“Semua yang aku lakukan untukmu adalah nyata. Dan aku
tak akan menyesalinya. Namun satu yang tak bisa kuterima. Kau pergi karena aku
tak mampu penuhi mimpimu. Mimpimu tentang sosok sempurna yang tak ada di
diriku…”
“Kondisinya belum stabil. Biarkan dia
istirahat terlebih dahulu. Sekarang, tolong anda ikut ke ruangan saya.” Ujar
dokter kepada seorang wanita muda berbusana layaknya seorang manager
perusahaan.
“Baik dok.” Ujar wanita itu kemudian
berjalan di belakang dokter. Sebelum menutup pintu kamar, dia memandang tubuh
lemah yang kini sedang tak berdaya, terbaring di ranjang yang ada di dalam ruangan.
Sebutir air mata menetes dari ujung matanya ketika dia menutup pintu itu.
“Maafkan kakak, Sam. Kakak gak bisa jaga
kamu, seperti yang diwasiatkan papa dan mama.” Batin wanita yang ternyata kakak
Sam, Olivia.
Di sepanjang jalan, Olivia sesenggukan
sambil sesekali menyeka air matanya. Satu hal yang sangat menyita segenap
pikiran dan perasaannya, tak lain dan tak bukan adalah kondisi Sam saat ini.
Tak lama kemudian, Dokter dan Olivia sudah berada di ruang dokter untuk
membicarakan kondisi Sam.
***
Meanwhile, di kamar tempat Sam dirawat…
Sam ternyata sudah siuman dan kini sedang
mengedarkan matanya ke sekeliling ruangan tempatnya kini berada. Sebuah ruangan
yang sangat bersih, dengan dominasi warna putih. Lalu pandangannya beralih ke
lengan kirinya. Nampak sebuah selang kecil yang berisi cairan bening menembus
punggung tangannya. Dia berusaha untuk bisa duduk, tapi gagal karena tubuhnya
masih lemah.
“Sial.” Umpat Sam.
Tiba-tiba terdengar bunyi dering ponsel.
Sam menoleh ke arah suara itu. Ternyata ponselnya yang berada di atas meja.
Dengan kesulitan, Sam meraihnya. Namun belum sempat berhasil teraih, ponsel itu
terjatuh dan mati karena menghantam lantai dan terpelanting. Lagi-lagi, Sam
hanya bisa pasrah.
Matanya menatap nanar ke arah
langit-langit ruangan. Tiba-tiba muncul bayangan Ellena yang seolah menangis
meratapinya. Perasaan menyesalnya muncul, tapi ternyata tak cukup untuk memberi
maaf atas sakit hati yang dia rasakan. Dan kini, tubuhnya juga ikut sakit.
“Ellena.. Kenapa kisah kita harus berakhir
seperti ini.” Ratap Sam lirih. Diikuti air mata yang mengalir dengan malas dari
sudut matanya.
Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka.
Ternyata Olivia yang masuk. Nampak dia berusaha mengusap sisa sisa air mata di
wajahnya saat melihat Sam, adiknya, sudah terbangun.
“Sam… Ada apa?” Olivia mengusap lembut
rambut cepak Sam. Namun Sam hanya terdiam dan berusaha menghapus tangisnya.
“Sam, tadi Ellena menelpon kakak dan
menanyakan keadaanmu. Kalian masih pacaran kan?” Tanya Olivia. Nampak senyum
getir tersungging di bibir Sam.
“Sudah berakhir kak…” kata Sam pelan
sambil memaksakan seulas senyuman.
“Apa maksudmu? Kalian putus?” Tanya Olivia
lagi berusaha mendapat kejelasan. Tanpa berkata apa-apa, Sam hanya mengangguk.
Olivia pun terdiam. Dia sama sekali tak menyangka kalau Sam dan Ellena, yang
dia tahu sangat mesra dan serasi bisa putus setelah hampir 3 tahun berpacaran.
Sebuah pertanyaan pun menggantung di pikiran Olivia saat ini.. Bagaimana bisa?
“Dia memilih lelaki lain kak, dia tak
mampu bersabar dengan keadaanku yang sederhana. Akhirnya dia pergi bersama
seorang yang jauh lebih baik dariku.” Terang Sam seolah mengerti pikiran Olivia.
“Padahal aku berencana melamarnya setelah
aku wisuda 2 bulan lagi. Menyedihkan ya kak.” Lanjut Sam.
“Kuatkan hatimu Sam. Mungkin Ellena bukan
yang terbaik untukmu, sehingga Tuhan memisahkan kalian. Bersabarlah.” Hibur
Olivia.
Sam tersenyum mendengar perkataan
kakaknya. Dan kini ada sedikit pilu yang terhapus, ada sebilah sunyi yang pergi
karena kehadiran kakak yang sangat dia sayangi, kakak yang sangat
menyayanginya, kakak yang dulu sempat dia sakiti hatinya.
“Kak.” Panggil Sam. Olivia yang sedang menatap
ke luar jendela pun menoleh.
“Ada apa Sam?”
“Maafin Sam kak, dulu pernah menyakiti
hati kakak.” Ucap Sam lirih tanpa tenaga.
“Iya Sam. Yang berlalu biarlah berlalu. Sekarang
cepatlah sembuh, dan segera bangkit.” Ujar Olivia sambil tersenyum.
Namun tak lama berselang Olivia harus
segera kembali ke kantor karena ada rapat yang harus dia pimpin. Dengan agak
berat hati, Olivia pergi meninggalkan Sam sendirian di dalam kamar.
“Kalau seandainya Ellena bertanya
tentangku, tolong katakan padanya aku baik-baik saja kak.” Ujar Sam ketika
Olivia akan keluar kamar. Olivia pun mengangguk dan tersenyum, kemudia menutup
pintu kamar.
Dan sunyi kembali menghampirinya. Namun
hati dan otak Sam justru menikmatinya. Indahnya kesunyian yang menenangkan.
Merdunya kesepian yang bernyanyi memenuhi seisi ruang kamar, membuat Sam
perlahan terlelap ke dalam dimensi ilusi mimpi. Semakin jauh memasuki alam
bawah sadarnya, dan menampakkan sepotong ingatan yang terbalut kebahagiaan usang
di hadapannya.
***
“Sam, apakah kau tak pernah merasa keberatan melakukan
berbagai macam permintaanku?” Tanya Ellena sambil memandang iring-iringan awan
di langit senja.
“Kalau kau bertanya seperti itu, berarti kau tidak
mempercayai ketulusan hatiku.” Ujar Sam ringan. Ellena pun tersenyum lalu memeluk
erat Sam.
“Aku sangat beruntung bisa bersamamu, Sam.” Kata
Ellena.
“Dan aku berharap kita bisa bersama selamanya Ellena.
Tak terpisahkan.” Kata Sam sambil menatap lekat mata Ellena.
“Tak terpisahkan..” sambung Ellena.
***
Ellena duduk sendirian di teras rumahnya.
Pikirannya nampak kalut karena ucapan selamat tinggal Sam. Tangannya
menggenggam sepucuk surat dari Sam. Ingin sekali dia membukanya, tapi ada
perasaan yang menahannya. Perasaan yang masih percaya bahwa Sam tak akan pergi
menghilang darinya. Berkali-kali Ellena menelpon Sam, tapi nomornya tak pernah
aktif. Kekhawatirannya yang tak tertahan pun membawa hatinya memutuskan untuk
datang menemui Olivia, kakak Sam.
Setelah membuat janji sebelumnya, Ellena
pun dapat bertemu dengan Olivia di sebuah restoran di dekat kantor Olivia.
Suasana ketika berhadapan dengan Olivia yang dirasakan Ellena pun seolah
berubah canggung semenjak dia dan Sam tak bersama. Lidahnya seakan kelu ingin
memulai pembicaraan dengan Olivia. Melihat sikap Ellena yang tidak biasa, dan
apa yang telah diceritakan Sam tentang hubungan Sam dan Ellena, Olivia pun
membuka obrolan.
“Ellena. Ada apa kau mengajakku bertemu?
Apa ada hal penting?” Tanya Olivia bertingkah seolah tidak tahu tentang
berakhirnya hubungan Ellena dan Sam.
“Eh, kak Oliv. Anu kak.” Ujar Ellena
gugup.
“Ada apa?” Tanya Olivia lembut.
“Begini kak. Apakah Sam baik-baik saja?
Aku berusaha menghubunginya tetapi ponselnya tidak pernah aktif. Dia baik-baik
saja kan kak?” Tanya Ellena dengan raut wajah khawatir.
Olivia menghela nafas panjang dan tidak
langsung menjawabnya. Di hatinya berkecamuk rasa iba untuk Sam dan rasa iba
untuk Ellena. Dan Olivia pun tak sanggup melihat Ellena yang sangat khawatir
pada keadaan Sam.
“Ellena, apa benar kau dan Sam sudah
putus?” Tanya Olivia. Ellena kaget.
“Sam menceritakannya padaku, jadi kau tak
perlu kaget.” Lanjut Olivia. Mendengarnya, Ellena pun menunduk.
“Benar kak. Aku sudah menyakitinya dengan
memilih pria lain.” Jawab Ellena lirih.
“Lalu?” Tanya Olivia lagi.
“Lalu aku menyadari bahwa Sam adalah pria
yang sempurna bagiku kak. Meskipun dia sederhana, tapi kesederhanaannya adalah
kesempurnaan yang tidak dimilliki pria lain.” Ujar Ellena sambil menahan air
mata. Olivia pun mulai mengerti, dan sedikit tersenyum mendengar jawaban
Ellena.
“Apakah kau masih mencintai Sam, Ellena?”
Tanya Olivia dengan nada tegas.
“Aku masih dan akan tetap mencintai Sam
kak.” Jawab Ellena. Kali ini dia tak mampu menahan air matanya.
“Baiklah, sekarang ikutlah denganku.” Ujar
Olivia sambil berdiri dari tempat duduknya diikuti Ellena.
***
to be continued....
0 komentar:
Posting Komentar
Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,