Still.. With You! -- Part - II



“An! Anna!” panggilku, tapi Anna sama sekali tak berhenti.
“Aneh.” Pikirku melihat sikap Anna. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari berusaha mengejarnya ke kelas.
Tak lama kemudian aku sudah sampai di kelas. Ku lihat Anna sedang duduk diam di bangkunya sendirian. Dengan langkah perlahan, aku berjalan mendekatinya kemudian duduk di sampingnya. Dia nampak menyadari kehadiranku dan hendak menghindariku. Tapi segera kuraih pergelangan tangannya. Anna pun kembali duduk, meskipun dengan gestur ‘menolak’ keberadaanku.
“Anna. Dari tadi pagi sikapmu aneh banget loh. Ada apa sih? Kamu ada masalah?” tanyaku. Kulihat Anna masih terdiam.
“An…” panggilku lirih. Dan sepertinya dia memang sama sekali tak ingin bicara.
“Ya udah. Oiya, aku tadi ketemu Ira. Dia pindah ke sini.” Aku bergegas bangkit kemudian pindah ke tempat dudukku yang letaknya di belakang Anna.
Aku masih mengamati Anna, ya lebih tepatnya mengamatinya dari belakang. Meski tak dapat terlihat olehu raut wajahnya, aku bisa tahu kalau dia menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi, apakah hanya karena dia akan pergi setelah lulus nanti? Itu terlalu berlebihan kalau Anna harus bersikap seperti ini padaku. Sial…
***
Ulangan kali ini terasa begitu lama. Entah karena aku sedang tidak konsentrasi atau memang ada yang salah dengan waktu hari ini. Tapi yang jelas terasa begitu cepat aku selesai mengerjakan soal di hadapanku ketika kusadari masih ada 30 menit waktu yang tersisa sebelum bel istirahat berbunyi. Baiklah, lebih baik aku keluar duluan.
Aku berdiri, kemudian berjalan ke meja guru, tempat Bu Vera duduk dengan tampang nenek sihirnya. Tampak ada senyum jahat yang terlempar dari mulutnya ketika aku menyerahkan lembar jawabku. Kemudian aku berlalu keluar kelas. Kusempatkan melirik Anna, tampak dia masih berkutat dengan soal di hadapannya. Sudahlah, lebih baik aku menunggunya di kantin.
“Rio!” teriak seseorang yang tiba-tiba saja sudah berada di sampingku. Ah, ternyata Ira.
“Hey, Ra. Lho, kok kamu di luar? Gak pelajaran?” tanyaku.
“Kosong Yo, daripada di kelas mending ke kantin.” Jawabnya sambil tersenyum. Aku ikut tersenyum, tapi tak menanggapinya. Huh! Seandainya yang tersenyum itu adalah Anna..
Sesampainya di kantin, aku dan Ira langsung memesan makanan dan duduk. Tak lama kemudian bakso dan es teh pesanan kami datang. Kami makan tanpa berbicara satu sama lain. Aku merasa tak enak hati pada Ira, tapi aku memang sedang malas berbicara. Dan sepertinya Ira menyadarinya.
“Yo, lagi ada masalah ya? Cerita dong.” Ujar Ira.
Aku menghela nafas, kemudian mulai bercerita, “Anna dari tadi pagi aneh banget Ra. Dia gak mau ngomong sama aku. Pas jemput dia tadi sih, pembantunya bilang kalo Anna bakal pindah ke luar negeri buat ngelanjutin kuliah di sana. Aku pura-pura diem dan berharap dia bakal cerita. Tapi sampai sekarang dia sama sekali gak cerita. Padahal biasanya kalau dia punya masalah, atau ada sesuatu, dia pasti cerita.”
Ya, dan tanpa sadar aku nyerocos panjang lebar kepada Ira. Dan Ira pun tersenyum mendengar ceritaku.
“Kamu khawatir kehilangan Anna ya, Yo?” Tanya Ira kepadaku. Hampir aku tersedak mendengar pertanyaan itu. Kehilangan Anna?
“Ah.. Eng.. Itu, bukan gitu Ra.. Tapi…” aku tergagap menjawab pertanyaan Ira tadi.
“Kamu suka kan sama Anna?” Tanya Ira lagi. Tapi kali ini mimik mukanya berubah, seperti menyimpan kesedihan yang dalam.
“Ya, mungkin.” Jawabku singkat.
“Perjuangkan perasaanmu Yo, jangan sampai kamu nyesel karena memendamnya kelamaan.” Kata Ira sambil memegang tanganku. Aku mengangguk sebagai jawaban.
“Rio..” terdengar suara lirih di sebelahku. Aku menoleh, dan ternyata…
“Anna…” ujarku. Aku segera melepaskan genggaman tangan Ira ketika Anna melihatnya. Tapi Anna lagi-lagi berlari menghindariku. Ah, sial! Tanpa permisi pada Ira aku langsung berlari mengejar Anna. Kali ini aku tak boleh memendam perasaanku terlalu lama lagi padanya, pikirku.
Aku masih berlari, tapi setelah berbelok di koridor yang mengarah ke laboratorium, aku kehilangan Anna. Ke mana dia? Aku berjalan perlahan, ketika langkahku kaki terhenti dan kakiku seolah terpasak di tempatku berdiri ketika aku melihat Anna sedang menangis tersedu di pelukan Denis. Hey! Bukankah Denis sudah memutuskan hubungan dengan Anna? Kenapa malah seperti ini? Aku tak sanggup melihatnya lebih lama, tapi tubuhku enggan beranjak. Wajahku terasa panas, entah karena rasa marah atau apalah aku sendiri tak tahu.
Tak lama kemudian Denis melepaskan pelukan Anna kemudian berjalan.. Ke arahku! Tanpa mampu berbuat apa-apa, aku melihat Denis merangkul Anna berjalan melewatiku. Ada seringai kemenangan di wajah Denis yang menyebalkan. Tatapanku sempat bertemu dengan tatapan mata Anna, tapi hanya sekilas dan kemudian bersama Denis melewatiku yang masih berdiri mematung. Tak mampu bergerak.

***
Mataku terbatas memandang batas. Terikat kuat oleh goresan luka menyayat. Hening suasana pilu yang tak bergeming. Terluka oleh ilusi yang melintas begitu saja.
***

Jam-jam pelajaran berikutnya, aku menghabiskan waktuku mengotori buku tulisku dengan gambar-gambar abstrak tak bermakna sebagai pelampiasan rasa marah, sedih, dan gundahku. Sama sekali tak ada materi pelajaran yang bisa kuserap. Mataku enggan melihat ke depan, karena tentu saja ada Anna yang ada tepat di depan mataku. ARRGHHH!!!
Dan setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku bergegas pergi keluar kelas. Tak sanggup rasanya berlama-lama di dalam sana. Kuputuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah. Sesampainya di sana, aku langsung duduk di bangku yang kosong. Memasang headset dan memutar music dari ponselku dengan volume yang kuat sehingga aku tak mendengar apapun kecuali music dari ponselku.
Mataku menatap kosong ke arah langit yang sedikit berawan. Gerak lambat segerombol besar awan putih menghipnotisku untuk mengamatinya. Pelan.. Lamban.. Dilengkapi dengan alunan music bertempo rendah dari headset-ku, tanpa sadar aku mengantuk dan tertidur.
“Yo. Rio, bangun! Hey!” sayup-sayup terdengar suara yang makin lama makin keras diiringi sentuhan di wajahku. Saat kubuka mataku, aku terkejut karena ada Ira yang sudah duduk di sampingku. Dan lagi, wajahnya begitu dekat dengan wajahku.
“Eh, Ira.” Ujarku kemudian bergerak agak menjauhinya. Nampak Ira tertawa kecil melihat tingkahku.
“Gak pulang Yo?” Tanya Ira.
“Bentar lagi deh Ra. Oiya, kamu sendiri kenapa belum pulang?”
“Aku tadi habis ketemu sama Bu Sinta gara-gara aku membolos waktu jam-nya.”
“Ha? Hahahah, berani banget Ra bolos pas jam-nya Bu Sinta. Ati-ati lho.”
“Hehe, iya iya Rio.”
“Eh, pulang yuk Ra. Udah mau jam 6.” Ajakku. Ira pun mengangguk tanda setuju.
Kami berdua berjalan keluar sekolah berdampingan. Ada keanehan yang kurasakan saat ini. Ya, seharusnya aku berjalan bersama Anna! Bukan Ira. Tapi, tak apalah karena sudah terlanjur begini. Mungkin besok aku masih punya kesempatan untuk meluruskan permasalahanku dengan Anna agar tak berlarut-larut, pikirku.
“Eh, Yo temenin aku makan yuk. Laper nih.” Kata Ira tiba-tiba sambil tersenyum ke arahku.
“Hah? Jam segini? Makan di mana?” tanyaku sambil mengernyitkan dahi.
“Tuh.” Tunjuk Ira ke sebuah kafe di sudut jalan. Aku hanya mengangguk.
Segera aku berjalan mengikuti Ira masuk ke dalam kafe. Suasananya cukup nyaman. Tempatnya tidak terlalu luas. Dengan desain interior yang minimalis namun rapi dan bersih. Terdengar pula alunan music klasik memenuhi seisi kafe tersebut. Yah, lumayanlah, pikirku. Setelah memesan makanan, kami segera duduk dan menikmatinya.
“Rio, itu Anna kan?” ujar Ira tiba-tiba sehingga membuatku menghentikan makanku tiba-tiba. Aku segera melihat ke arah Ira menunjuk. Setelah kulihat, ternyata benar Anna. Tapi apa yang dia lakukan di sini.
“Aku ajak gabung ke sini ya Yo, biar kita bisa kumpul lagi kayak dulu.” Kata Ira. Aku hampir tersedak mendengarnya. Tapi aku tak bisa menahan Ira karena Ira keburu berlari ke arah Anna. Aku pun segera mengalihkan fokusku ke makanan di hadapanku yang belum habis. Tak berapa lama, Ira sudah kembali duduk ke tempatnya tadi. Dan Anna duduk, tepat di hadapanku.
“Nah, sekarang kita udah ngumpul lagi.” Kata Ira dengan nada senang. Aku tak menanggapinya dan masih terus mengunyah kentang goreng dan memainkan gelas minumku. Kulihat, Anna masih tertunduk diam. Sedangkan Ira terlihat kebingungan melihat sikapku dan Anna.
“Aku permisi ke kamar kecil ya.” Ujarku kemudian pergi meninggalkan Ira dan Anna berdua.
Sesampainya di kamar kecil, segera kubasuh tanganku dengan air. Namun aku sengaja berlama-lama karena memang alasanku memang ingin menghindari Anna setelah aku melihatnya ada di pelukan Denis tadi. Setelah kupikir cukup lama, segera aku kembali ke meja. Kulihat Ira sudah sendirian. Itu berarti Anna sudah pergi.
“Lama banget sih Yo, Anna keburu pergi.” Kata Ira mendengus kesal ke arahku.
“Iya iya maaf, perutku sakit banget tadi. Jadinya ya lama.” Kataku beralasan sambil memasang senyum polos.
“Rio..” panggil Ira, kali ini dengan nada serius.
“Ada apa Ra?” tanyaku.
“Anna tadi udah cerita sama aku.” Jawab Ira.
“Cerita apa Ra?” tanyaku semakin penasaran. Aku bertanya-tanya apa yang sudah Anna ceritakan kepada Ira.
“Anna udah cerita kalau dia mau nglanjutin kuliahnya ke luar negeri. Dia juga bilang, kalo dia pengen minta maaf ke kamu karena udah diemin kamu seharian tadi.” Lanjut Ira.
“Itu aja?” tanyaku sambil memajukan badanku.
“Dia juga berharap kamu gak salah paham pas dia nangis di pelukan.. Eng.. Denis, ya Denis. Dia gak sengaja ketemu Denis dan gak bisa menghindar ketika Denis berusaha nenangin dia karena Anna bilang kepalanya tiba-tiba sakit.” Ujar Ira kemudian.
Aku menghempaskan punggungku ke sandaran kursi. Aku menunduk lesu tak mampu berkata apa-apa mendengar semua kata-kata Ira, bukan. Kata-kata Anna yang disampaikan Ira. Menyebalkan rasanya tersangkut di dalam perangkap perasaan yang rumit ini.
“Udahlah Yo, besok kan masih ketemu di sekolah. Pulang yuk, udah kenyang nih.” Kata Ira. Aku hanya mengangguk kemudian keluar bersama Ira.
***
Di dalam kamar, aku hanya rebahan sambil sesekali memeriksa ponselku. Berharap ada pesan atau telepon dari Anna. Tapi sama sekali tak ada. Dan untuk pertama kalinya, aku merindukan sosok Anna yang selalu marah-marah dan meneriakiku ‘cungkring’ ketika aku memanggilnya ‘sipit’. Momen sederhana yang sekarang sangat kurindukan. Padahal belum tentu dia merindukanku. Lagi pula aku hanya sahabatnya. Ah, benar-benar menyebalkan. Dan karena sudah tak tahan, aku pun mengirim sebuah pesan singkat ke nomor Anna..
[to: ~sipit]
Sipit.. Marahin aku dong :D
Dengan sedikit candaan, aku berharap dia membalasnya. Tapi sampai hampir tengah malam kutunggu, tak ada balasan darinya. Ya sudahlah, aku akhirnya tidur.
Keesokan harinya, aku mengecek ponsel dan tetap tak ada balasan dari Anna. Setelah mempersiapkan diri, aku bergegas berangkat dan tempat pertama yang kutuju adalah.. Rumah kediaman keluarga Anna.
Setelah sampai di sana, aku segera masuk setelah pak satpam membukakan pintu gerbang. Dan seperti biasa, ada bi Inah yang menyambutku dengan senyuman ramahnya.
“Eh, mas Rio. Mau jemput non Anna ya?” tanyanya sambil menyirami tanaman.
“Iya bi. Anna-nya udah berangkat belom?” tanyaku.
“Kayaknya belom mas. Tunggu aja, mungkin bentar lagi keluar.” Jawab bi Inah.
Tak berapa lama, kulihat Anna berjalan keluar dari pintu rumahnya. Jantung berdegup tak keruan menunggu dia mendekat dan semakin mendekat ke arahku dan bi Inah. Dan, ya! Dia sudah berada di hadapanku. Aku mendadak tak bisa bergerak.
“Berangkat dulu ya bi Inah.” Kata Anna kemudian ngeloyor keluar. Dan setelah kudapatkan kembali kesadaranku, segera aku berlari mengejar Anna.
“Anna.” Panggilku setelah aku dapat menyusul langkahnya.
Ya, ada apa Rio?” tanyanya ringan seolah tak terjadi apa-apa. Hah, ada apa ini? Kenapa seperti ini tanggapannya? Begitu ringan. Seharusnya aku senang, tapi justru aku merasa aneh dan canggung.
“Aku khawatir sama kamu An.” Kataku sambil berdiri di hadapannya. Anna pun menghentikan langkah kakinya. Dia terdiam tak menjawab kata-kataku.
“Tolong Anna, cerita sama aku. Kamu kenapa?” tanyaku sambil memegang pundaknya. Tiba-tiba saja Anna memelukku.
“Aku gak mau jauh dari kamu Rio.” Kata Anna lirih. Ya, meskipun sangat lirih, aku masih dapat mendengarnya. Reflek, tanganku langsung memeluk tubuh Anna.
“Aku juga gak mau jauh dari kamu Anna. Aku sayang kamu.” Kata-kataku begitu saja meluncur tanpa bisa kukendalikan karena aku sudah terbawa suasana. Dan yang kurasakan, tangan Anna makin erat memelukku.
“Anna.” Kataku pelan.
“Iya, Rio.”
“Kita mau pelukan sampe kapan? Ini udah jam berapa? Nanti kita telat nyampe sekolah lho.”
“Eh, eng.. Iya iya Yo, maaf.” Katanya kemudian melepaskan pelukannya. Pipinya memerah.
“Yuk, cepetan. Nanti kita bisa telat lho, jam pertama jam-nya Bu Sinta.” Kataku sambil menarik tangan Anna mengajaknya berlari.
“Yuk.” Ujar Anna pelan kemudian mengikutiku berlari.
Entah kenapa pagi ini begitu berbeda dari kemarin. Ada beban berat yang sepertinya sudah terlepas dari punggungku sehingga aku bisa bergerak bebas. Tertawa lepas dan tersenyum puas melihat Anna yang juga tampak tertawa riang.
***
“Teeett!!” Bel istirahat baru saja berbunyi. Suasana kelas yang tadinya senyap mendadak berubah riuh oleh suara siswa yang mulai mengobrol dan juga melangkah keluar menuju ke kantin. Sedangkan aku masih tetap duduk di kursiku dan mengutak-atik rumus matematika yang entah mengapa seolah menantangku dengan variable mematikannya.
“Rio, ke kantin yuk.” Ajak Anna tiba-tiba.
“Wesssss!! Annaaa…” ujarku kaget. Nampak Anna terkekeh melihat tingkahku.
“Hahaha. Serius banget sih Yo. Udah deh, itunya nanti aja. Sekarang ke kantin dulu yuk, laper nih.” Kata Anna sambil mengelus-elus perutnya.
“Iya iya. Yuk.” Aku bangkit berdiri.
Kami berjalan berdua menuju ke kantin sambil sesekali membahas materi pelajaran. Sesekali ada candaan diikuti tawa dari mulut kami. Sesampainya di kantin, kami langsung memesan makanan dan mencari tempat duduk.
“Selamat makaaan.” Ujar Anna ketika bakso dan es sirup pesanan kami datang. Tanpa menunggu aba-aba, Anna langsung melahap bakso di hadapannya. Aku hanya bisa melongo melihatnya.
“An, kamu laper ya?” tanyaku masih tak mengalihkan pandangan dari Anna.
“Banget Yo, tadi pagi gak sempet sarapan. Bangun kesiangan soalnya.” Kata Anna sambil nyengir.
“Makanya jangan begadang terus dong Anna. Jaga kesehatan, jangan sampe gak sarapan. Sarapan itu penting lho. Biar gak lemes kalo pagi-pagi ada aktivitas yang banyak.” Ujarku panjang lebar tanpa sadar.
“Rio.” Kata Anna pelan.
“Iya Anna.” Jawabku. Kulihat raut mukanya berubah serius.
“Aku gak pengen jauh dari kamu Yo. Cuma kamu yang selalu perhatian dan selalu ada buatku bagaimana pun kondisiku.” Dan tangan Anna menggenggam tanganku.
“Aku gak bakal jauh dari kamu An.” Ujarku sambil tersenyum. Namun sejujurnya aku ragu apakah bisa tetap berada di dekat Anna. Karena aku tahu, dia akan pergi jauh selepas lulus nanti. Ah! Semakin tak menentu saja.
“Anna, bisa ngomong sebentar gak?” Tanya seseorang yang tiba-tiba ada di samping Anna.
“Ngomong apa Denis?” Anna bertanya balik.
“Udah, ikut aku dulu yuk.” Ujar Denis kemudian menarik tangan Anna.
“Enggak ah, aku mau makan dulu.” Kata Anna menolak. Tapi Denis sama sekali tak melepaskan tangan Anna.
“Ayolah An.” Kata Denis lagi. Anna tak menjawabnya, hanya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Denis, tapi tak mampu.
“Eh, jangan gitu dong. Kalo Anna gak mau, ya jangan dipaksa.” Ujarku.
“Jangan ikut campur. Ini urusan gue sama Anna.” Kata Denis tanpa menatapku. Anna masih berusaha menarik tangannya walaupun itu tak mungkin karena tenaga Denis lebih besar.
“Denis. Lepasin Anna!” teriakku karena tak tahan melihat sikap Denis. Sontak, aku menjadi perhatian semua orang yang ada di kantin.
Tanpa berkata apapun, tiba-tiba Denis melepaskan tangan Anna kemudian berjalan ke arahku kemudian.. BUGG!! Sebuah tinju yang cukup kuat melayang ke wajahku. Aku yang tak siap karena masih duduk di kursi pun terjatuh. Kepalaku membentur lantai cukup keras. Mendadak ada rasa sakit yang amat sangat menjalar memenuhi kepalaku dan pandanganku mulai kabur.
“Rio!” aku masih mendengar suara Anna dan melihatnya mendekatiku yang tak mampu bangun. Tapi semuanya semakin gelap dan aku pun tak sadarkan diri.


~ to be continued ~


Yang lagi gak buru-buru, bisa dong ya ninggalin komen di kotak komentar. Gratis kok, gak usah bayar. :p
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,