The Second Life For Emily
“Aku balik
dulu ya Em, sampai jumpa.” Ucap Randy sambil mengecup kening Emily. Randy pun
menghidupkan motor dan mengendarainya keluar pekarangan rumah Emily. Saat Emily
berjalan masuk ke rumah, tiba – tiba terdengar suara hantaman cukup keras.
Mendengar hal itu, Emily segera berlari ke arah suara hantaman itu. Dan saat
dia tahu apa yang ada di depan matanya, tubuhnya mendadak lemas, air mata
langsung mengalir deras dari matanya. Tubuh Randy terbujur di aspal hitam,
dengan tubuh yang bersimbah darah.
“Randy!!!!!!”
jerit Emily. Ternyata hanya mimpi. Tiba – tiba Emily menangis. Sudah kesekian
kalinya dia memimpikan hal itu. Meskipun sudah berusaha keras melupakan Randy
yang telah pergi meninggalkannya, tapi mimpi itu seolah tak mau berlalu dari
dalam kepalanya. Mama Emily yang tadi mendengar putri kesayangannya menjerit
langsung bergegas menuju kamar Emily. Sesampainya di kamar Emily,
beliau
langsung memeluk Emily yang sedang menangis.
“Emily, udah
ya. Kamu harus berusaha lupain Randy, biar dia bisa tenang di sana.” Hibur Mama
kepada Emily.
“Emily udah
berusaha buat lupain dia, Ma. Tapi mimpi itu nggak mau pergi dari tidur Emily.”
Ujar Emily dengan masih menangis.
Mama Emily pun
ikut menangis melihat putri kesayangannya menanggung beban kesedihan yang
sangat mendalam. Dengan penuh kasih sayang, beliau pun membaringkan tubuh Emily
dan menyelimutinya.
“Udah, kamu
tidur lagi gih. Besok kan kamu ada kuliah pagi.”
“Iya. Makasih
ya, Ma.” Setelah mengecup kening Emily, Mama pun pergi.
Keesokan
harinya, Emily yang memang tak bisa tidur setelah semalam terbangun masih
tampak sedih. Dengan langkah lesu, dia bersiap – siap untuk pergi ke kampus.
Memang, setelah kepergian Randy, Emily banyak berubah. Dia semula adalah gadis
yang murah senyum dan sangat periang. Namun, semenjak kepergian Randy yang
terjadi di depan matanya, dia berubah menjadi gadis yang pendiam. Tak pernah
lagi terlihat senyuman dari paras cantiknya. Dia menjadi jarang bicara. Hal ini
menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Mama Emily. Beliau takut kalau Emily
melakukan hal bodoh bila belum bisa melupakan kepergian Randy.
***
Di kampus,
Emily jarang sekali bicara. Dia bicara hanya saat ditanyai oleh dosen. Dengan
teman – temannya, dia semakin jarang berkumpul. Chika, sahabat dekat Emily pun
semakin khawatir dengan kondisi Emily yang makin hari makin tak stabil. Pada
suatu kesempatan, dia mencoba berbicara dengan Emily.
“Em, kamu
nggak papa?” Tanya Chika dengan lembut. Tapi Emily tak mengucapkan apa – apa,
dia hanya menggeleng lemah. Melihat hal ini, Chika semakin sedih.
“Kamu masih
mikirin Randy, ya? Udah dong, Em. Kalo kamu gini terus, Randy di atas sana
bakal sedih. Kamu pengen Randy sedih?” mendengar hal ini, air mata Emily tiba –
tiba mengalir. Dia langsung memeluk Chika.
“Aku nggak
bisa dan nggak bakal bisa nglupain Randy, Chika. Kejadian itu selalu datang di
mimpi aku. Aku takut, Ka.” Jawab Emily sambil masih menangis.
“Iya, aku
tahu. Mungkin kamu harus coba mencari buka hati kamu buat cowok lain. Supaya
kamu bisa lupain Randy.” Saran Chika.
“Tapi… aku
nggak bisa... Gimana aku bisa buka hati aku kalau hati aku udah dibawa Randy
pergi…”
Chika terdiam.
Dia tak mampu mengatakan apa – apa mendengar apa yang barusan dikatakan Emily.
Chika tahu kalau Emily sangat menyayangi Randy, begitu juga sebaliknya. Tapi,
melihat kondisi Emily sekarang, dia hanya bisa bersedih. Dia tak bisa melakukan
hal berarti untuk membantu sahabat terbaiknya ini.
“Em, kamu
masih ada kuliah nggak?” Tanya Chika kepada Emily yang masih mengusap matanya.
“Nggak ada.”
Jawab Emily singkat.
“Aku anterin
kamu balik ya.” Ajak Chika. Dia sangat khawatir pada kondisi Emily saat ini.
Jadi dia berpikir untuk mengajak Emily pulang. Tanpa berkata apa – apa, Emily
beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mengikuti Chika.
Di sepanjang
perjalanan, tak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Chika dan Emily.
Sesampainya di rumah Emily, Chika langsung mengantar Emily masuk.
“Siang tante.”
Sapa Chika kepada Mama Emily.
“Eh, Chika.
Makasih ya, udah mau nganterin Emily pulang. Sini duduk dulu.” Balas Mama
Emily.
“Eng, makasih
banget tante. Tapi, Chika ada acara di rumah. Harus buru – buru pulang.”
“Ya udah deh.
Sekali lagi makasih ya.”
“Iya tante.
Emily, aku balik dulu ya. Sampai ketemu besok. Mari tante.” Chika pun pamit.
Setelah itu,
tak ada lagi kata terucap dari bibir Mama Emily ataupun Emily. Emily pun
bergegas menuju kamarnya. Mama Emily tidak berusaha menahan karena khawatir
keadaan Emily akan tambah buruk. Beliau pun ke dapur untuk membuatkan makan
siang untuk Emily.
Di dalam
kamar, Emily hanya termenung memandangi fotonya dan Randy yang masih terpajang
di dinding kamarnya. Tanpa terasa, air mata kembali jatuh dari mata indah
Emily. Tiba – tiba muncul sebuah ide bodoh di pikiran Emily. Dia berjalan ke
meja belajarnya, di situ dia mengacak – acak meja dan meraih sebuah benda
kecil. Silet! Emily ternyata berniat mengakhiri hidupnya.
“Randy, aku
nggak bisa hidup tanpa kamu. Aku akan nyusul kamu.”
Itulah kalimat
terakhir yang diucapkan Emily, sebelum akhirnya menggoreskan silet itu ke
pergelangan tangannya sambil tersenyum, sebuah senyuman getir. Perlahan, darah
merah segar mengucur deras dari pergelangan tangan Emily. Kepala Emily mendadak
pusing. Pandangannya gelap. Dia pun tak sadarkan diri.
***
“Emily,
ngapain kamu kemari?” sebuah suara mengagetkan Emily. Ternyata pemilik suara
itu adalah Randy!
“Randy, aku
pengen nyusul kamu. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu.” Jawab Emily sambil
menangis. Sosok Randy itu hanya diam, lalu berkata
“Em, hidup
kamu terlalu berharga buat kamu sia – sia’in. Aku nggak akan ninggalin kamu.
Aku akan selalu ada di dekat kamu. Sekarang, lebih baik kamu balik. Kasihan
mama kamu.” Bujuk sosok Randy itu.
“Tapi, Randy…”
Sosok Randy
hanya tersenyum kemudian lenyap dari pandangan mata Emily. Tiba – tiba muncul
cahaya putih dari depan Emily yang semakin mendekat.
“Aaaaa!!!”
teriak Emily. Saat dia membuka matanya, semua yang ada di hadapannya mendadak
berubah. Mama Emily yang dari kemarin gelisah menanti kesadaran putrinya
langsung menangis bahagia. Kening Emily pun dikecup dengan penuh kasih sayang.
“Ma, Emily di
mana?” Tanya Emily yang masih belum stabil kondisi pikirannya.
“Kamu ada di
rumah sakit sayang. Kamu udah koma selama beberapa hari. Mama takut kehilangan
kamu.” Jawab Mama Emily.
Emily melihat
sekeliling ruangan itu. Ternyata di situ ada juga Chika yang ikut menangis
melihat sahabatnya sudah sadar.
“Chika…”
“Emily, lain
kali kamu nggak boleh ngelakuin hal – hal bodoh lagi. Ya?” ucap Chika sambil
menangis. Emily hanya mengangguk sambil tersenyum lemah.
Air mata pun
mengalir di pipi Emily. Dia pun akhirnya sadar, apa yang telah dia lakukan
adalah tindakan bodoh. Dia pun berjanji dalam hatinya untuk tegar menerima
kepergian Randy. Tiba – tiba, pandangan mata Emily terhenti saat dia melihat
ada satu sosok yang sangat dikenalnya sedang berdiri di depan pintu kamar
tempatnya dirawat. Randy! Sosok itu tersenyum kepada Emily, kemudian
menghilang.
“Randy, kamu
akan selalu ada di dalam hatiku. Meskipun kamu udah nggak bisa menemani aku
seperti dulu.” Kata Emily dalam hati.
Kondisi Emily
pun makin membaik. Kesedihan yang sempat menghantui kehidupannya perlahan
sirna. Hatinya kini lebih kuat berkat Mamanya dan Chika, sahabatnya. Emily pun
menjalani “kehidupan kedua”nya dengan langkah pasti. Namun, satu hal yang tidak
akan pernah berubah, Randy akan selalu ada di dalam hati dan pikirannya,
selamanya…
- Ended -
Gimanaa? Abis baca, kasih komentar yaa~ :D