“Such a bit short
story. The most complicated one. With so much fun & laugh. But, with a bad
epilog. Ended with no words & silence.”
Aku masih sibuk menata file-file dan
folder-folder yang memenuhi partisi D di notebook-ku. Memilih dan memilah mana
yang masih layak disimpan dan mana yang harus dihapus. File materi kuliah,
hampir semuanya sudah kusendirikan. Tinggal file-file film, musik, dan aplikasi
yang masih tercecer dan tak terorganisir dengan baik.
Tak terasa hampir 3 jam waktu kuhabiskan hanya
untuk menata file dan folder. Saat hampir selesai, tanganku berhenti
menggerakkan mouse dan mataku terpancang pada sebuah folder yang hampir aku tak
ingat pernah memilikinya. Sebuah folder bernama “Sastra_”, berisi cukup banyak
file dokumen yang hampir semuanya adalah cerpen ataupun cerbung. Entah itu
karyaku atau karya orang lain yang sengaja ku simpan.
“Ini…” ucapku tiba-tiba ketika mendapati sebuah
file yang dulu pernah sangat aku kenal. Penulisnya yang dulu sangat aku kenal.
“Rara…” tiba-tiba saja ingatanku membawaku ke
masa silam. Masa yang pernah membuatku sangat bersemangat untuk menulis. Masa
di mana aku pernah mengenal sesosok gadis ceria yang sangat cerdas merangkai
bait kata. Seorang gadis bernama Aira Tribuanaputri, yang lebih aku kenal
dengan nama Rara. Ya, Rara….
[ - - - - - ]
Malam sudah cukup larut, tapi aku dan Farhan
masih sibuk di depan notebook masing-masing. Entah apa yang sedang dia
kerjakan. Suasana rumah kontrakan pun cukup sepi karena tinggal aku berdua
dengan Farhan yang ada. 3 orang teman kami yang lain sedang mengikuti acara
pendakian massal bersama organisasi pecinta alam di kampus.
“Yo, tugas desain web lo udah jadi?” Tanya
Farhan tiba-tiba yang membuyarkan konsentrasiku untuk melakukan hobiku, menulis
cerpen.
“Sialan lo han, bikin inspirasi gue ilang aja.
Belom, emang kenapa?” agak sewot aku menanggapi Farhan.
“Deadline-nya tinggal 2 hari lagi Rio. Ah, elo
nulis mulu. Harusnya elo tu masuk sastra, bukan informatika.” Terang Farhan
sambil melayangkan jitakan ke kepalaku.
“Eh, sakit Han. Lha gimana, ini hobi gue. Susah
banget buat ninggalinnya. Hahaha.” Jawabku ringan. Farhan hanya melengos
kemudian berjalan keluar rumah.
“Han, mau ke mana?” tanyaku setengah berteriak.
“Mau ke tempatnya mas Haris, beli makan.
Kenapa?” Farhan menghentikan langkahnya.
“Beliin gue es jeruk dong, sama gorengan. Nih
duitnya.” Aku segera bangkit dan memberikan uangku kepada Farhan.
Setelah menerima uang dariku, Farhan pun pergi.
Tingggal aku sendiri di rumah kontrakan yang cukup luas ini. Aaah, akhirnya aku
mendapatkan sedikit kesunyian untuk menulis. Segera saja aku mulai memenuhi
halaman demi halaman di OpenOffice.Writer di hadapanku dengan begitu banyak
kata dan kalimat. Menyenangkan rasanya ketika inspirasi baru selalu muncul saat
aku membutuhkannya.
“Nih, pesenan lo.” Tiba-tiba saja muncul
sodoran es jeruk dan gorengan di depan wajahku. Hampir aku melompat kaget
mendapati Farhan sudah berada di hadapanku dengan tampang galaknya.
“Lo kayak setan ya Han. Tiba-tiba nongol gitu
aja.” Celetukku.
“Eh, cungkring. Elo tu keasyikan pacaran sama
notebook, sampe lupa gimana rasanya pacaran sama orang.” Timpal Farhan. Ah
sial, dia membuatku terpaksa mengingat hal buruk yang pernah terjadi.
“Iya juga sih Han. Dulu gue diputusin sama si
Yuna gara-gara keseringan nongkrong di depan notebook daripada nongkrong sama
dia.” Ucapku lesu.
“Ahahahaha. Dasar cungkring, gitu aja galau.
Inget, udah hampir 2 bulan elo putus. Gak usah galau gitu lah.” Ujar Farhan
sambil tertawa. Aku hanya ikut tertawa pedih, kemudian melanjutkan aktivitasku.
Sudah 2 jam lebih, dan akhirnya cerpen
terbaruku selesai. Aku menengok ke arah Farhan, dan kudapati dia sudah tak
sadarkan diri. Padahal notebook-nya masih menyala. Aku melihat ke layar
notebook-nya dan ternyata tak ada desain web yang sedang dia buat. Justru Google Chrome serta beberapa tab yang menampilkan akun Facebook serta
Kaskus-nya. Aku pun mendapatkan sebuah ide.
“Kesempatan nih mumpung si Farhan molor.”
Segera ku disconnect koneksi modem di
notebook Farhan, aku cabut modemnya, dan ku pasang di notebook-ku. Akhir bulan
tanpa pemasukan ekstra membuatku harus rela tidak mengisi pulsa modemku,
sehingga dengan terpaksa harus memakai modem Farhan untuk bisa memposting
cerpenku ke blog.
Hampir tengah malam, dan semakin sunyi. Setelah
menunggu beberapa saat, akhirnya aku selesai memposting cerpen baruku ke blog
dan men-share di facebook. Ingin rasanya menyusul Farhan untuk tidur, tapi
sayangnya mataku masih enggan terpejam. Akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan
browsing. Siapa tahu aku bisa mengantuk dan akhirnya tidur.
Mataku sudah mulai berat, tanda kantuk mulai
menyerangku. Tiba-tiba suara notifikasi dari Facebook menghalau kantukku.
“Gila, jam segini ada yang komen.” Aku pun
sedikit terkejut karena ada yang mengomentari link cerpen baru yang aku share
di Facebook tadi.
Aira: Cerpennya bagus
kak Yo, ditunggu karya terbarunya. :D
“Aira? Siapa nih..” aku pun penasaran. Dia
memanggilku ‘Yo’, padahal hanya orang-orang yang sangat mengenalku saja yang
memanggilku begitu. Teman-teman kampus pun memanggilku Rio.
Rio: Makasih Aira… :)
Aku pun tak terlalu ambil pusing dengan hal
itu. Saat akan bergegas tidur, suara notifikasi Facebook-ku kembali berbunyi.
Dan.. Aira lagi.
Aira: Cek tulisan2ku
juga dong kak Yo, di blogku –MyThirteenWords- dikomen ya kak, makasih.. :D
Rio: OK Aira… :)
Aku pun segera beranjak tidur karena sudah
sangat mengantuk. ‘Thirteenwords’, ah lain kali saja aku membukanya.
***
Kuliah baru saja berakhir. Pak Darwis dan
seluruh teman-teman sekelasku sudah keluar meninggalkan lab komputer. Tinggal
aku sendirian masih duduk asyik dengan notebook-ku. Masih malas rasanya untuk
beranjak dari tempatku sekarang. Tiba-tiba ada ide yang datang dan
menghampiriku.
“Coba kubuka ‘MyThirteenWords’.” Ujarku dalam
hati.
Dengan memanfaatkan fasilitas WiFi kampus, tak
butuh waktu lama untuk memuat halaman blog ini. Tampilannya sangat sederhana,
tapi menarik. Tidak terlalu banyak widget
di dalamnya, sehingga daftar postingnya dapat dengan mudah terlihat. Segera
saja aku membuka satu demi satu posting di blog ini. Sebagian besar berisi
cerpen, sama dengan blog-ku. Ada pula beberapa posting berupa puisi. Dan sebuah
puisi singkat yang langsung mendapatkan perhatianku.
Kau datang dan pergi dengan kesunyian bersamamu..
Kau datang dan pergi dengan kehampaan di
sekitarmu..
Kau datang dan pergi dengan goresan luka di
hatiku..
Dan taukah engkau? Sampai kini pun kau kucinta
dan kubenci sepenuh hatiku..
Dengan satu rasaku yang
bertahan untukmu.. Satu rasa bernama cinta…
Aku kagum dengan rangkaian kata yang ada di
karya-karyanya. Aira, langsung saja kutinggalkan komentar di blog-nya.
Rio: Aira, tulisanmu
bagus. Penuh makna & indah. Salut! 2 thumbs up! :)
***
“Yo, ada yang nyariin lo tuh.” Panggil Farhan.
Aku yang daritadi bermalas-malasan di atas kasur pun bergegas bangkit.
“Hai Rio.” Sapa orang itu.
“Eh.. Eng.. Hai, Yuna.” Aku membalas sapaan
Yuna dengan agak canggung.
“Wah, bawa apaan nih Yun? Kayaknya enak nih,
makasih yaa.” Kata Farhan tiba-tiba yang entah darimana datangnya sudah duduk
di sebelahku sambil mencomot kue brownies yang dibawakan Yuna.
“Oiya Yuna, ada apa dateng ke sini? Tumben.”
Tanyaku dengan nada malas.
“Aku pengen ngomong sesuatu ke kamu Rio.” Ujar
Yuna dengan suara agak lirih, namun masih cukup terdengar di telingaku.
“Tentang kita.” Lanjut Yuna. Aku tersentak.
Farhan pun hampir mati tersedak oleh brownies yang sedang dia makan.
“Aduh, gue permisi aja deh. Mau bahas hal
privat nih kayaknya.” Farhan pun ngeloyor pergi.
Tinggal aku dan Yuna yang duduk saling
berhadapan. Tanpa suara. Sunyi. Nampak ada sesuatu yang ditahan oleh Yuna untuk
diucapkan. Entah apa itu. Aku sendiri, enggan untuk membuka mulutku. Meskipun
aku tahu, aku masih memendam rasa pada Yuna, aku sedang ingin sendiri dan
menikmati hidupku.
“Rio, maafin aku ya, udah ninggalin kamu..”
Yuna pun mulai berbicara, tapi masih belum jelas arah pembicaraannya.
“Yuna, langsung aja deh. Gue gak ngerti nih.”
Ujarku. Terlihat Yuna sedikit kaget mendengar ucapanku yang seenaknya.
“Aku mau kita balikan Yo.” Ucap Yuna sambil
menatapku. Aku pun kaget mendengarnya. Sudah cukup lama dia menelantarkanku,
tiba-tiba datang dan mengatakan ingin balikan. Di satu sisi, aku sangat ingin.
Tapi di sisi lain, aku tak tahan dengan sikapnya yang egois dan keras kepala.
“Maaf Yuna. Gue kayaknya gak bisa. Gue pengen
nikmatin hidup gue dulu. Gue pengen ngurus hidup gue dulu, supaya lebih
tertata. Maaf banget ya.” Terlihat Yuna menunduk dan diam. Aku bisa pastikan
dia menangis karena aku sangat mengenalnya.
“Mungkin di lain kesempatan Yun, kita bisa
balikan lagi. Tapi bukan sekarang.” Lanjutku.
Setelah mendengar kalimat terakhirku, Yuna
lantas berdiri dan berlari keluar. Ingin kususul, tapi tak ada gunanya karena
memang aku tak berhak melakukan apapun atas hidupnya kini. Tiba-tiba dari
belakang, muncul Farhan yang kemudian duduk di sampingku, mengeinterogasiku.
“Eh, sumpah lo Yo gak mau balikan sama Yuna?
Dia kan cantik, baik, pinter lagi. Anak-anak cowok sastra banyak banget yang
ngantri buat jadi pacar dia.” Cerocos Farhan.
“Serius gue Han, gue pengen bisa ngebahagiain
diri gue dulu.” Jawabku.
“Yakin lo? Ntar ujung-ujungnya galau. Trus
curhat sama gue.” Ejek Farhan.
“Eh kunyuk, kalo lo mau, ambil aja sono tuh si
Yuna. Gue bakal sembah lo kalo lo bisa bertahan sama sikap dia. Mending galau
gara-gara jadi jomblo Han daripada galau gara-gara punya pacar tapi kayak gak
punya. Nyesek lahir batin.” Terangku panjang lebar. Kali ini Farhan hanya bisa
melongo.
Aku bergegas kembali ke kamar dan menyalakan
notebook, memasang modem dan mulai browsing untuk menghilangkan penat. Masih
sedikit sesak rasanya dadaku menghadapi Yuna tadi. Sampai-sampai Farhan jadi
kena semprot karena bertanya tentang Yuna.
“Eh, ada pesan baru ternyata.” Ujarku ketika
aku membuka akun Facebookku. Ternyata dari Aira.
Aira: kak Yo, apa
kabar? Makasih ya udah kasih komentar di blog-ku. :D
Aku pun segera membalas pesan itu.
Rio: sama2 Aira, oiya
dari kemaren aku penasaran loh, kamu siapa sih? Kok kayaknya kenal banget sama
aku? :p
Aneh juga, pikirku. Sepertinya aku belum pernah
mengenal orang yang bernama Aira. Tapi sepertinya dia sangat mengenalku.
Sebagai pelampiasan, segera kutulis beberapa bait puisi terkait dengan rasa
penasaranku dengan sosok bernama Aira ini.
Siapakah dia? Bayangnya mendarat pelan di
pelupuk otakku..
Siapakah dia? Rajut katanya terdengar pelan di
ujung telingaku..
Siapakah dia? Gores kalimatnya terbaca jelas di
batas pandangku..
Begitu dekat
nampaknya.. Tapi kenapa aku seperti tak mengenalnya?
Puisi singkat, segera ku post ke blog. Ku
rebahkan tubuhku ke kasur dan mencoba mengingat apakah aku pernah bertemu
dengan Aira. Tiba-tiba suara notifikasi Facebook berbunyi. Segera aku beralih
kembali ke depan notebook. Dan ternyata Aira sudah membalas pesanku tadi.
Aira: aah, dasar kak
Yo.. Cakep-cakep kok pikun sih.. (-_____-“)
Aku hanya tersenyum membaca pesan dari Aira.
Segera saja kubalas.
Rio: ciyus nih Aira,
aku lupa… Makasih loh udah dipuji cakep, tau aja kamu.. =D
Aira: duh, salah
ngomong deh aku.. Maksudnya ngejek kok malah yg diejek kege-eran gitu sih..
(-_____-“)
Rio: udah deh, aku emg
cakep kok =D Eh, kok jd OOT sih.. Kasih tau lah, spya aku gak pnasaran nih… :|
Aira: iya deh iya, kak
Yo yg cakep tapi pikun.. Err.. kakak masih inget sama nama ‘Rara’?
Rara… Ah, baru aku ingat, Rara. Gadis tomboy
yang dulu pernah aku kerjai ketika MOS semasa SMA karena dia tidak memakai
atribut lengkap. Lalu ku hukum untuk menulis dan membaca puisi romantis di
depan panitia. Eh, tapi apakah benar dia? Pikirku.
Rio: bntar deh.. Rara
si tomboy yg dulu bacain puisi di depan panitia MOS SMA Satya?
Aira: iya bner kak Yo
:D tapi knpa yg diinget pas itu sih..
Dasar (-_____-“)
Rio: maklum,
penggemarku kan bnyak.. =D Eh, baru tau loh klo namamu tuh Aira..
Aira: amit2… (-_____-“)
Nahlo, namaku bgus ya kak Yo? Makasih.. =D
Rio: tulisan2mu yg
bagus.. :)
Aira: masa?? Aduh, makasih
loh kak…
Ya, entah berapa lama aku menghabiskan waktu
untuk chatting dengan Aira, maksudku
Rara. Ada-ada saja anak ini, kata-katanya terkadang pedas tapi bisa membuatku
tertawa. Sama sekali tak mencerminkan sosoknya yang ada di balik tulisan-tulisan
sendu di blognya. Ah, semakin penasaran rasanya ingin mengetahui lebih jauh
siapa Rara.
Tapi entah kenapa sepertinya waktu sedang ingin
menjadi tokoh antagonis di ceritaku. Perkenalanku dengan Rara yang baru saja
terjadi tak bisa berlangsung lama. 1 bulan bisa bertukar cerita dan inspirasi
dengannya, aku harus melupakan sosoknya yang bahkan belum sempat kulihat
bagaimana rupanya sekarang. Hanya tulisan-tulisan yang masih selalu aku baca. Blognya
yang masih setia kuikuti pembaruannya.
#DearYou
Aku masih mengeluh dalam bayang..
Aku masih mencaci dalam angan..
Aku masih mencari dalam kenangan..
Sebuah kisah tak tertulis yang indah..
Sebuah kata tak terucap yang merdu..
Sebuah tawa tak
terdengar yang senyap..
always here for you,
always here loving you, always here waiting for you
-MyThirteenWords-
Butuh sedikit support buat lengkapin cerpen ini. Masih ada bagian inti yang belum tertulis di sini. Dear reader, atau siapapun yang ngebaca cerpen ini, tolong kasih komentar ya.. Sangat butuh support, komentar, kritik & saran...