Title : A Bittersweet Way #2 : Persimpangan
Genre : Slice of Life, Drama, Romance
Author : @NVRstepback
1664055_c371976e.jpg by geograph.co.uk |
Raka duduk termenung di depan ruang
ICU tempat Aida berada. Saat ini dia bersama ayah dan ibu Aida yang nampak
sedih dan cemas menunggu keterangan dokter mengenai kondisi Aida. Dari ujung
lorong menuju ruang ICU, nampak seorang pemuda yang berlari dengan wajah panik.
"Pa, Ma, gimana kondisi
Aida?" Tanya pemuda itu setelah sebelumnya meletakkan ransel besarnya.
"Dia masih ditangani sama dokter
di dalam." Terang ayah Aida. Pemuda tertunduk. Lalu memalingkan
pandangannya kepada Raka yang masih melamun.
"Raka! Lo janji bakal jaga Aida
buat gue, tapi kenapa sekarang adik gue jadi gini, Ka?!" Hardik pemuda itu
sambil menarik Raka. Tangan kanannya mengepalkan tinju. Raka tak mengatakan
apapun.
"Dimas, udah! Aida kecelakaan
bukan karena Raka. Justru dia yang susah payah bawa Aida ke sini." Kata
ibu Aida berusaha menenangkan suasana.
Dokter keluar dari ruang ICU diikuti
beberapa suster. Beliau pun berjalan ke arah ayah dan ibu Aida yang juga
bergegas mendekati dokter. Sementara itu, mengetahui dokter sudah datang, Raka
melepaskan cengkraman Dimas di jaketnya. Lalu dengan tatapan tajam ke arah
Dimas, dia pergi tanpa berkata apa-apa. Dimas sendiri entah kenapa gemetar
mendapati tatapan itu.
***
Sejak kasus insiden plagiarisme Randi
yang mencuat ke permukaan, Raka mendadak menjadi buah bibir seluruh warga
akademi. Tapi kini dia semakin terkenal, bukan karena punya keberanian untuk
melaporkan kasus yang menyangkut anak dari salah satu dewan rektor, tetapi
karena masa lalunya yang entah darimana tiba-tiba ramai tersebar di situs
homepage akademi.
Bisik-bisik yang berulang kali
terdengar di telinga Raka terasa panas. Langkah kakinya semakin cepat mencari
celah untuk mendapatkan kesunyian. Dia menemukan sebuah tempat yang cukup tepat
untuk sekedar menikmati kesepian. Bekas bengkel teknik otomotif yang ada di
pojok area akademi. Tapi baru saja melangkahkan kakinya mendekati bangunan itu,
seseorang menghadangnya.
"Raka." Orang itu menatap
Raka dengan tatapan sedih bercampur marah.
"Vira, kok lo ada di sini?"
Tanya Raka sambil berjalan mendekat.
"Kenapa lo nggak pernah cerita
tentang masa lalu lo? Kenapa lo dulu bantuin gue dari preman-preman itu?"
Vira melontarkan pertanyaan tanpa menghiraukan pertanyaan Raka. Mendengar
kalimat Vira, Raka menghentikan langkahnya.
"Kenapa lo diem aja, Ka? Jawab
gue!" Air mata Vira mulai menetes. Melihatnya membuat perasaan Raka tak
keruan.
"Apa karena gue anak tunggal
pemilik PT Digdaya? Atau karena..."
"Cukup, Ra!" Kata-kata Vira
terhenti oleh suara keras Raka. "Gue cukup ngerti gimana perasaan lo
tentang kenyataan masa lalu gue, tentang orang tua gue dan orang tua lo.
"Kebencian dan dendam terhadap PT
Digdaya biar dibawa kedua orang tua gue ke alam kubur. Gue nggak mau ikutan
ngebenci orang tua lo, apalagi sampe harus ngebenci lo, Ra." Raka
menghentikan rentetan kalimatnya. Di saat itu juga, Raka sudah berdiri tepat di
depan Vira. Dengan jelas, dia dapat melihat bulir-bulir bening menetes dari
mata Vira.
Vira mendengarkan setiap kata dari
Raka dengan penuh sesak di dadanya. Cerita yang selama ini dia dengar jauh
berbeda. Meski dia tak terlalu mempercayainya, ada rasa benci yang berkecamuk
ketika cerita tentang orang tua Raka yang ingin mencelakai orang tuanya dia
dengar dari seseorang. Sementara baru-baru ini, versi lain cerita itu
mengemuka. Orang tua Raka hanyalah kambing hitam dari operasi pembunuhan orang
tuanya.
"Gue... gue cuma nggak mau lo
nyimpen rasa sakit dan cerita pahit itu sendirian, Ka..." ucap Vira lirih
diselingi isak tangis, tapi masih terdengar oleh telinga Raka.
"Gue cukup kuat untuk itu, Ra. Lo
nggak perlu khawatir." Nada suara Raka kembali tenang. "Tapi... lo
tahu darimana soal cerita itu?"
"Dari Aida." Jawab Vira
singkat. Raka terkejut.
"Aida?" Tanya Raka. Vira
mengangguk.
"Kemarin gue jenguk dia dan
sempet tanya beberapa hal, termasuk tentang hubungan dia sama Randi. Awalnya
dia nolak buat cerita, tapi setelah gue desak, dia akhirnya ceritain
semuanya." Terang Vira.
"Terus, hubungan Aida sama
Randi?" Tanya Raka penasaran.
"Itu semua cuma rekayasa Randi
buat ngejebak lo, Ka." Jawab Vira. Raka terdiam. Dia tak menyangka
ternyata Aida hanyalah umpan.
"Dan berkat dia, gue tahu apa
yang harus gue lakuin buat ngehancurin hidup lo yang nggak berguna!"
Tiba-tiba seseorang muncul dengan senyum licik di wajahnya. Randi.
"Randi? Lo..." Vira terkejut
dengan kedatangan Randi.
"Makasih ya, Ra. Berkat lo dan
Aida, gue jadi tahu kulit asli dari bocah ini." Kata Randi.
"Maksud Randi apa, Ra? Jangan
bilang kalo..." Raka melangkah mundur sedikit menjauh dari Vira.
"Ya, bener banget, Ka. Gue yang
bikin artikel tentang lo di homepage akademi. Dan semua cerita itu berkat
kemampuan interogasi Vira ke Aida! Hahahaha!" Randi terbahak. Raka
terhenyak. Sementara Vira hanya bisa tertunduk.
"Dan gue heran sama si Aida, Ka.
Bisa-bisanya dia datangin gue cuma buat minta gue nggak gangguin elo. Dia juga
mau jalanin syarat yang gue ajuin supaya mau nemenin gue jalan Tapi sayang
karena dia berisik dan terlalu tahu banyak hal, dan juga pengen laporin gue ke
rektorat, gue harus bikin dia diem." Kata Randi ringan. Vira terkejut dan
menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Sementara Raka semakin marah dan
dadanya semakin panas.
Beberapa detik kemudian, sebuah
pukulan melayang dengan cepat dan menerjang tepat di pipi kiri Randi. Dia
terpental dan jatuh bergulung. Kepalanya terasa pusing, dan dia mendapati 2
giginya copot. Randi pun bergegas bangkit dan mencoba melancarkan pukulan
balasan kepada Raka. Namun dengan sigap Raka menghindari pukulan itu dan
mengangkat kakinya, membuat Randi tersandung dan kembali jatuh. Saat kembali
berdiri dan menarik kepalan tinjunya, Randi dibuat merinding oleh tatapan tajam
Raka.
"Sekali lagi lo bikin ulah dan
bikin gue marah, gue bakal rontokin semua gigi lo." Ancam Raka. Ketakutan,
Randi segera berlari menjauh dari situ.
"Raka..." Vira terpana
melihat Raka mempermainkan Randi.
"Jadi?" Tanya Raka kepada
Vira.
"Awalnya gue emang penasaran
tentang siapa lo, Ka. Dan karena cerita-cerita itu, gue semakin penasaran buat
cari tahu." Vira berhenti berbicara lalu melirik ekspresi Raka yang nampak
kacau, lalu melanjutkan, "Tapi setelah gue kenal lo, gue mulai kehilangan
alasan buat membongkar masa lalu lo karena..."
"Udah Ra. Cukup. Selama ini gue
udah berusaha buat hidup ngikutin arus. Tanpa bertindak banyak hal yang nggak
penting supaya gue aman dan tenang. Tapi artikel di homepage itu...
arggh!" Raka memegangi kepalanya.
"Raka!" Teriak Vira panik.
Tapi isyarat tangan Raka membuatnya diam.
"Gue suka sama elo, Ra. Sejak
saat itu gue mulai bimbang dengan prinsip gue tentang hidup sesuai arus. Dan
lama kelamaan, gue jadi sayang sama elo." Kata Raka. Mendengar hal itu,
hati Vira berbunga-bunga.
"Gue..." kata-kata Vira
tertahan di ujung lidah.
"Tapi maaf, Ra. Mungkin karena
terlalu berharap, apa yang baru aja gue denger malah bikin hati gue sakit. Ada
yang salah dengan semua ini." Raka berbalik memunggungi Vira lalu berjalan
pergi.
"Gue juga sayang
sama elo Raka..." bisik Vira diikuti isak tangis dan air mata yang kembali
membasahi pipinya. Punggung Raka yang nampak semakin jauh dan kecil terbiaskan
oleh air mata di pelupuk matanya. Membuatnya semakin sedih, semakin menumpahkan
air mata. Dan mulai saat itu, arah mereka mulai mengalami persimpangan. Meski
searah, sebenarnya enggan untuk berbeda jalan.
===
to be continued~
Gimana? Plot-nya makin absurd & gak nyambung? Hihihiw, sudah kuduga...