang giliran loe.” Kata Tara sambil menyenggol Evan yang dari tadi bengong.
“Apa-apaan sih loe kunyuk.” Kata Evan. Kenzo, Tara, dan Emily pun tersenyum melihat ekspresi Evan.
“Van, tolong jagain Alea.” Kata Kenzo. Evan menoleh ke arah Kenzo. Kenzo pun tersenyum dan mengangguk. Tapi Evan masih tampak malu-malu untuk mendekati Alea yang berdiri di samping Emily.
“Nunggu apaan lagi sih loe Van? Udah peluk aja gak usah malu-malu. Entar gue embat duluan lho. Haha.” Kata Tara kemudian berlari menjauh.
“Kunyuuuk!! Ke sini loe!!” teriak Evan berlari mengejar Tara. Hal itu pun membuat Kenzo, Emily, dan Alea tertawa terbahak.
***
Mentari hari ini tampak cerah bersinar. Awan tipis menggantung di langit dengan anggun. Entah kenapa, jalanan tampak begitu lengang sehingga mobil Mama dapat berjalan dengan lancar hingga bandara. Hari ini adalah hari di mana Kenzo akan berangkat ke Jepang. Mama, Alea, Emily, dan Evan mengantar Kenzo hingga ke bandara. Suasana tampak sunyi. Hanya alunan music mp3 dari player yang memenuhi seisi mobil. Tak ada satupun suara yang keluar dari mulut mereka. Hingga tiba di bandara.
“Ma, Kenzo berangkat dulu.” Kata Kenzo berpamitan kepada Mama, kemudian mencium tangan beliau dan memeluknya.
“Emily.” Panggil Kenzo ke Emily yang hanya tertunduk. Dengan gugup, Emily menengadahkan kepalanya.
“Iya kak Kenzo.” Jawab Emily. Kenzo langsung memeluknya. Emily pun memeluk tubuh Kenzo dan tersenyum. Ada bulir air mata yang tertahan di ujung matanya.
“Van. Tolong janji ke gue, loe bakal jagain Alea sampai gue balik ke sini lagi.” Kata Kenzo ke Evan sambil memegang kedua pundak Evan. Evan pun mengangguk dengan mantap.
“Kenzo, loe bisa pegang janji gue.” Kata Evan kemudian menjabat tangan Kenzo. Kenzo pun tersenyum. Dia kemudian berhadapan dengan Alea.
“Alea.” Kata Kenzo sambil membungkukkan badannya. Dia ingin melihat wajah adik yang sangat dia sayangi itu sebelum berangkat. Tapi Alea memalingkan wajahnya. Dengan segera, Kenzo membalik badan Alea. Tampak air mata Alea yang mengalir begitu deras. Tanpa terasa, air mata Kenzo pun ikut mengalir.
“Kakak!” Teriak Alea sambil memeluk Kenzo hingga Kenzo hampir saja terjatuh.
“Kakak gak akan lama Al.” kata Kenzo berusaha membesarkan hati Alea. Pelukan Alea makin erat.
“Janji?” tanya Alea.
“Janji.” Jawab Kenzo. Alea pun melepaskan pelukannya. Tiba-tiba Kenzo menyerahkan sesuatu kepada Alea. Sebuah surat. Saat Alea akan membukanya, Kenzo melarang.
“Kenapa kak?” tanya Alea heran.
“Buka kalo Alea udah gak bisa nahan kangen Alea ke kakak ya.” Jawab Kenzo. Alea pun mengangguk pelan. Dengan langkah berat, Kenzo mulai berjalan pergi.
Lambaian tangan terakhir Kenzo, menandai kepergiannya. Mama dan Evan tersenyum. Alea dan Emily berpelukan, berusaha saling menguatkan hati melihat orang yang begitu berharga bagi mereka akan pergi untuk waktu yang lama. Alea menggenggam erat surat pemberian Kenzo dan berjanji akan menyimpannya.
Kini Alea harus bisa berjalan tanpa Kenzo. Meskipun ada Evan dan Emily yang selalu ada untuknya, namun sosok Kenzo yang begitu hangat dan sangat berarti di hidupnya tak akan pernah dia lupakan. Seorang kakak yang selalu menjadi sinar fajar yang begitu hangat di kala dia terjebak dingin malam. Seorang kakak yang seperti sapu tangan, selalu menyeka keringatnya ketika lelah dan menghapus air matanya ketika sedih. Seorang kakak yang selalu dia rindukan, selalu dia nantikan kepulangannya, untuk dapat berkumpul lagi, menemaninya, menuntunnya, mengajarinya... apa arti hidup ini.


~ selesai ? ~

Selesaikah? Tapi kayaknya gak asik deh kalo perjuangannya Kenzo gak dicritain.. Tapi.. Pembacanya sendiri gimana nih.. Udah bosen belum yak?? Kasih komentarnya dong... ^^.
Share:

Cerita Tentang Kita | CHAPTER - 9, 'The Memory, The Path, The Truth..'

Title : Cerita Tentang Kita
Author : Nur Rochman | @NVRstepback
Genre : Life, Romantis, Family

Chapter sebelumnya, ada konflik antara Evan dan Rara tentang masa lalu Kenzo dan Rara. Lho.. Kenzo sama Rara? Tapi masa lalu yang mana? Pengen tahu? Cekibrott!! ^^.


CHAPTER - 9, 'The Truth'

**flashback**
Kenzo sedang sibuk membuat lukisan dari foto Rara yang dia pegang. Di sampingnya, ada Evan yang sabar menemani Kenzo menyelesaikan lukisannya.
“Sob. Loe yakin mau kasihin lukisan ini ke Rara?” tanya Evan ragu-ragu.
“Yakinlah sob. Soalnya cuma ini yang gue punya. Gue di sini kan hidup sendiri, duit dari ortu harus gue atur bener-bener buat kebutuhan gue. Dan gue yakin, Rara pasti suka sama lukisan ini.” Jawab Kenzo yang masih sibuk menggoreskan kuasnya ke kanvas. Evan hanya tersenyum melihat sahabat terbaiknya itu dengan tulus menyelesaikan lukisan itu. Namun Evan merasa kasihan karena Kenzo tampak begitu pucat karena telat makan.
“Kenzo, Evan. Berangkat jam berapa nih?” tanya Tara yang tiba-tiba nyelonong masuk.
“Elo Tar. Permisi dulu kenapa? Jangan asal nyelonong gitu.” Kata Evan memarahi Tara.
“Sori Van. Soalnya udah jam 7 nih. Kan pesta ulang tahunnya si Rara udah mulai.” Kata Tara menjelaskan.
“Yuk berangkat. Lukisannya udah selesai.” Kata Kenzo mantap. Dia sudah menenteng lukisan yang tertutup kain putih. Dengan mobil Tara, mereka bergegas meluncur ke tempat pesta Rara.
Sesampainya di sana, suasana tampak ramai. Begitu banyak teman Rara yang diundang. Dengan segera, Kenzo ditemani Evan dan Tara pun bergegas masuk. Dengan hati-hati, Kenzo membawa lukisannya. Dia menoleh ke sana ke mari mencari di mana Rara berada. Karena tak kunjung ketemu, Kenzo pun bertanya ke salah seorang tamu.
“Rara di mana ya?” tanya Kenzo ke salah seorang tamu.
“Oh, Rara kayaknya lagi di kolam renang belakang tadi.” Jawab Tamu itu. Kenzo pun bergegas mengajak Evan dan Tara ke sana.
“Evan, Tara. Yuk.” Ajak Kenzo bersemangat. Evan tampak kasihan melihat semangat yang dibalut tubuh lemah dan wajah pucat Kenzo. Mereka bertiga berjalan menuju ke kolam renang yang berada di halaman belakang rumah Rara. Tapi langkah kaki Kenzo mendadak terhenti, tubuhnya bergetar hebat. Evan dan Tara pun ikut menghentikan langkah mereka.
“Kok berhenti Zo?” tanya Tara ke Kenzo.
“Iya sob. Kok mendadak berhenti kenapa?” Evan juga bertanya ke arah Kenzo. Tapi Kenzo tidak menjawab.
Mulut Kenzo terkunci melihat pemandangan yang ada di depan matanya saat ini. Tara dan Evan yang mengetahui hal itu pun ikut memandang ke arah pandangan Kenzo. Mereka pun juga terkejut. Tara ikut-ikut berdiri mematung. Mereka melihat Rara sedang berciuman dengan sangat mesra dengan seorang lelaki. Tak lama, Rara pun menyadari kehadiran Kenzo-Evan-Tara. Dia pun nampak gugup.
“Eh, Kenzo.” Kata Rara sambil merapikan rambut dan bajunya. Kenzo tersenyum kecut. Lukisan yang daritadi dia pegang dia letakkan begitu saja. Kemudian dengan langkah gontai, dia pergi meninggalkan tempat itu.
“Kenzo. Tunggu!” teriak Tara berlari mengikuti Kenzo.
“Keterlaluan loe Ra! Mainin perasaan tulus Kenzo! Dasar cewek murahan! Loe gak pantes nerima apapun dari Kenzo!” kata Evan penuh amarah. Evan kemudian berlari mengejar Kenzo dan Tara.
Rara kebingungan karena dia tertangkap basah oleh kedua mata Kenzo. Dilihatnya lukisan Kenzo yang tergeletak dan masih tertutup kain putih. Setelah disingkapkan, nampaklah lukisan wajahnya yang begitu cantik. Goresan kuas Kenzo yang begitu tulus, yang kini hanya tergeletak begitu saja. Tak lagi punya arti. Rara pun bergegas mengejar Kenzo.
Sesampainya di luar rumah Rara, Tara berhenti sejenak mengatur nafasnya. Tapi dilihatnya Kenzo yang nampak terus berjalan tanpa arah, melangkah menuju jalan raya yang ramai. Apalagi mendadak hujan turun dengan deras.
“Kenzo!!” teriak Tara melihat tubuh Kenzo terhempas setelah dihantam mobil yang melaju. Evan yang baru bisa menyusul Tara, kemudian berlari diikuti Tara ke tempat Kenzo terjatuh.
“Kenzo! Kenzoo!!!” teriak Evan kebingungan. Dari belakang, muncul Rara yang kemudian jatuh terduduk melihat kondisi Kenzo.
***
Kenzo duduk di beranda rumahnya sambil memegangi kuas lukis. Benda yang tak pernah lagi dia gunakan semenjak dia memutuskan untuk konsentrasi ke kuliahnya, dan fokus ke cita-citanya mengikuti jejak Papa sebagai seorang System Analyst. Tiba-tiba pikirannya kembali melayang memikirkan Rara yang dulu dia kagumi. Seseorang yang dulu membuatnya kehilangan semua logika dan meruntuhkan rasionalitasnya. Kemudian bayangan Rara itu tiba-tiba kabur dan mendadak berubah menjadi bayangan sosok Emily yang sederhana dan begitu bertolak belakang dengan Rara.
“Emily. Anaknya lucu, baik, sederhana. Tapi cantik, senyumnya juga manis.” Kata Kenzo.
“Hayo. Emily siapa?” tanya Mama yang tiba-tiba muncul kemudian duduk di samping Kenzo.
“Eh, Mama. Apaan sih.” Kata Kenzo gelagapan berusaha menyembunyikan rasa malunya. Mama hanya tersenyum.
“Kenzo, yang tadi kamu suruh nganterin Alea itu siapa? Pacarnya Alea?” tanya Mama.
“Bukan. Namanya Evan Ma, temen Kenzo di kampus Ma. Orangnya baik dan Kenzo percaya dia bisa ngejagain Alea.” Jawab Kenzo.
“Tapi kayaknya cocok deh sama Alea.” Kata Mama. Kenzo mengangguk tanda setuju.
“Haha. Mama bisa aja deh.” Kata Kenzo.
“Malam ini, malam terakhir makrab. Berarti besok pagi Alea udah pulang ya?” Tanya Mama ke Kenzo.
“Iya Ma. Mama sih, gak jadi dateng ke tempat makrab buat kasih kejutan buat Alea.” Kata Kenzo.
“Kenzo, bisa baikan lagi sama Alea waktu itu udah cukup. Mama udah seneng.” Kata Mama sambil tersenyum. Kenzo memandang senyum Mamanya yang menggambarkan kebahagiaan.
“Iya Ma. Kenzo juga seneng, karena Alea bisa berangkat dengan perasaan bahagia setelah dapet hadiah terindah, yaitu Mama pulang.” Kata Kenzo sambil tersenyum.
“Kenzo, ada yang mau Mama omongin sama kamu.” Kata Mama dengan nada serius.
“Ada apa Ma?” tanya Kenzo penasaran.
“Gini, ini tentang Papa. Alasan kenapa Papa gak ikut pulang. Dan alasan sebenarnya kenapa Mama pulang ke sini.” Jawab Mama.
***
Apel sore baru saja selesai dilaksanakan. Malam harinya, karena merupakan malam makrab terakhir, akan diadakan acara pensi sebagai acara penutup dan masing-masing kelompok diharuskan menampilkan satu atraksi hiburan. Kelompok Alea masih kebingungan menentukan hiburan apa yang akan mereka tampilkan.
“Eng, temen-temen. Ada yang punya usul gak mau nampilin apa?” tanya Tika di rapat kelompok.
“Aduh, gue gak tau deh. Kalo soal gituan gue nyerah.” Jawab Wisnu. Gian, Mars, serta Venus juga buntu dan tak memiliki ide.
“Kalo nyanyi aja gimana?” Nissa pun memberikan usul.
“Terus, yang nyanyi siapa?” tanya Emily. Nissa hanya nyengir karena dia juga bingung harus menentukan siapa yang akan tampil.
“Gue aja deh.” Celetuk Liana tiba-tiba. Semuanya pun kaget.
“Beneran Li?” tanya Alea. Dengan mantap, Liana pun mengangguk. Tak berapa lama, Gea datang dengan membawakan sebuah gitar.
“Itu, gitar siapa?” tanya Mars.
“Gitar gue lah. Emang punya siapa.” Jawab Liana cuek. Liana pun kemudian duduk dan mulai memainkan gitarnya. Disusul dengan bait demi bait lirik lagu dia nyanyikan hingga selesai. Semua yang daritadi mendengarkan Liana menyanyi pun hanya bisa melongo karena dibuat kagum oleh permainan dari Liana.
“Keren.” Kata Emily. Liana pun hanya tersenyum malu. Gea, diikuti Alea dan yang lainnya pun bertepuk tangan untuk Liana.
***
Acara pensi dimulai. Dimulai dengan penampilan Wayan yang mengundang decak kagum, disusul dengan satu persatu penampilan dari masing-masing kelompok mahasiswa baru. Dan akhirnya tiba giliran kelompok Alea. Dengan perlahan, Liana maju ke atas panggung dengan menenteng gitarnya.
“Eh Tar. Bukannya itu temennya Alea yang galak itu kan?” tanya Wayan kepada Tara.
“Iya. Liana namanya.” Jawab Tara.
“Oh. Liana.” Kata Wayan.
“Evan di mana sih Yan?” tanya Tara.
“Gak tau gue. Di depan kali lagi cari angin.” Jawab Wayan sekenanya. Tara pun pergi keluar mencari Evan. Sedangkan Wayan tetap duduk di tempatnya dan melanjutkan acara pensi.
“Kenalin, nama gue Merliana Melodi, biasa dipanggil Liana. Gue mahasiswa sastra dan di sini gue mau nyanyiin sebuah lagu dari Peterpan, Semua Tentang Kita.” Kata Liana memperkenalkan diri. Kemudian jemari Liana mulai memainkan senar gitar dengan terampil. Menciptakan alunan melodi yang begitu indah.
Liana pun mulai bernyanyi. Denting dawai gitarnya yang mengalun bersahut-sahutan mengiringi suara Liana yang begitu merdu. Seluruh ruangan pun dibuat takjub. Tiba-tiba ada suara gitar lain yang ikut terdengar. Permainan yang berbeda, namun alunan nadanya begitu padu dengan permainan Liana. Permainan gitar dari… Wayan dan dia pun ikut bernyanyi di samping Liana. Seluruh penonton pun bersorak. Liana tersenyum kepada Wayan, begitu pula sebaliknya. Mereka berduet dan berhasil menghipnotis penonton untuk ikut bernyanyi.
***
Tara masih sibuk mencari Evan. Di tengah jalan, dia bertemu Rara dan mereka berdua pun berjalan bersama mencari Evan.
“Tar. Itu Kenzo kan?” tanya Rara ke Tara sambil menunjuk. Tara pun melihat ke arah yang ditunjuk Rara.
“Iya bener. Ada Evan juga. Eh, itu sama siapa?” kata Tara.Tara diikuti Rara pun mendekat ke tempat Evan yang sedang berbincang dengan Kenzo dan Mamanya.
“Jadi gitu Van. Gue pengen loe mau ngejagain Alea buat gue.” Kata Kenzo.
“Iya nak Evan. Tante percaya, kamu bisa ngejagain Alea selama Kenzo pergi.” Kata Mama Kenzo. Evan pun mengangguk tanda setuju.
“Terus, Kenzo mau pergi berapa lama tante?” tanya Evan.
“Mungkin setengah tahun.” Jawab Mama Kenzo.
“Berarti loe gak bisa lulus tahun depan dong Zo?” tanya Evan.
“Ya, mau gimana lagi Van. Gue harus ambil cuti kuliah. Kasian Papa gue.” Jawab Kenzo.
“Yaudah. Mama ke mobil dulu ya. Kamu terusin dulu ngobrolnya.” Kata Mama Kenzo kemudian meninggalkan Kenzo dan Evan.
“Evan, Kenzo.” Panggil Tara dengan nafas ngos-ngosan karena berlari. Di belakang Tara, ada Rara yang tak berani menyapa Kenzo karena mendapat tatapan tajam dari Evan.
“Loe Tar. Alea di mana?” tanya Kenzo.
“Masih di dalem, ikut acara pensi.” Jawab Tara. Kenzo melempar senyum ke arah Rara.
“Hai Ra.” Sapa Kenzo.
“H..hai.. Kenzo.” Jawab Rara terbata-bata.
“Guys, ke tempat pensi yuk.” Ajak Kenzo. Mereka pun ke gedung hall untuk menonton acara pensi.
Sesampainya di sana, Liana dan Wayan baru saja selesai menyanyikan lagu kedua. Diikuti sorak dan tepuk tangan mahasiswa baru peserta makrab yang lain. Di antara para peserta makrab itu, pandangan Kenzo langsung tertuju ke arah Alea dan Emily yang tampak begitu senang.
“Suara loe keren. Permainan gitar loe juga bagus.” Puji Wayan ke Liana.
“Biasa aja kali kak. Kak Wayan lebih jago deh kayaknya.” Kata Liana membalas pujian Wayan.
“Eitss.. Ada yang abis duet nih.” Kata Tara tiba-tiba yang membuat Wayan dan Liana salah tingkah. Satu jitakan dari Liana pun melayang ke kepala Tara.
Kenzo, Evan, Wayan, Liana, dan Rara pun tertawa melihat Tara memegangi kepalanya yang kesakitan. Kenzo pun menyingkir dari situ dan berjalan ke arah Alea. Mengajak Alea keluar.
“Emily, pinjem Aleanya bentar ya.” Kata Kenzo ke Emily sambil tersenyum. Emily yang gugup tak mampu berkata apa-apa dan hanya mengangguk pelan. Kenzo pun mengajak Alea keluar dan kemudian mereka berdua ngobrol.
“Kakak.” Panggil Alea.
“Iya Al. ada apa?” tanya Kenzo.
“Kok kakak ke sini? Kan harusnya istirahat. Malem-malem naik motor.” Kata Alea sambil manyun.
“Alea. Kakak ke sini pake mobil, bareng Mama.” Kata Kenzo menjelaskan.
“Terus, Mama?” tanya Alea.
“Mama di mobil.” Kata Kenzo. Kenzo kemudian menyodorkan sebuah kotak hadiah ke Alea.
“Dari papa.” Kata Kenzo pelan.

to be Continue... 

Bentar lagi bakal selesai nih.. Kayaknya.
Share: