A Bittersweet Way #4 : Perhentian

Title: A Bittersweet Way #4 : Perhentian
Genre: Slice of Life, Drama, Romance
Author: @NVRstepback

-

Seorang gadis berambut panjang yang memakai gaun hijau nampak sedang berdiri di tepi kaca raksasa menatap kendaraan lalu lalang yang seperti semut berbaris. Sekalipun wajahnya begitu cantik meski dengan make up minimalis, ada satu riasan yang hilang yang membuat wajah cantik itu terasa hambar. Riasan bernama senyum.

"Vira, sini." Panggil pria paruh baya yang berdiri di sebelah sebuah meja kerja kepada gadis itu.

"Iya pa." Vira pun berjalan menuju tempat ayahnya berdiri.

"Mana senyum manis kamu? Sebentar lagi kamu bakal ketemu sama anak temen papa yang sering Papa ceritain." Kata sang ayah, "yah, meski Papa udah lama nggak ketemu sama dia sih. Hehe."

"Hah? Maksudnya Papa ngejodohin aku sama orang yang Papa sendiri udah lama nggak ketemu gitu? Ya ampun Pa..." Vira menjatuhkan dirinya ke sofa yang ada tiga langkah dari tempatnya berdiri. Belum sempat pertanyaan Vira terjawab, terdengar suara bel.

"Nah dia datang. Buruan kamu duduk yang bagus." Ucap ayah Vira girang. Setelah memperbaiki dasinya, beliau menekan tombol yang berada di samping sebuah mic lalu berkata dengan penuh wibawa, "masuk."

Beberapa saat kemudian, setelah terdengar suara pintu yang terbuka, muncul seorang pria dengan setelan kemeja putih berdasi di balik jas hitam dengan bawahan celana hitam. Dia berjalan ke arah ayah Vira.

"Pa..." panggil Vira. Sang ayah pun menoleh dan mendapati putrinya menunjuk ke arah pria yang baru masuk tadi sambil berbisik, "dia orangnya? Tua amat?"

"Bukan." Ayah Vira ikut berbisik. Lalu beralih ke si pria yang baru masuk. "Bawa masuk."

Mendengar perintah itu, si pria berjas hitam bersiul. Lalu tak lama kemudian, muncul pria berjas hitam lain namun dengan tubuh lebih besar diikuti seseorang dengan setelan hitam berjalan di belakangnya. Vira kaget melihat apa yang ada di depan matanya.

"Ini dia orang yang Papa ceritain ke kamu, sayang." Ujar sang ayah riang.

Suasana hening. Mata Vira tak lepas dari sosok yang kini sedang berdiri di sebelah ayahnya dan tersenyum ke arahnya. Pemuda seumurannya yang memakai setelan jas dan celana hitam dengan kemeja abu-abu dan dasi hitam. Perasaannya campur aduk tak menentu mendapati takdir yang sedari awal selalu dia tolak. Namun akhirnya dia tetap harus menerimanya.

Vira berjalan perlahan mendekati pemuda yang masih tersenyum itu. Setelah cukup dekat, Vira mengangkat tangannya meraih pipi kurus pemuda itu. Mata Vira mulai berair, sementara wajah penuh senyum si pemuda berubah menjadi raut wajah penuh ketenangan, juga penyesalan. Beberapa detik kemudian, tiba-tiba pemuda itu melingkarkan tangannya ke pinggang Vira lalu memeluknya. Air mata yang Vira tahan pun akhirnya tumpah.

"Maafin gue karena nggak sempet denger kalimat lo sampe selesai." Kata pemuda itu. Ada sesuatu yang tiba-tiba hilang dari dalam dadanya. Rasanya begitu lega mendengar kalimat itu. "Gue sayang elo, Ra."

Vira meraih pelukan pemuda itu lalu memejamkan kedua matanya yang terus berair sambil berkata, "Raka, gue juga sayang sama elo."

Ayah Vira dan kedua pria berjas hitam, yang ternyata adalah pengawal ayah Vira, itu terharu melihat apa yang terjadi di hadapan mereka. Dan ketika Raka dan Vira kembali menyadari keberadaan tiga orang itu, mereka melepaskan pelukan mereka lalu sedikit canggung tersenyum ke arah ayah Vira.

"Jadi kalian berdua sudah pacaran?" Selidik ayah Vira.

"Ah, eng... enggak, eh, belum om." Jawab Raka terbata-bata.

"Pa. Jadi yang selama ini selalu Papa ceritain tuh Raka? Kenapa Papa nggak pernah cerita?" Vira balik bertanya.

"Bukannya kamu yang nggak pernah mau denger cerita Papa?" Ayah Vira balik bertanya.

"Soalnya Papa bilang kalo aku mau Papa jodohin sama anaknya sahabat Papa. Sementara orang tua Raka kan..." Vira buru-buru menghentikan kalimatnya, takut kalau dia kembali menyinggung perasaan Raka.

"Om pasti tahu kejadian yang sebenarnya kan? Tolong ceritain ke kami, om." Pinta Raka. Melihat ekspresi Raka, ayah Vira pun tersenyum dan mengangguk setuju.

Setelah mereka duduk nyaman di sofa yang ada di tengah ruangan, ayah Vira pun memulai ceritanya.

"Om ketemu ayahmu pas masih kuliah. Kami bercita-cita suatu saat akan punya perusahaan besar yang diakui dunia. Dan setelah berjuang keras selama hampir 9 tahun, perusahaan ini, PT Digdaya lahir. Awalnya semua berjalan normal. Bahkan sampai kalian berdua lahir, kami masih terus maju dengan PT ini. Tapi 15 tahun yang lalu, muncul masalah besar. Waktu itu ada tender proyek bernilai besar dan setelah melalui berbagai seleksi, terpilihlah PT Digdaya dan satu perusahaan saingan. Waktu itu, ada salah 1 karyawan yang membelot ke perusahaan saingan dan membuat PT Digdaya terancam kolaps. Beruntung, ayahmu Raka, berhasil menggagalkan usaha sabotase yang akan dilakukan karyawan itu. Karena terbukti bersalah, orang itu akhirnya dipecat." Cerita ayah Vira panjang lebar.

"Lalu, gimana dengan berita perselisihan antara om dan ayah saya?" Tanya Raka.

"Biar om lanjutkan dulu. Jadi setelah dipecat dari PT Digdaya, orang itu pergi meminta pertolongan ke perusahaan saingan. Tapi dia malah dicemooh dan diusir. Dendam pun tersulut di hati orang itu. Dan orang yang ingin dia jadikan pelampiasan adalah ayah kamu, Ka. Dia berusaha mencelakai ayahmu dengan berbagai cara tapi selalu gagal. Pada akhirnya orang itu mengubah targetnya dari ayahmu ke om." Ayah Vira istirahat sejenak meminum teh yang dihidangkan oleh pengawal berbadan besar.

"Terus, kok bisa jadi ngincer Papa?" Tanya Vira.

"Orang itu tahu kalau Papa nggak secerdik ayah Raka. Jadi waktu itu pas malam Papa mau pulang, tiba-tiba Papa ketemu orang itu yang udah nunggu di samping mobil Papa. Tiba-tiba orang itu menerjang ke arah Papa yang nggak siap. Tapi entah darimana, ayah Raka tiba-tiba mendorong ayah dari samping lalu..." cerita ayah Vira terhenti. Terdengar isak tangis dari beliau. "Dia berkelahi dengan orang itu hingga akhirnya orang itu tertusuk pisaunya sendiri. Papa berusaha membujuk ayah Raka supaya melaporkan kasus itu sebagai upaya pertahanan diri, tapi dia menolak. Dia lebih memilih masuk penjara karena merasa sudah berbuat dosa. Dan juga... meminta Papa menarik semua aset dalam bentuk apapun yang dia punya di PT Digdaya agar nama perusahaan tidak tercemar. Dia orang yang terlalu baik."

Suasana pun berubah sunyi. Hanya terdengar samar suara kendaraan dan suara air conditioner. Lalu terdengar isak tangis. Raka.

"Jadi selama ini ayah nggak pernah benci PT Digdaya, justru mencintainya. Aku yang selama ini membenci PT Digdaya dengan jadiin ayah sebagai tameng..." Raka menutupi wajahnya yang dengan kedua tangannya. Isak tangisnya semakin terdengar lalu berubah semakin nyaring. Ayah Vira tahu betul beban yang ditanggung oleh Raka selama ini. Dia bersyukur masih sempat menceritakan kebenaran itu. Dan berniat meluruskan apa yang selama ini salah di kalangan masyarakat luas.

"Meskipun seluruh aset milik ayahmu secara hukum sudah ditarik, tapi secara fisik semuanya masih ada dan justru berkembang menjadi salah satu aset terbesar bagi PT Digdaya." Kata ayah Vira.

"Maksud om?" Tanya Raka tak mengerti.

"Aset milik ayahmu om ubah kepemilikannya menjadi namamu, Raka. Jadi... ini adalah warisan dari ayahmu." Terang ayah Vira.

Raka tak tahu harus berbuat apa mendengar kabar seperti itu. Dia pun tak tahu harus menganggap kabar baik atau kabar buruk saking bingungnya. Air matanya sudah terhenti. Raut sedihnya berganti menjadi raut kebingungan. Tiba-tiba Vira yang dari tadi tak berhenti mengusap air matanya sendiri memeluk Raka yang masih kebingungan.

"Raka! Raka! Raka!" Pekik Vira penuh bahagia. Raka tersentak dari kebingungannya dan entah darimana datangnya, seperti ada film yang masuk ke dalam kepala Raka. Lalu meraih sesuatu dari saku celananya.

"Kamu masih inget benda ini nggak, Ra?' Tanya Raka. Vira melepaskan pelukannya.

"Kamu... he? Gu... aku... eh..." Vira masih terkejut mendengar cara Raka memanggilnya. Raka tertawa melihat ekspresi Vira.

"Dadu ini, Ra." Kata Raka sambil memperlihatkan dadu yang ada di tangannya. Setelah memicingkan mata mengamati dadu itu, Vira pun teringat sebuah dadu yang mirip dengan milik Raka. Setelah menemukan tasnya, Vira mengambil sebuah kotak kecil berwarna hitam lalu membukanya. Dia mengambil sebuah dadu yang ada di dalamnya lalu menunjukkannya kepada Raka. Melihat dadu itu, Raka pun tersenyum.

"Aku sekarang inget semuanya, Ka. Dulu waktu kita masih kecil dan main ular tangga. Kita selalu pakai dua dadu supaya jalannya lebih cepet. Hahaha." Kenang Vira.

"Ya, aku juga Ra. Semua ingatan dan kenangan masa kecil kita dulu." Raka tersenyum. "Masa lalu bukan untuk dilupakan. Karena masa lalu nggak selalu menyedihkan. Ada kalanya masa lalu adalah tempat terbaik untuk mengingat dan belajar."

***

Matahari pertama Desember tersenyum malu-malu di balik awan tipis. Meski tak terlalu kentara, kehangatannya cukup terasa untuk mengusir dingin yang merayapi kulit dan mencoba menggapai tulang. Sementara bumi yang sedikit basah masih diam-diam berotasi, Raka memulai hari ini sebagai awal baru untuknya.

"Pagi, Ka." Sapa Vira dari belakang Raka.

"Yo! Pagi, Ra." Balas Raka sambil tersenyum. Mereka berjalan beriringan membelah halaman akademi. Tak ada lagi bisik-bisik celaan setelah ayah Vira menyampaikan kebenaran tentang kasus 15 tahun lalu.

"Hai Raka, Vira." Sapa Aida.

"Pagi Aida~" balas Raka dan Vira bersamaan. Aida tersenyum. Luka yang dia derita setelah kecelakaan berangsur pulih. Begitu pula luka di hatinya yang berhasil diobati oleh seorang mahasiswa bernama Iwan, orang yang sudah lama menyukai Aida dan diam-diam selalu mengirimkan pesan-pesan pembangkit moral selama Aida di rumah sakit.

"Halo, Randi. Sehat?" Sapa Raka kepada Randi yang duduk sendirian di bangku tepi taman. Randi hanya mengangguk. Setelah kehilangan 2 giginya, Randi tak lagi cukup punya nyali untuk mengganggu 'mantan anak buah'nya, Raka. Dan setelah semua aktivitas buruk Randi terbongkar, orang tuanya yang terlanjur malu keluar dari dewan rektor.

Dan Raka, setelah tenggelam berulang kali karena melawan arus pada akhirnya kembali kenangan masa kecilnya yang terlupakan dan kebenaran tentang orang tuanya. Dia pun menemukan jalannya sendiri. Ah, dia tak lagi sendiri. Karena di sampingnya kini ada Vira, yang akan selalu bersamanya... menggenggam tangannya... membuat perjalanan barunya menjadi lebih luar biasa.

http://www.postersguide.com/largeimage/714/7145058.jpg
7145058.jpg on postersguide.com

~fin
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,