#MyThirteenWords | It Was Just STARTED...




“Such a bit short story. The most complicated one. With so much fun & laugh. But, with a bad epilog. Ended with no words & silence.”

Aku masih sibuk menata file-file dan folder-folder yang memenuhi partisi D di notebook-ku. Memilih dan memilah mana yang masih layak disimpan dan mana yang harus dihapus. File materi kuliah, hampir semuanya sudah kusendirikan. Tinggal file-file film, musik, dan aplikasi yang masih tercecer dan tak terorganisir dengan baik.
Tak terasa hampir 3 jam waktu kuhabiskan hanya untuk menata file dan folder. Saat hampir selesai, tanganku berhenti menggerakkan mouse dan mataku terpancang pada sebuah folder yang hampir aku tak ingat pernah memilikinya. Sebuah folder bernama “Sastra_”, berisi cukup banyak file dokumen yang hampir semuanya adalah cerpen ataupun cerbung. Entah itu karyaku atau karya orang lain yang sengaja ku simpan.
“Ini…” ucapku tiba-tiba ketika mendapati sebuah file yang dulu pernah sangat aku kenal. Penulisnya yang dulu sangat aku kenal.
“Rara…” tiba-tiba saja ingatanku membawaku ke masa silam. Masa yang pernah membuatku sangat bersemangat untuk menulis. Masa di mana aku pernah mengenal sesosok gadis ceria yang sangat cerdas merangkai bait kata. Seorang gadis bernama Aira Tribuanaputri, yang lebih aku kenal dengan nama Rara. Ya, Rara….
[ - - - - - ]
Malam sudah cukup larut, tapi aku dan Farhan masih sibuk di depan notebook masing-masing. Entah apa yang sedang dia kerjakan. Suasana rumah kontrakan pun cukup sepi karena tinggal aku berdua dengan Farhan yang ada. 3 orang teman kami yang lain sedang mengikuti acara pendakian massal bersama organisasi pecinta alam di kampus.
“Yo, tugas desain web lo udah jadi?” Tanya Farhan tiba-tiba yang membuyarkan konsentrasiku untuk melakukan hobiku, menulis cerpen.
“Sialan lo han, bikin inspirasi gue ilang aja. Belom, emang kenapa?” agak sewot aku menanggapi Farhan.
“Deadline-nya tinggal 2 hari lagi Rio. Ah, elo nulis mulu. Harusnya elo tu masuk sastra, bukan informatika.” Terang Farhan sambil melayangkan jitakan ke kepalaku.
“Eh, sakit Han. Lha gimana, ini hobi gue. Susah banget buat ninggalinnya. Hahaha.” Jawabku ringan. Farhan hanya melengos kemudian berjalan keluar rumah.
“Han, mau ke mana?” tanyaku setengah berteriak.
“Mau ke tempatnya mas Haris, beli makan. Kenapa?” Farhan menghentikan langkahnya.
“Beliin gue es jeruk dong, sama gorengan. Nih duitnya.” Aku segera bangkit dan memberikan uangku kepada Farhan.
Setelah menerima uang dariku, Farhan pun pergi. Tingggal aku sendiri di rumah kontrakan yang cukup luas ini. Aaah, akhirnya aku mendapatkan sedikit kesunyian untuk menulis. Segera saja aku mulai memenuhi halaman demi halaman di OpenOffice.Writer di hadapanku dengan begitu banyak kata dan kalimat. Menyenangkan rasanya ketika inspirasi baru selalu muncul saat aku membutuhkannya.
“Nih, pesenan lo.” Tiba-tiba saja muncul sodoran es jeruk dan gorengan di depan wajahku. Hampir aku melompat kaget mendapati Farhan sudah berada di hadapanku dengan tampang galaknya.
“Lo kayak setan ya Han. Tiba-tiba nongol gitu aja.” Celetukku.
“Eh, cungkring. Elo tu keasyikan pacaran sama notebook, sampe lupa gimana rasanya pacaran sama orang.” Timpal Farhan. Ah sial, dia membuatku terpaksa mengingat hal buruk yang pernah terjadi.
“Iya juga sih Han. Dulu gue diputusin sama si Yuna gara-gara keseringan nongkrong di depan notebook daripada nongkrong sama dia.” Ucapku lesu.
“Ahahahaha. Dasar cungkring, gitu aja galau. Inget, udah hampir 2 bulan elo putus. Gak usah galau gitu lah.” Ujar Farhan sambil tertawa. Aku hanya ikut tertawa pedih, kemudian melanjutkan aktivitasku.
Sudah 2 jam lebih, dan akhirnya cerpen terbaruku selesai. Aku menengok ke arah Farhan, dan kudapati dia sudah tak sadarkan diri. Padahal notebook-nya masih menyala. Aku melihat ke layar notebook-nya dan ternyata tak ada desain web yang sedang dia buat. Justru Google Chrome serta beberapa tab yang menampilkan akun Facebook serta Kaskus-nya. Aku pun mendapatkan sebuah ide.
“Kesempatan nih mumpung si Farhan molor.” Segera ku disconnect koneksi modem di notebook Farhan, aku cabut modemnya, dan ku pasang di notebook-ku. Akhir bulan tanpa pemasukan ekstra membuatku harus rela tidak mengisi pulsa modemku, sehingga dengan terpaksa harus memakai modem Farhan untuk bisa memposting cerpenku ke blog.
Hampir tengah malam, dan semakin sunyi. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya aku selesai memposting cerpen baruku ke blog dan men-share di facebook. Ingin rasanya menyusul Farhan untuk tidur, tapi sayangnya mataku masih enggan terpejam. Akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan browsing. Siapa tahu aku bisa mengantuk dan akhirnya tidur.
Mataku sudah mulai berat, tanda kantuk mulai menyerangku. Tiba-tiba suara notifikasi dari Facebook menghalau kantukku.
“Gila, jam segini ada yang komen.” Aku pun sedikit terkejut karena ada yang mengomentari link cerpen baru yang aku share di Facebook tadi.

Aira: Cerpennya bagus kak Yo, ditunggu karya terbarunya. :D

“Aira? Siapa nih..” aku pun penasaran. Dia memanggilku ‘Yo’, padahal hanya orang-orang yang sangat mengenalku saja yang memanggilku begitu. Teman-teman kampus pun memanggilku Rio.

Rio: Makasih Aira… :)

Aku pun tak terlalu ambil pusing dengan hal itu. Saat akan bergegas tidur, suara notifikasi Facebook-ku kembali berbunyi. Dan.. Aira lagi.

Aira: Cek tulisan2ku juga dong kak Yo, di blogku –MyThirteenWords- dikomen ya kak, makasih.. :D
Rio: OK Aira… :)

Aku pun segera beranjak tidur karena sudah sangat mengantuk. ‘Thirteenwords’, ah lain kali saja aku membukanya.
***
Kuliah baru saja berakhir. Pak Darwis dan seluruh teman-teman sekelasku sudah keluar meninggalkan lab komputer. Tinggal aku sendirian masih duduk asyik dengan notebook-ku. Masih malas rasanya untuk beranjak dari tempatku sekarang. Tiba-tiba ada ide yang datang dan menghampiriku.
“Coba kubuka ‘MyThirteenWords’.” Ujarku dalam hati.
Dengan memanfaatkan fasilitas WiFi kampus, tak butuh waktu lama untuk memuat halaman blog ini. Tampilannya sangat sederhana, tapi menarik. Tidak terlalu banyak widget di dalamnya, sehingga daftar postingnya dapat dengan mudah terlihat. Segera saja aku membuka satu demi satu posting di blog ini. Sebagian besar berisi cerpen, sama dengan blog-ku. Ada pula beberapa posting berupa puisi. Dan sebuah puisi singkat yang langsung mendapatkan perhatianku.

Kau datang dan pergi dengan kesunyian bersamamu..
Kau datang dan pergi dengan kehampaan di sekitarmu..
Kau datang dan pergi dengan goresan luka di hatiku..
Dan taukah engkau? Sampai kini pun kau kucinta dan kubenci sepenuh hatiku..
Dengan satu rasaku yang bertahan untukmu.. Satu rasa bernama cinta…

Aku kagum dengan rangkaian kata yang ada di karya-karyanya. Aira, langsung saja kutinggalkan komentar di blog-nya.

Rio: Aira, tulisanmu bagus. Penuh makna & indah. Salut! 2 thumbs up! :)

***
“Yo, ada yang nyariin lo tuh.” Panggil Farhan. Aku yang daritadi bermalas-malasan di atas kasur pun bergegas bangkit.
“Hai Rio.” Sapa orang itu.
“Eh.. Eng.. Hai, Yuna.” Aku membalas sapaan Yuna dengan agak canggung.
“Wah, bawa apaan nih Yun? Kayaknya enak nih, makasih yaa.” Kata Farhan tiba-tiba yang entah darimana datangnya sudah duduk di sebelahku sambil mencomot kue brownies yang dibawakan Yuna.
“Oiya Yuna, ada apa dateng ke sini? Tumben.” Tanyaku dengan nada malas.
“Aku pengen ngomong sesuatu ke kamu Rio.” Ujar Yuna dengan suara agak lirih, namun masih cukup terdengar di telingaku.
“Tentang kita.” Lanjut Yuna. Aku tersentak. Farhan pun hampir mati tersedak oleh brownies yang sedang dia makan.
“Aduh, gue permisi aja deh. Mau bahas hal privat nih kayaknya.” Farhan pun ngeloyor pergi.
Tinggal aku dan Yuna yang duduk saling berhadapan. Tanpa suara. Sunyi. Nampak ada sesuatu yang ditahan oleh Yuna untuk diucapkan. Entah apa itu. Aku sendiri, enggan untuk membuka mulutku. Meskipun aku tahu, aku masih memendam rasa pada Yuna, aku sedang ingin sendiri dan menikmati hidupku.
“Rio, maafin aku ya, udah ninggalin kamu..” Yuna pun mulai berbicara, tapi masih belum jelas arah pembicaraannya.
“Yuna, langsung aja deh. Gue gak ngerti nih.” Ujarku. Terlihat Yuna sedikit kaget mendengar ucapanku yang seenaknya.
“Aku mau kita balikan Yo.” Ucap Yuna sambil menatapku. Aku pun kaget mendengarnya. Sudah cukup lama dia menelantarkanku, tiba-tiba datang dan mengatakan ingin balikan. Di satu sisi, aku sangat ingin. Tapi di sisi lain, aku tak tahan dengan sikapnya yang egois dan keras kepala.
“Maaf Yuna. Gue kayaknya gak bisa. Gue pengen nikmatin hidup gue dulu. Gue pengen ngurus hidup gue dulu, supaya lebih tertata. Maaf banget ya.” Terlihat Yuna menunduk dan diam. Aku bisa pastikan dia menangis karena aku sangat mengenalnya.
“Mungkin di lain kesempatan Yun, kita bisa balikan lagi. Tapi bukan sekarang.” Lanjutku.
Setelah mendengar kalimat terakhirku, Yuna lantas berdiri dan berlari keluar. Ingin kususul, tapi tak ada gunanya karena memang aku tak berhak melakukan apapun atas hidupnya kini. Tiba-tiba dari belakang, muncul Farhan yang kemudian duduk di sampingku, mengeinterogasiku.
“Eh, sumpah lo Yo gak mau balikan sama Yuna? Dia kan cantik, baik, pinter lagi. Anak-anak cowok sastra banyak banget yang ngantri buat jadi pacar dia.” Cerocos Farhan.
“Serius gue Han, gue pengen bisa ngebahagiain diri gue dulu.” Jawabku.
“Yakin lo? Ntar ujung-ujungnya galau. Trus curhat sama gue.” Ejek Farhan.
“Eh kunyuk, kalo lo mau, ambil aja sono tuh si Yuna. Gue bakal sembah lo kalo lo bisa bertahan sama sikap dia. Mending galau gara-gara jadi jomblo Han daripada galau gara-gara punya pacar tapi kayak gak punya. Nyesek lahir batin.” Terangku panjang lebar. Kali ini Farhan hanya bisa melongo.
Aku bergegas kembali ke kamar dan menyalakan notebook, memasang modem dan mulai browsing untuk menghilangkan penat. Masih sedikit sesak rasanya dadaku menghadapi Yuna tadi. Sampai-sampai Farhan jadi kena semprot karena bertanya tentang Yuna.
“Eh, ada pesan baru ternyata.” Ujarku ketika aku membuka akun Facebookku. Ternyata dari Aira.

Aira: kak Yo, apa kabar? Makasih ya udah kasih komentar di blog-ku. :D

Aku pun segera membalas pesan itu.

Rio: sama2 Aira, oiya dari kemaren aku penasaran loh, kamu siapa sih? Kok kayaknya kenal banget sama aku? :p

Aneh juga, pikirku. Sepertinya aku belum pernah mengenal orang yang bernama Aira. Tapi sepertinya dia sangat mengenalku. Sebagai pelampiasan, segera kutulis beberapa bait puisi terkait dengan rasa penasaranku dengan sosok bernama Aira ini.

Siapakah dia? Bayangnya mendarat pelan di pelupuk otakku..
Siapakah dia? Rajut katanya terdengar pelan di ujung telingaku..
Siapakah dia? Gores kalimatnya terbaca jelas di batas pandangku..
Begitu dekat nampaknya.. Tapi kenapa aku seperti tak mengenalnya?

Puisi singkat, segera ku post ke blog. Ku rebahkan tubuhku ke kasur dan mencoba mengingat apakah aku pernah bertemu dengan Aira. Tiba-tiba suara notifikasi Facebook berbunyi. Segera aku beralih kembali ke depan notebook. Dan ternyata Aira sudah membalas pesanku tadi.

Aira: aah, dasar kak Yo.. Cakep-cakep kok pikun sih.. (-_____-“)

Aku hanya tersenyum membaca pesan dari Aira. Segera saja kubalas.

Rio: ciyus nih Aira, aku lupa… Makasih loh udah dipuji cakep, tau aja kamu.. =D
Aira: duh, salah ngomong deh aku.. Maksudnya ngejek kok malah yg diejek kege-eran gitu sih.. (-_____-“)
Rio: udah deh, aku emg cakep kok =D Eh, kok jd OOT sih.. Kasih tau lah, spya aku gak pnasaran nih… :|
Aira: iya deh iya, kak Yo yg cakep tapi pikun.. Err.. kakak masih inget sama nama ‘Rara’?

Rara… Ah, baru aku ingat, Rara. Gadis tomboy yang dulu pernah aku kerjai ketika MOS semasa SMA karena dia tidak memakai atribut lengkap. Lalu ku hukum untuk menulis dan membaca puisi romantis di depan panitia. Eh, tapi apakah benar dia? Pikirku.

Rio: bntar deh.. Rara si tomboy yg dulu bacain puisi di depan panitia MOS SMA Satya?
Aira: iya bner kak Yo :D  tapi knpa yg diinget pas itu sih.. Dasar (-_____-“)
Rio: maklum, penggemarku kan bnyak.. =D Eh, baru tau loh klo namamu tuh Aira..
Aira: amit2… (-_____-“) Nahlo, namaku bgus ya kak Yo? Makasih.. =D
Rio: tulisan2mu yg bagus.. :)
Aira: masa?? Aduh, makasih loh kak…

Ya, entah berapa lama aku menghabiskan waktu untuk chatting dengan Aira, maksudku Rara. Ada-ada saja anak ini, kata-katanya terkadang pedas tapi bisa membuatku tertawa. Sama sekali tak mencerminkan sosoknya yang ada di balik tulisan-tulisan sendu di blognya. Ah, semakin penasaran rasanya ingin mengetahui lebih jauh siapa Rara.
Tapi entah kenapa sepertinya waktu sedang ingin menjadi tokoh antagonis di ceritaku. Perkenalanku dengan Rara yang baru saja terjadi tak bisa berlangsung lama. 1 bulan bisa bertukar cerita dan inspirasi dengannya, aku harus melupakan sosoknya yang bahkan belum sempat kulihat bagaimana rupanya sekarang. Hanya tulisan-tulisan yang masih selalu aku baca. Blognya yang masih setia kuikuti pembaruannya.

#DearYou

Aku masih mengeluh dalam bayang..
Aku masih mencaci dalam angan..
Aku masih mencari dalam kenangan..
Sebuah kisah tak tertulis yang indah..
Sebuah kata tak terucap yang merdu..
Sebuah tawa tak terdengar yang senyap..

always here for you, always here loving you, always here waiting for you

-MyThirteenWords-

Butuh sedikit support buat lengkapin cerpen ini. Masih ada bagian inti yang belum tertulis di sini. Dear reader, atau siapapun yang ngebaca cerpen ini, tolong kasih komentar ya.. Sangat butuh support, komentar, kritik & saran...
Share:

2 komentar:

  1. ciyeee. . . uhuk2...
    kayaknya curhat dan pengalaman pribadi,
    wah2 juga critanya..

    *kurari

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahahadahh... ketauan sama @kurauri .. (-_____-")

      Hapus

Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,