Between the Skyline, Part - 2

http://ih3.redbubble.net/image.5424846.2634/flat,550x550,075,f.jpg

Before on 'Between the Skyline' :
Seorang anak baru datang ke kelas Alyssa. Cowok yang dulu adalah sahabat kecil Alyssa, Raziel. Apa yang membuat dia kembali? Dan.. Rahasia apa yang menyelimutinya?

“Sakti banget tu cewek.” Gumam Raziel.
“Udah ah. Yuk Yel, ke kelas.” Ajak Alyssa. Raziel pun mengangguk kemudian mengikuti langkah Alyssa.
Ian masih terpaku sendiri sambil mengamati kacamata Laras. Dia juga masih berusaha mencerna kembali semua kata-kata Laras tadi. Dia pun tersenyum setelah merasa mendapatkan jawaban. Kacamata itu kemudian dia masukkan ke kantong jaketnya. Dan Ian bergegas pergi.
Alyssa dan Raziel hampir saja telat masuk kelas. Untung Bu Arini, guru Matematika, belum masuk sehingga mereka masih sempat masuk. Mereka pun duduk di tempat masing-masing.
“Sa, darimana aja loe?” tanya Mitha penasaran.
“Gak darimana-mana kok Mith. Emang kenapa?” tanya Alyssa balik.
“Gakpapa sih. Eh, tu si Raziel tadi kok manggil loe Chacha?” tanya Mitha lagi. Alyssa hanya tersenyum mendengar pertanyaan Mitha.
“Gini lho Mith…” kata-kata Alyssa terhenti karena bu Arini keburu masuk dan memulai pelajaran. Alyssa dan Mitha segera merubah posisi duduk mereka.
Tak seperti biasanya, bu Arini tanpa memberi salam terlebih dahulu langsung menulis di whiteboard. Alyssa, Mitha, dan seluruh kelas pun heran. Setelah selesai, bu Arini kemudian berbalik menghadap ke siswa. Dengan senyum sadisnya, bu Arini mulai berbicara.
“Hari ini, ibu ingin mengadakan Pre-Test untuk materi baru kita. Silakan kalian keluarkan selembar kertas dan kerjakan soal yang ada di whiteboard.” Kata bu Arini sambil menunjuk whiteboard. Seluruh kelas pun berteriak riuh.
“Huuuuu…”
“Diam! Kalau ada yang protes, silakan keluar dan jangan harap mendapatkan nilai matematika yang terisi di raport kalian.” Kata bu Arini galak. Seluruh kelas pun berubah hening.
Wajah-wajah kebingungan anak-anak XI IPA-1 tak bisa ditutupi. Mereka tampak gugup mengerjakan soal-soal yang diberikan bu Arini. Beruntung, semalam Alyssa dan Mitha sudah belajar sedikit materi matematika sehingga mereka dapat mengerjakan soal-soal tersebut. Meskipun dengan kewalahan.
Alyssa menoleh ke sana kemari melihat keadaan teman-temannya. Tampak mereka begitu kesulitan mengerjakan soal ini. Tapi ketika pandangannya tertuju ke Raziel, mata Alyssa hampir melompat keluar. Dia melihat Raziel dengan wajah pasti mengerjakan soal-soal tersebut. Dan ketika pandangan mereka beradu, Raziel melempar senyuman ke arah Alyssa. Alyssa pun segera berbalik dan berkutat kembali dengan kertas jawabanya.
“Silakan kalian kumpulkan paling lambat 5 menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Saya tunggu di meja saya.” Kata bu Arini bergegas keluar kelas.
“Gila tu bu Arini. Bel pulang sekolah kan tinggal 10 menit lagi.” Gerutu Nova, ketua kelas. Hampir seluruh kelas mengiyakan apa kata Nova tadi.
Nova pun segera berdiri dan berjalan mengumpulkan seluruh kertas lembar jawaban dan pergi ke ruang guru untuk mengumpulkannya ke meja bu Arini. 5 menit menanti suara bel, kelas XI IPA-1 riuh. Beberapa dari mereka membuka buku materi dan berusaha memecahkan soal dari bu Arini dengan petunjuk buku. Ada yang berhasil, ada pula yang gagal. Raziel hanya tersenyum melihat teman-teman barunya begitu antusias memecahkan soal tersebut.
“Teeettt!!!” akhirnya bel tanda pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa pun bergegas keluar dari kelas. Pun dengan Raziel yang dengan perlahan memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas kemudian bangkit berdiri dari kursinya. Dia berjalan keluar dengan langkah pelan. Saat akan keluar, tiba-tiba Alyssa memanggilnya.
“Ziel!” panggil Alyssa. Raziel pun menghentikan langkahnya dan menoleh pelan ke arah Alyssa.
“Iya Cha. Ada apa?” tanya Raziel.
“Ikut kita dulu yuk.” Ajak Alyssa. Mitha mengangguk sambil tersenyum. Kini Alyssa dan Mitha juga sudah berada di depan pintu kelas.
“Ke mana?” tanya Raziel bingung. Alyssa hanya tersenyum, kemudian menarik tangan Raziel. Tanpa melawan, Raziel pun mengikuti langkah kaki Alyssa dan Mitha.
Alyssa mengajak Raziel ke ruang musik. Sesampainya di sana, Mitha langsung duduk dan bersiap memainkan piano. Dan Alyssa pun duduk di samping Mitha dan mulai bernyanyi. Raziel hanya terdiam melihat piano, dan alat musik lain di ruangan itu. Pandangannya fokus ke sebuah gitar yang bersandar manis di dinding. Raziel pun tersenyum. Senyuman getir. Dia pun bergegas pergi. Alyssa pun menghentikan lantunan lagunya dan berlari mengejar Raziel.
“Ziel!!” teriak Alyssa berusaha memanggil Raziel. Mitha pun menghentikan permainan pianonya.
“Sa. Raziel kenapa?” tanya Mitha.
“Gue nggak tau Mith.” Kata Alyssa lirih. Matanya masih menatap sosok Raziel yang perlahan lenyap dari hadapannya.
***
Raziel masih berlari dan berlari. Ada bulir air mata yang masih tertahan dan enggan terjatuh. Laju larinya terhenti di hadapan sesosok pemuda yang nampak sedang mengamen. Memakai sweater hitam dan celana skinny, serta sebuah topi yang aneh. Memainkan gitar dengan petikan-petikan dawai yang merdu. Raziel terhenyak ketika pemuda itu melempar senyum kepadanya. Setiap denting nada yang dihasilkan oleh petikan gitar itu membuat hati Raziel sejuk. Sejenak dia dapat melupakan rasa pahit yang dia rasakan.
“Raziel.” Pemuda itu memanggil Raziel. Hal ini pun membuat Raziel semakin kaget.
“Da..darimana…” Kata Raziel tergagap.
“Perkenalkan, aku Oliver.” Kata pemuda bernama Oliver itu memperkenalkan diri.
“Oliver?” Raziel mencoba mengingat. Oliver pun hanya tersenyum.
“Mungkin kau lebih mengenal sosokku sebagai patung kecil bernama Oliver.” Kata Joe. Mendengar kata-kata terakhir Joe, Raziel hampir terjatuh. Ingatan Raziel meluncur tepat ketika dia baru saja pindah ke Inggris bersama kakeknya.
*flashback*
“Raziel, mungkin ayah dan ibumu sudah pergi. Tapi mereka selalu ada di dalam hatimu.” Kata Kakek kepada Raziel kecil. Raziel kecil pun hanya tersenyum.
“Dan sekarang, kakek punya sesuatu untukmu.” Kata Kakek kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam kotak di atas meja.
“Namanya Oliver. Dia seorang gitaris dan musisi hebat. Seperti ayahmu. Dia akan menjadi temanmu suatu saat nanti.” Kata Kakek sambil menunjukkan sebuah patung kecil. Patung pemuda bertopi yang sedang memegang gitar.
“Trimakasih ya kek.” Kata Raziel kecil sambil tersenyum kemudian meraih Oliver dari tangan kakeknya.
-  -  -  -
“Bagaimana? Kau sudah ingat?” tanya Oliver. Raziel pun hanya mengangguk. Oliver menyodorkan gitarnya ke Raziel. Tapi Raziel enggan untuk menerimanya. Dia pun pergi meninggalkan Oliver. Oliver hanya tersenyum melihat sikap dingin Raziel.
***
Keesokan harinya, Alyssa pagi-pagi sekali sudah sampai di sekolah. Dia berdiri di depan gerbang sambil beberapa kali melirik gelisah jam tangannya. Beberapa kali dia mengedarkan pandangan ke berbagai arah, seolah mencari sesuatu. Hingga pandangannya terhenti pada sosok yang sedang berjalan pelan ke arah gerbang SMA Satya. Raziel.
“Ziel!!” panggil Alyssa sambil melambaikan tangannya ke arah Raziel.
“Hai Chacha.” Balas Raziel yang sudah berada di depan Alyssa. Raziel pun tersenyum. Senyum yang membuat Alyssa salah tingkah.
“Ziel, ada yang pengen aku omongin.” Tiba-tiba raut muka Alyssa berubah serius. Raziel yang menyadarinya pun segera merespon.
“Yuk, masuk dulu.” Ajak Raziel. Alyssa menurut. Mereka berjalan di koridor sekolah yang masih lengang. Sepanjang jalan, mereka sama sekali tak saling bicara. Hingga mereka sampai di taman sekolah. Setelah duduk, Raziel pun mulai membuka percakapan.
“Cha, kamu mau ngomongin apa?” tanya Raziel lembut. Alyssa menghela nafas.
“Soal kejadian kemaren di ruang musik.” Alyssa mulai berbicara.
“Iya?”
“Kenapa kamu tiba-tiba pergi gitu aja?” tanya Alyssa sambil menatap Raziel.
“Cha, kamu tau kan kalo mendiang ayahku seorang musisi hebat?” tanya Raziel. Alyssa mengangguk.
“Iya. Beliau musisi yang cukup disegani. Meskipun jarang diekspos media tapi karyanya banyak yang jadi hits.” Kata Alyssa panjang lebar. Raziel pun tersenyum mendengarnya.
“Aku pun bercita-cita pengen jadi kayak beliau. Seorang musisi.” Kata Raziel sambil menatap kosong ke arah langit.
“Trus kenapa kemaren kamu tiba-tiba lari keluar? Kenapa Yel?” tanya Alyssa sambil memegang tangan Raziel. Jantung Raziel berdegup kencang. Dia berusaha mengendalikan dirinya kemudian menarik nafas panjang.
“Aku pun setuju buat pindah dan tinggal sama kakekku. Supaya aku bisa belajar musik dari kakek.” Kata-kata Raziel terhenti. “Terjadi hal buruk yang memaksaku ngubur semua mimpiku Cha.” Kata Raziel lirih.
“Hal buruk apa?” tanya Alyssa semakin penasaran.
“Hal buruk itu…” kata-kata Raziel terputus karena Raziel melihat sosok yang sedang sibuk mengelap gitarnya. Sosok Oliver. Melihat pandangan mata Raziel yang seperti terpancang ke sesuatu, Alyssa pun mencoba melihat ke arah pandangan mata Raziel.
“Ziel. Kamu ngeliatin apaan sih?” tanya Alyssa penasaran.
“Oliver..” kata Raziel masih terbengong melihat sosok Oliver yang tiba-tiba muncul. Oliver masih nampak sibuk dengan gitarnya. Sesekali dia melempar senyum ke arah Raziel yang kebingungan. Raziel pun mengernyitkan dahinya.
“Ziel. Oliver siapa?” tanya Alyssa kebingungan.
“Ke kelas aja yuk Cha.” Ajak Raziel. Mereka berdua pun pergi ke kelas. Di sepanjang koridor, Raziel masih bingung kenapa tiba-tiba Oliver muncul di sekolahnya. Alyssa yang sama sekali tak tahu pun kebingungan melihat tingkah aneh Raziel. Tiba-tiba pandangan mata Raziel kembali melihat sosok Oliver yang kini sedang asyik duduk di lantai depan pintu kelas sambil memainkan gitar. Dia mendelik melihatnya. Dan Raziel akhirnya limbung kemudian pingsan.
“Yel! Ziel! Bangun!” Alyssa menggoncang-goncangkan tubuh Raziel yang tersungkur. Beruntung, Mitha dan Tito muncul dan segera membantu Alyssa membawa Raziel ke UKS.

~ to be continued...
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,