Untitled Tragedy, The 3rd



“Sam, aku pulang duluan ya. Ayahku sudah datang.” Ujar Tristan sambil melambaikan tangannya. Kemudian berlari menuju mobil ayahnya.
“Ya, hati-hati.” Kata Sam membalas lambaian tangan Tristan. Kini tinggal Sam sendiri di depan gerbang kampus. Diliriknya jam di pergelangan tangannya, ternyata sudah jam 6 dan bus kota yang dia tunggu tak kunjung datang.
Karena sudah tak tahan hanya berdiri menunggu, Sam memutuskan untuk berjalan kaki menuju rumahnya. Tapi saat akan pergi meninggalkan tempatnya, ada suara yang memanggil-manggil dari belakang.
“Hey! Tunggu!” panggil suara itu.
Sam pun menghentikan langkahnya. Dan terlihat seorang gadis bertubuh sedang, berambut sebahu berlari ke arahnya sambil membawa sebuah buku tebal. Sam pun mengernyitkan dahinya.
“Siapa kau? Apa yang kau lakukan sampai malam di kampus?” Tanya Sam.
“Aku mahasiswi baru. Aku dari perpustakaan tapi aku tersesat saat ingin keluar dari lingkungan kampus.” Jawab gadis itu sambil terengah-engah.
“Hahaha. Ada-ada saja kau, bisa tersesat di dalam kampus.” Ujar Sam.
“Sudah, jangan menertawakanku.” Kata gadis itu mendengus kesal.
“Hahaha. Ya, baiklah aku tidak akan menertawakanmu. Oiya, kau bilang tadi, kau mahasiswa baru?” Tanya Sam. Gadis itu hanya mengangguk.
“Sebagai permintaan maafku, ikutlah denganku. Aku traktir kau makan.” Ajak Sam.
“Baiklah.” Kata gadis itu.
Sam pun berjalan berdua dengan gadis itu menuju sebuah rumah makan tak jauh dari kampus. Setelah memilih menu, mereka pun segera duduk dan menunggu pesanan mereka datang. Nampak gadis tersebut mulai membuka lembar demi lembar halaman buku tebal di depannya. Sam pun memperhatikannya dengan seksama.
“Hey, buku apa yang sendang kau baca?” Tanya Sam penasaran.
“Ini.” Jawab gadis itu sambil mengubah posisi buku itu menjadi berdiri sehingga Sam dapat membaca judul buku tersebut.
“Oh, ‘Bias Cinta Di Ujung Senja’. Buku yang bagus.” Ujar Sam kemudian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Gadis itu mengernyitkan dahinya.
“Bagus? Jangan sok tahu.” Kata gadis itu. Sam hanya tersenyum.
“Tentu saja aku tahu. Aku sudah berkali-kali membacanya dan kesimpulanku, bagus. Tidak sia-sia kau tersesat untuk buku itu.” Kata Sam sambil sedikit tertawa.
“Ah, kau memang menyebalkan.” Gadis itu mendengus kesal kemudian mulai membaca prolog di awal buku tersebut.
“Dan aku pun tetap bertahan demi ilusi itu meskipun ku tau, semuanya akan sia-sia pada akhirnya. Karena cintaku terlanjur menghempaskan sakitku. Ya, karena ilusi itu telah merenggut mataku dari melihat yang nyata.. Kepergianmu.” Kata-kata Sam mengalir begitu saja. Sejurus kemudian, Sam mulai memakan French Fries di hadapannya.
“Kau benar-benar sudah membaca buku ini.” Ujar gadis itu kagum setelah mendengar kata-kata Sam barusan. Matanya takjub mengamati wajah Sam yang tanpa ekspresi mengunyah French Fries.
“Aku memiliki beberapa buku seperti itu jika kau berminat. Oiya, siapa namamu?” Tanya Sam sambil mengulurkan tangannya. Gadis itu kemudian menyambut uluran tangan Sam.
“Ellena.” Jawab gadis itu singkat. Sam tersenyum.
“Ya, setidaknya namamu cukup cantik untuk gadis segalak dirimu.” Ujar Sam sambil tertawa kecil.
“Hey! Apa maksudmu?!” Tanya Ellena sambil bersungut-sungut. Sam hanya tertawa melihatnya.
***
Di tempat tidurnya, Sam masih terbaring lemah. Matanya sayu memandangi seisi ruangan tempatnya berada. Kekosongan dan kesunyian memadati setiap sudut ruangan itu. Sam pun hanya tersenyum. Sejenak, dia dapat menikmati keberadaannya di dunia.. Kesendiriannya.. Meski dia tahu, masih ada Olivia yang selalu ada untuknya semenjak kematian orang tuanya.
Papa dan Mama adalah orang sangat Sam kagumi karena keteguhan mereka dalam menghadapi hidup. Banyak pelajaran yang Sam peroleh dari cerita yang selalu disampaikan Papa dan Mamanya. Begitu pula ikatan cinta yang selalu dia lihat ketika mereka dulu sedang duduk berdua menemani Sam dan Olivia belajar. Ikatan cinta yang kini membuat Sam iri karena tak bisa memiliki ikatan seperti itu.
“Ah, menyebalkan sekali kalau teringat bagaimana Papa dan Mama dulu selalu saja mengawasiku saat belajar.” Ucap Sam.
Dan setelah mereka berdua harus pergi dari dunia karena sebuah kecelakaan pesawat, Sam pun tinggal berdua bersama Olivia. Sampai kemudian ketika Sam mulai mengenyam bangku kuliah, dia memutuskan untuk tinggal sendiri, terpisah dari Olivia karena ingin belajar mandiri demi kehidupannya nanti.
“Kak Olivia, aku iri padamu. Kau bisa setegar itu setelah kak Brian dengan kejam mengkhianati pertunangan kalian dan menikah dengan wanita lain.” Sam tersenyum getir. Masih teringat di ingatannya bagaimana tangis Olivia yang memecah malam setelah mendengar kabar bahwa Brian sudah menikah.
“Ah. Sepertinya hidupku sangat menyedihkan. Dikelilingi oleh orang-orang yang mengagumkan, tapi aku tak bisa seperti mereka. Gagal memenuhi ekspektasi mereka terhadapku.” Ucap Sam kemudian mengalihkan pandangannya ke arah langit kelabu yang terhalang oleh bening kaca jendela.
Air mata mulai leleh dan menuruni pipi Sam dengan pelan. Dadanya kembali terasa tertusuk oleh sesuatu yang tak terlihat. Sesuatu yang dia sendiri tak mampu menjelaskannya. Rasa sakit itu semakin kuat terasa dan semakin memenuhi rongga dadanya. Tangan kanannya lemah mengusap dadanya yang semakin sesak. Dan tak berapa lama, Sam pun terlelap dalam tidur setelah sang sunyi menyanyikan melodi bisu pengantar tidur untuknya.
***
“Sam, aku baru selesai membaca buku yang minggu lalu kau berikan untukku. Dan memang benar, isinya sangat bagus.” Kata Ellena senang. Sam pun tersenyum kemudian mengacak rambut Ellena.
“Hey, apa yang kau lakukan.” Kata Ellena sambil merapikan rambutnya.
“Ellena, ayo ikut denganku.” Ujar Sam kemudian berjalan pergi.
“Sam! Mau ke mana?” panggil Ellena yang kemudian berlari mengejar Sam.
Deru motor Sam tenggelam dalam pekak suara deru kendaraan lainnya. Tanpa kata, mereka berdua menikmati sepi jalan yang mulai mendaki yang perlahan datang menggantikan keramaian kota yang bergemuruh sejak tadi. Sepanjang jalan Ellena tak henti-hentinya memperhatikan Sam yang terus saja melangkah dan tak mau berkata ke mana dia akan mengajaknya. Ada tanda tanya besar di dalam kepalanya, tapi dia berusaha menahannya.
“Kita sampai.” Kata Sam singkat kepada Ellena. Mereka berdua turun dari motor dan berjalan sebentar.
Sam kemudian duduk dan menghela nafas panjang. Ellena pun menghentikan langkahnya. Matanya pun takjub melihat deretan gedung dan bangunan yang tampak kecil di hadapannya tertata rapi. Pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
“Sam, bagus sekali. Aku belum pernah melihat pemandangan seperti ini.” Kata Ellena takjub. Matanya pun masih belum mau melepaskan pandangannya dari ‘diorama’ kota yang ada di hadapannya.
“Makanya, jangan terlalu sering tenggelam di balik tumpukan buku. Sesekali kau harus pergi keluar, melihat dan menikmati keindahan alam bukan hanya keindahan kata. Alam memiliki ribuan kata yang jauh lebih indah, yang tersimpan rapat di sekitar kita. Cermati dan kau akan menemukannya.” Ujar Sam yang kemudian merebahkan tubuhnya ke rerumputan hijau.
Ellena tak mampu berkata apa-apa setelah mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Sam. Dia takjub dengan keindahan alam yang selama ini tak terlihat oleh matanya. Tapi dia lebih takjub pada kata-kata Sam. Tak pernah terkira dia akan mendengarnya dari mulut seorang Sam. Dilihatnya sejenak Sam yang nampak mulai terlelap karena buaian angin. Dia pun ikut berbaring di samping Sam, matanya enggan terpejam dan masih asyik menikmati biru langit yang cerah. Nampak sebuah senyuman mengembang di bibirnya.

***

Setitik air mata menetes di pipi Ellena ketika dia teringat kenangannya bersama Sam. Rasa sakit di hatinya semakin bertambah. Rasa sakit akibat penyesalan karena pernah mencampakkan Sam. Rasa sakit yang akan terobati jika dia bisa kembali bersama Sam dan merajut kembali kisah bersamanya.
“Sebentar lagi kita sampai Ellena. Tenanglah.” Kata Olivia membesarkan hati Ellena.
“Terima kasih kak.” Kata Ellena singkat.
“Ellena, ketahuilah. Meskipun Sam enggan bertemu denganmu, tapi aku bisa merasakan kalau dia masih mencintaimu.” Ujar Olivia sambil tetap fokus mengendalikan mobilnya.
“Benarkah itu kak?” Ellena pun kaget mendengar kata-kata Olivia barusan.
“Tentu saja. Entah apa yang membuat dia enggan mengakuinya.” Lanjut Olivia.
Di sela-sela air matanya, Ellena bisa sedikit tersenyum. Ada sedikit harapan untuk bisa bersama Sam lagi memperbaiki apa yang pernah dia hancurkan. Mencintai orang yang juga mencintainya dengan cinta yang sebenarnya. Berjuang meraih sebuah mimpi dari dua jiwa yang memiliki satu tujuan.
Mobil Olivia melaju melewati kendaraan-kendaraan lain di jalanan kota yang hari ini cukup lengang. Seolah memberikan jalan bagi Ellena dan Sam agar segera bertemu kembali. Seperti dongeng yang kisahnya sedang ditulis.
Tapi tiba-tiba saja Olivia seperti kehilangan kendali. Laju mobil menjadi sedikit oleng padahal masih pada kecepatan yang cukup tinggi. Rem mobil pun beberapa kali seperti tak berfungsi. Beberapa kali dia hampir menabrak mobil lain. Sampai ketika tiba pada persimpangan menuju rumah sakit..
“BRAAAKKK!!!” sebuah suara hantaman yang begitu keras terdengar. Nampak dari sumber suara tersebut sebuah mobil sedan yang terguling dan sebuah truk bermuatan yang bagian depannya sudah setengah hancur mengepulkan asap putih membubung. Lalu lintas pun terhenti dan beberapa orang berusaha menolong orang-orang yang ada di mobil sedan maupun truk tersebut.
“El..Elle..na.... ba..ngu..n” kata-kata Olivia terbata-bata menahan sakit berusaha membangunkan Ellena yang tak sadarkan diri.
“M..ma...afkan.... a..ku....” kata-kata Olivia yang lirih pun hilang terbawa angin. Sejurus kemudian dia pun pingsan.


___ to be continued ____


Butuh komentar lho pembaca NVRstepback yang kece-kece & baik hati... Soalnya lagi kehabisan ide buat ngelanjutin ceritanya... Yuk diisi kotak komentarnya, biar rame.. :3
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,