Meracau -dalam, hingga, karena- Kacau

Samar. Itulah yang saat ini terpampang di depanku. Jalan setapak yang retak di sana-sini pun terlihat enggan menopang langkah kakiku, seolah ingin menjatuhkan tubuhku. Lemah dan terhuyung. Jika saja ada angin kencang, mungkin saja tubuhku tak akan sanggup lagi mencengkeram bumi, juga... tak ada yang akan bisa menolongku sekalipun itu gravitasi. Lemah dan lelah. Tapi tetap saja tak mungkin untuk menyerah, bahkan untuk sekedar istirahat mengendurkan nafas. Beban yang tak seimbang. Kepala yang terlalu penuh. Penat. Pekat tanpa celah.

Sesak dan pengap. Sekali pun jika memang diharuskan terjatuh, aku pun pasrah menerima sakit dan lukanya. Hanya saja aku berharap memiliki kekuatan yang cukup untuk menahannya. Lebih kuat dari sakit dan lukanya ketika terjatuh, agar tubuh dan otakku tidak mati karena kesakitan. Klise. Mati oleh kekuatan rasa sakit sepertinya menyakitkan, ya. Terutama jika penyebabnya hal tak kasat mata juga bila sakit itu hadir tanpa ada luka. Betapa manusia yang kuat bisa begitu lemah di hadapan hal kecil.

Harusnya seperti apa? Otakku tak sanggup lagi menggerakkan otot dan sendi di tubuhku. Apakah karena karena dia dicengkeram sampai tak sanggup lagi menggerakkan otot dan sendi? Atau tubuhku lelah hingga akhirnya berontak menolak perintah otak? Apakah ada yang terjatuh ketika aku tersandung dan jatuh tadi? Gelap rasanya. Menapaki jalan tanpa bergerak, sementara tak ada cukup waktu yang bisa dipakai agar bisa tercapai.

Ah, bahkan tanganku seperti berkehendak sendiri. Meracau di hadapan otak yang tak lagi berkuasa, sekalipun berdaya. Konyol. Nampak lebih menyedihkan dari orang lumpuh. Melihat pun hanya pekat dan samar, lebih dari orang buta. Sementara tak ada seharusnya masalah, tapi tetap terpasung dan terikat. Tak ada. Jika biasanya mataku terasa panas kemudian basah, saat ini sepertinya mata air itu iku-ikut kering, kehilangan suplai. Dan keinginan.

Melihat retakan setapak demi setapak. Sejauh titik tergelap yang terjangkau mata. Merangkak seinci demi seinci, walau sebenarnya tak benar-benar bergerak. Hanya sebatas semu yang ada di dalam pikiran yang tertindih. Sementara meracau mengemukakan kata yang darimana asal datangnya tanpa ada arti juga makna dan rasa. Hanya keanehan dan hampa.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,