First Song I Wrote Ever...



Beberapa minggu yang lalu, abis upload video ke yutup. Yah, video pas ane maen gitar asal-asalan. Iseng nulis-nulis lagu, trus ane nyanyiin. Nih hasilnya. Dengan alat seadanya, lirik & musik seadanya, dan suara yang sangat mengada-ada..



Nih liriknya nih...

bias jingga senja..
mulai bercerita..
tentang sebuah masa lalu yang tlah usang.. yang perlahan kulupakan..
kisah sebuah kebersamaan yang kini tlah hilang..

muncul sebuah tanya..
untukmu di sana..
apakah kau baik-baik saja.. dan engkau bahagia..
setelah dirimu bersama dirinya..

[chorus]
kudoakan slalu, yang terbaik untukmu..
semoga kau dapat raih bahagiamu..
kuharap dirinya selalu menjagamu..
hingga akhir waktu..

[intro]

bias jingga senja..
perlahan menyapa..
sampaikan sepotong cerita tentangmu.. yang kini telah bahagia..
dan telah terobati semua luka..

[chorus]
kudoakan slalu, yang terbaik untukmu..
semoga kau dapat raih bahagiamu..
kuharap dirinya selalu menjagamu..
hingga akhir waktu..

maafkanlah aku, yang pernah cintaimu..
maafkanlah aku, yang telah sakitimu..
sebait doa untukmu, semoga dia slalu..
menjaga dan mencintaimu.. selamanya.... :)

 

That's it... Ada yang pengen komen? Ada yang pengen ketawa? Silakan di kotak komentar yakk.. :D
Share:

Tersimpan Di Hati

Cerpen baru... Tapi cerpen repost.. Tapi cerpen bikinan sendiri, ori, bukan bikinan orang lain.. Muihihihihihi :3
 
Title : Tersimpan Di Hati
Author : Nur Rochman
 
TERSIMPAN DI HATI

Kelas bahasa Indonesia baru saja berakhir ketika Pak Joko, guru Matematika sekaligus wali kelasku masuk bersama seorang siswi baru. Aku yang dari tadi terkantuk – kantuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia seolah dibangunkan oleh sosok siswi baru itu. Gadis berjilbab dengan wajah yang cantik. Senyumnya pun menawan. Saat Pak Joko mulai memperkenalkan siswi baru tersebut, seluruh kelas terdiam memperhatikan Pak Joko.
“Anak – anak, mulai hari ini, kalian akan mendapatkan teman baru. Namanya Dinda.” Sejenak Pak Joko melihat ke sekeliling kelas. Kemudian melanjutkan perkataannya. “Kamu duduk di samping Indra.” Kata Pak Joko sambil menunjuk kursi kosong di samping ku. Tanpa membantah, Dinda melangkah ke kursi yang ditunjuk Pak Joko langsung duduk. Dia menoleh ke arahku sambil melempar senyum.
“Kenalin. Aku Dinda.” Kata Dinda memperkenalkan dirinya padaku.
“Aku Indra. Senang bisa berkenalan sama kamu.” Balasku.
Setelah perkenalan singkat itu, kami pun memindahkan fokus kami ke arah Pak Joko yang sudah memulai pelajaran. Beberapa kali ku lirik Dinda yang sangat serius memperhatikan dengan seksama materi demi materi yang diberikan Pak Joko. Tanpa terasa timbul rasa kagumku pada Dinda.
“Teet.. teet.. teet..” bel tanda istirahat berbunyi. Tapi Dinda tidak segera beranjak dari tempat duduknya. Tiba – tiba dia menyodorkan buku catatannya padaku.
“Eh, Indra. Tolongin dong. Aku masih belum paham yang bagian ini.” Katanya sambil menunjuk bagian di buku catatannya. Hal itu membuatku agak gelagapan. Tapi segera ku kuasai diriku.
“Oh, ini tu maksudnya gini, …” ku jelaskan secara panjang lebar tentang hal yang ditanyakan Dinda padaku. Untung aku termasuk anak yang pandai sehingga bisa menjawab setiap pertanyaan dari Dinda. Setelah merasa puas karena pertanyaannya terjawab, Dinda mengeluarkan sekotak bekal. Saat dibuka, terlihat aneka kue kecil.
“Nih, Ndra. Kamu ambil. Makasih udah ngejelasin materi tadi. Maaf ngerepotin.”
“E…iya nggak papa. Aku seneng kok bisa bantuin kamu.”
“Teet.. teet.. teet..” bel masuk berbunyi. Pelajaran kembali berlanjut hingga tanpa terasa sudah waktunya pulang. Hari ini aku merasa senang karena mendapat satu teman baru bernama Dinda. Semoga saja aku dan Dinda bisa berteman selamanya.
***
Hari – hari berikutnya, aku semakin dekat dengan Dinda. Dan semakin aku tahu kepribadian Dinda yang ternyata sangat istimewa. Selain cantik wajahnya, hatinya pun sangat baik. Dia juga seorang muslimah yang taat beribadah. Rasa kagumku pun semakin bertambah.
Pernah saat aku sedang di masjid sekolah, aku melihat Dinda juga berada di situ. Saat melihatku, dia dengan ramah mengajakku melaksanakan sholat Dhuha.
“Indra, sholat berjamaan yuk. Kamu jadi imamku.”
“Eng.. iya deh. Bentar ya, aku ambil wudlu dulu.”
Kami berdua pun sholat berjamaah. Setelah selesai, aku membayangkan seandainya aku bisa menjadi imam sholat Dinda setiap waktu. Ahhh ngawur! Segera ku buang pikiran aneh itu. Ku ajak Dinda segera menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
“Yuk, Din bentar lagi masuk lho.” Ajakku.
“Iya. Yuk.” Sahut Dinda dengan ramah.
Seperti biasa, aku dan Dinda selalu berdiskusi setelah pelajaran selesai. Pernah sekali waktu Dinda mengajakku ke perpustakaan karena tidak tahu letak perpustakaan untuk mencari bahan untuk membuat makalah. Karena tak ada kesibukan, akhirnya aku menemani Dinda. Di sana, aku membantu Dinda untuk mendapatkan beberapa judul buku yang dicarinya. Setelah terkumpul semua, kami mulai membacanya dan mencatat hal – hal penting di dalamnya. Setelah memperoleh apa yang kami cari, kami kembali ke kelas.
Kedekatanku dengan Dinda ternyata mendapat reaksi dari teman – teman sekelasku. Berkali – kali setiap melihatku berjalan dengan Dinda, mereka berteriak menggodaku. Pernah saat Dinda tidak masuk, aku melontarkan pertanyaan saat sedang berkumpul dengan teman – temanku.
“Kok Dinda nggak masuk ya?” ucapku sambil setengah melamun.
“Ciee.. ciee… yang lagi mikirin Dinda..” goda teman – temanku.
“Eh, Ndra. Kenapa nggak kamu tembak aja si Dinda? Kalian kan udah deket banget tuh.” Celetuk salah seorang temanku yang bernama Putra.
“Ha? Ditembak? Ntar mati gimana?” jawabku sambil kebingungan.
“Ya ampun. Cakep – cakep ternyata bego ya.” Ejek Tian, temanku yang lain.
“Maksudku tu kamu ungkapin perasaan kamu ke Dinda. Ntar kamu pacaran deh sama Dinda. Gitu Indra.” Kata Putra menjelaskan maksudnya.
“Eng… gimana ya.. aku nggak tahu caranya.” kataku polos.
“Hmmm… Dasar temen kita yang satu ini kayaknya butuh kursus buat nembak cewek nih.” Ujar Fandi. Tawa teman – teman yang sedang berkumpul pun meledak. Aku bingung sendiri dengan apa yang sedang dibicarakan teman – temanku.
Setelah ngobrol dengan teman – temanku, aku mulai sadar kalau aku dan Dinda memang sangat dekat. Mungkin, bila orang – orang melihatku dengan Dinda, mereka akan berpikir kalau kami adalah sepasang kekasih. Aku sendiri sadar, kalau di balik rasa kagumku yang besar kepada sosok Dinda, aku menyimpan rasa lain yang kata teman – temanku bernama cinta yang masih terpendam di dalam hatiku. Ingin rasanya aku ingin mengungkapkannya. Tapi, aku tak punya cukup keberanian untuk mengungkapkannya.
Hari – hariku pun ku jalani seperti biasa. Perasaanku kepada Dinda tetap ku simpan di dalam hati. Teman – temanku semakin sering menggodaku saat aku sedang bersama Dinda. Berkali – kali mereka mendorongku untuk mengungkapkan perasaanku. Tapi aku menolaknya karena aku lebih nyaman menjalaninya seperti ini. Aku takut, apabila Dinda tahu perasaanku yang sebenarnya, dia justru akan menjauhiku. Jadi, aku lebih memilih memendam rasa cintaku ini di dalam hati, agar aku bisa selalu dekat dengan Dinda.
 
-selesai-

Komentarnya yakk ^^,
Share:

Sky Sailing - Brielle (@NVRstepback Cover)

Entah apa yang sudah merasuki tubuh dan jiwa saya, sampe-sampe saya bisa-bisanya ngrekam aksi gaje saya pas maen gitar sambil nyanyi pake cam laptop. Di-upload ke yutup pula. Astaghfirullahaladziim.. (-_____-")

Ini nih, lagunya Sky Sailing. Eh, bentar.. Pada tau Sky Sailing nggak? Nggak tau? Oh. Pengen tau nggak? Enggak? Yaudah deh. Eh, ada yang pengen tau? OK. Tau Adam Young? Owl City? Nggak tau juga? Ya ampooonnn.... (-_____-")

http://media.focusonthefamily.com/blogmedia/images/plugged-in/AdamYoungOwlCity.jpg
Penampakan Adam Young
Tuh potonya bang Adam Young.. Hah? Masih nggak tau??
Yaudah ah, kalo pengen tau tanya paman saya yang sangat pinter ajah => Paman Google..
Share:

Beat Crusaders - Moon On The Water (@NVRstepback Cover)


Pernah sekali waktu, pas pagi-pagi di kamar kost lagi males berangkat pagi. Ane nyalain laptop terus megang gitar. Lalu teringat sebuah lagu yang lumayan bagus, tapi sayangnya kurang terkenal. 'Moon On The Water' yang dinyanyiin sama sebuah band bernama 'Beat Crusaders'. Lagu ini nongol di salah satu anime berjudul 'BECK Mongolian Chop Squad' yang diadaptasi dari manga yang berjudul 'BECK'.

http://fc08.deviantart.net/fs32/f/2008/228/9/e/BECK_mongolian_chop_squad_wall_by_Omi_Niwa.jpg
Penampakan Anime 'BECK Mongolian Chop Squad'
'BECK' bercerita tentang perjuangan sebuah grup band bernama BECK yang ingin menjadi terkenal. BECK berawal dari pertemuan aneh antara Ryusuke Minami dan Yukio 'Koyuki' Tanaka, dan... Beck, anjing Ryusuke Minami. Eh eh eh, ini ane bukan maksud mau bikin ulasan tentang 'BECK' lho yaa. Malah jadi ngelantur. Kalo pengen tau ceritanya 'BECK' kayak gimana, mending langsung tanya sama paman Google aja sono. Dia pasti lebih tau.
  
Nah, akhirnya ane iseng-iseng deh nyanyi sambil jreng-jreng gaje dan ane rekam pake cam laptop. Jangan berharap suara yang merdu karena ane bukan penyanyi. This is just iseng semata.. Muihihihihi


Share:

#DearKamu | Hanya Rangkai Kata Biasa


#DearKamu …. Pernahkah kau tau? Bahwa jiwaku telah terlelap dalam dekap hatimu.. Teduh awan senja menggulung, indah pelangi memudar melihat hadirmu.. Ya, karena semua ini tentangmu. Tentang arti adamu…

Aku masih duduk di sini bersama banyak orang yang sama sekali tak kukenal. Hanya beberapa wajah yang sempat kuingat adalah wajah-wajah yang pernah kutemui semasa aku berada di bangku sekolah dulu. Aku tak begitu mengenal mereka. Bagaimana dengan mereka? Apakah mereka mengenalku? Ah… Aku tak peduli akan hal itu.

Sebuah layar LCD berukuran cukup besar yang ada di depan mulai menampilkan adegan sakral. Meskipun berada di tempat duduk paling belakang, aku masih bisa menatapnya dengan jelas dari balik kacamata minus-ku. Ya, sebuah adegan yang entah mengapa justru membuat dadaku sesak dan perih. Ada yang tak beres dengan semua ini, pikirku.

#DearKamu …. Aku ingin bertanya.. Aku  merasakan sebuah rasa. Rasa yang terasa.. Ah, aku tak tau. Aku tak mampu berkata dan mengungkapkannya. Namun seorang memberitahuku, rasa itu bernama cinta. Benarkah itu?

Frame demi frame, scene demi scene tak satupun lepas dari mataku. Ketegangan dari masing-masing pelakunya begitu terasa. Suasana yang begitu hening dan kata demi kata yang terdengar sangatlah nyata. Sejurus kemudian titik air mata menghiasi ending-nya. Dan layar LCD itu perlahan berganti kembali menjadi biru hampa.

Selesai. Tak ada lagi adegan itu. Tapi sesak dan perih masih terasa. Aneh, pikirku. Tanpa sadar ternyata aku tengah menggenggam dadaku. Ingin kulepas, tapi justru makin sakit ketika coba kulepas. Nafasku sedikit tertahan karena menahannya. Mataku pedih, meski aku tahu sama sekali tak ada debu yang menusuk mataku. Tapi ada bulir air yang terasa hampir tumpah dari sudut mata.

#DearKamu …. Janji adalah sebuah sebuah hutang. Dan aku sedang mengurai tenaga demi tenagaku membayar janjiku. Aku bertahan. Untuk janji itu. Untuk rasa yang mereka bilang bernama cinta…

Terduduk dan tertunduk lesu dalam bisu. Ada berbagai kata dari mulut orang-orang di sekitarku. Kata-kata yang sama sekali samar dan sulit kudengar. Ada apa denganku? Pikirku. Namun tetap kembali tanpa jawaban dan tanya itu tetap mengambang. Aku merasa, panca indraku seperti kehilangan fungsinya. Perlahan, tapi pasti.

Aku menegakkan pandanganku. Bergeser pelan ke arah kanan. Terhenti pada sosok wajah seorang wanita yang rasanya pernah kukenal. Berjalan pelan dengan seorang lelaki di sisi kanannya. Mereka berdua berjalan dengan padu menuju singgasana yang memang disiapkan untuk mereka. Mataku lelah dan mulai meneteskan keringat, tapi masih enggan untuk berhenti menatap wajah itu. Hey! Kenapa aku?

#DearKamu …. Lihat aku! Aku di sini berdiri dan bertahan untuk berbagi hidup denganmu. Aku lelah, tapi aku tetap di sini untukmu. Mengertilah!

Tanganku meraih sebuah benda dari saku kiri celanaku. Mataku memandang lekat. Dan… Ada aku bersama seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan wanita di singgasana itu. Ada apa? Seharusnya mereka berbeda! Tapi apakah mungkin mereka sama? AAARRGHH!! Dadaku sesak menahan teriakanku yang tak kuasa melompat keluar dari kerongkonganku.

Sial! Aku tak sanggup terus berada di sini! ..pikirku. Segera aku berdiri, dan mulai melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu. Sempat sesaat kumemandang ke arah wanita itu. Dan… Entah kenapa mata kami saling beradu. Hanya 3 detik, tapi cukup untuk menguras habis segenap darah yang ada di dalam tubuhku. AAARRGHH!!

Tubuhku terasa lemah tapi kupaksakan untuk terus berlari menjauh. Dan aku menangis.. Sial! Kenapa aku menangis? Kenapa aku harus merasa sedih? Kenapa aku merasakan rasa sakit yang sangat dalam? Kenapa?!

#DearKamu …. Aku ingin merasa bahagia. Tapi aku lebih ingin kamu merasa bahagia. Tak apa jika aku harus merasa sakit. Namun, sakit ini terlalu dan aku sudah tak mampu..

Nyanyian seorang pengamen menghentikan langkahku. Suaranya parau menyanyikan sebuah lagu yang sepertinya pernah kudengar dan begitu familiar di telingaku. Tertunduk meresapi tiap lirik dan nada yang mengalun. Makin dalam.. Makin dalam rasa sakitku. AAARRGHH!!

Ah.. Bagian refrain lagu itu. Ada apa ini? Tiba-tiba saja aku teringat pada sesuatu yang seharusnya sudah kulupakan. Kenangan itu. Kenangan yang sangat indah. Sungguh indah. Bahkan, terlalu indah dan terlalu menyakitkan. Semuanya kembali masuk dan mulai merongrong seisi otakku. Mencabik segenap jantung dan hatiku yang sudah tersayat dan hampir kehabisan darah.

Aku berjalan lesu. Dia… Sovia Larissa. Yang dulu sering kupanggil ‘Via’. Yang dulu pernah mencintaiku. Yang aku cintai… Sampai detik ini. Yang, bahkan, masih saja kurindukan dan kuharapkan. AAARRGHH!! Dan baru saja kulihat dia bersama seseorang yang lain. Mengikat diri dalam janji suci nan sakral bernama ‘pernikahan’. Ah, sial! Bodohnya aku mengharapkan dia. Semua terlambat untukku…

#DearKamu …. Aku lelah. Lelah merasakan rasa bodoh bernama cinta ini. Karena rasa ini telah menenggelamkanku pada ilusi rasa sakit yang nyata. Yang perlahan membunuhku…

Senja menaungiku. Tersenyum hangat berusaha menghibur aku. Semburat jingganya seolah berusaha menyentuh jiwa lelahku. Meski berat, aku berusaha tersenyum. Tak mungkin selamanya begini, pikirku. Ya.. Senja mengingatkanku untuk tetap berdiri dan terjaga dari lamunan tanpa tujuan. Via.. Ya, kuharap bersama lelaki itu, dia dapat meraih bahagia yang dia impikan…

 http://whitedolphinwoo.files.wordpress.com/2012/02/wpid-21437-punya-google.jpg

Senja…

Datangmu tak pernah kunyana..

Kilau jinggamu begitu sederhana..

Namun, hadirmu begitu bermakna..

Senja.. Terima kasih….
Share:

DANAU TERKUTUK | Kutukan Malam

Judul : Danau Terkutuk
Author : Anonim

http://www.weirdus.com/states/new_york/local_legends/lady_of_lake_ronkonkoma/1_small.jpg

DANAU TERKUTUK

Remi menatap langit yang gelap dan dingin. Awan hitam tebal menutupi lewatnya cahaya bulan yang biasanya menemani di setiap malam. Angin malam yang dingin berhembus kian kencang. Air danau yang dingin tak menyurutkan semangat Remi untuk menemukan benda itu.

“Oii…sampai kapan kau mau di situ? Pulanglah.” Ujar seorang nenek tua yang kebetulan lewat. Ia membawa baki yang berisi kue-kue jualan yang mungkin sudah tak laku lagi. Remi memperhatikan nenek itu sebentar lalu melanjutkan pencarian tanpa menghiraukan nasihat nenek itu.

“hey…dasar bocah tak tahu adat. Dengarkan kalau nenek bicara, atau sebenarnya kamu itu tuli dan bisu?” Ujar nenek berang karena tak dihiraukan. Remi melotot ke arah nenek tersebut, lalu pergi meninggalkan tempat itu. Si nenek terus mengomel sedemikian rupa hingga seseorang mengagetkannya dari belakang.

“Gyaa…apa-apaan kau…seenaknya muncul dan mengagetkan orang tua…” Teriak si nenek sambil memegangi dadanya yang berdegup kencang karena kaget. Seorang bocah muncul sambil tersenyum jahil.

“Hihihi…nenek tidak tahu ya kalau Remi memang tak bisa bicara? Percuma saja mengajaknya ngobrol tah dia tak akan menjawab.” Ujar bocah berambut kepang sambil memunguti kue-kue yang jatuh dari baki si nenek. Si nenek terdiam sesaat.

“Umm…jadi namanya Remi? Ngomong-ngomong kau tahu apa yang dia cari?” Tanya nenek itu penasaran. Si bocah berkepang tadi tersenyum dengan ekspresi datar.

“Suatu pengharapan yang percuma.” Ujar Bocah itu sambil meninggalkan nenek itu sendirian di tepi danau. Si nenek hanya terbengong-bengong tak tahu maksud bocah kecil tadi.

Keesokan malamnya, si nenek pulang melewati tepi danau itu lagi. Ia tak menyangka Remi masih mencari sesuatu di tempat yang sama. Badannya basah terkena lumpur danau yang kotor.

“Hey nak…maaf kemarin nenek berkata kasar seperti itu.” Ujar si nenek sambil duduk di sebuah batu yang besar di dekat pohon pisang. Remi menengok sebentar lalu membalasnya dengan senyum pertanda dia memaafkan nenek itu. Si nenek merasa lega dan menawari kue jualannya yang ia bawa.

“Kau mau? Ini sebagai tanda maafku.” Ujar si nenek ramah. Remi menggeleng dan terus mencari sesuatu di dasar danau. Si nenek semakin penasaran dengan apa yang dicari Remi. Ia melepaskan sandalnya dan hendak masuk ke air danau yang dingin untuk membantu Remi. Tiba-tiba sebuah lengan kecil menahannya.

“Sebaiknya nenek tak usah ke sana.” Ujar bocah berkepang yang kemarin mengagetkannya. Si nenek menoleh dengan wajah bingung.

“Kenapa aku tak boleh membantunya? Kasihan dia, bukankah barang yang dicarinya begitu penting sampai ia terus mencarinya hingga malam begini?” Tanya si nenek sambil menatap Remi yang masih sibuk sendiri. Si bocah berkepang melepaskan tangan si nenek.

“Bukannya mencari hingga malam, tapi mencari ketika malam…” Ujar anak tersebut sambil menyomot kue yang ada di pinggir batu. Si nenek baru menyadari hal tersebut. Ia tak pernah bertemu Remi sebelumnya. Ia juga menyadari bahwa ia hanya bertemu Remi ketika malam hari di saat bulan tertutup awan. Jika dipikir-pikir, kenapa ada orang yang mencari barang di danau pada malam hari? Bahkan tanpa penerangan sedikitpun? Harusnya, jika barang itu begitu penting ia bisa mencarinya ketika siang hari saat matahari bersinar? Kenapa ia tak mencari di siang hari? Pikiran nenek penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab. Si nenek mendekati Remi yang masih sibuk mencari. Nenek tersebut menepuk punggung Remi dan ketika Remi menoleh.

“Gyyaa….” Teriak si nenek kencang. Tubuhnya kehilangan keseimbangan dan jatuh di air danau yang dingin dan kotor. Ia telah melihat sesuatu yang mengerikan. Tepat pada saat Remi menoleh. Awan yang menutupi bulan bergeser sehingga sinarnya menerangi wajah Remi yang ternyata tak memiliki separuh wajah.

Si nenek berusaha melarikan diri namun tangannya dicengkram begitu kuat sampai-sampai kulit pergelangan tangannya yang sudah keriput itu terkelupas. Si nenek mengerang kesakitan namun Remi tak memperdulikan hal itu. Ia malah semakin kencang menarik lengan nenek yang sudah lemah itu.

“Tolong…tolong…” Ujar si nenek meminta bantuan bocah berkepang yang masih duduk dengan tenang di atas batu. Bocah itu tersenyum sambil memakan kue milik nenek yang masih tersisa di bakinya.

“Wah selamat ya kak…akhirnya dapat tubuh baru juga…” Ujar si bocah berkepang sambil terkikik kencang. Tubuh nenek tua sudah menghilang. Remi menghisapnya ke dalam tubuhnya. Bajunya berlumur darah segar dan lumpur danau sehingga menimbulkan aroma yang tak sedap.

“Hihihi…yah…walau sedikit tua tapi bisa memperpanjang umurku 5 tahun lagi…hihihi…” Ujar Remi sambil menjilati darah si nenek yang menempel di tangannya. Bocah berkepang itu berdiri dan mendekat ke arah Remi.

“Walau tubuh asli kakak tak ditemukan hingga sekarang, aku bahagia kakak tak meninggalkan aku…” Ujar bocah berkepang itu sambil memeluk Remi.

“Tentu…aku tak mungkin meninggalkanmu…5 tahun lagi ayo cari tubuh baru yang lebih muda… Untuk kelangsungan hidup kita…” Ujar Remi sambil menata langit yang kembali menjadi gelap gulita. Gadis berkepang itu memeluk erat kakaknya lalu bersamaan dengan munculnya bulan mereka menghilang di balik keheningan malam yang di buat-buat itu.

--Selesai(?)--

Gimana? Boring? Jelek? Nggak mudeng? Ancur? Silakan tulis di kotak komentar yakk.. :)
Share:

BUNDA | I Love U Mom... :')

Cerpen baru lagi. Tapi cerpen repost lagi :P Maaf deh, soalnya lagi buntu ide. Eh, ini cerpen keren loh. Ceritanya cool abis. Tolong dibaca dengan penghayatan..

Title : BUNDA
Author : Dewi Wulandari | @Wulan_VBlues


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFALfKX9B_R-mt_62zI3TVGjJUO2dljom3mzndU1UIWzfI0_sdDiaHKqOyVUTe7lv6XiXBMEEJsGJJ0P-SJEmJtZiqjmuSboSn0uH3tQNTgnzUUwAoD4Ey-i9cfBa3D223_fh7cSgJDhI/s1600/bunda.jpeg

Sinar mentari belum begitu menyengat, wajar saja, jam baru menunjukkan pukul setengah lima pagi. Kebanyakan anak sekolah masih terlelap pada jam itu, tapi tidak dengan cowok ini. Selesai sholat, dia langsung mandi dan memakai seragam SMA-nya. Dia berhasil mauk SMA Persada, salah satu sekolah favorite dan elite di kotanya berkat beasiswa. Cowok itu melirik jam dinding sekilas, lalu memandang ke seluruh penjuru kamarnya. Pandangannya terhenti pada sebuah foto berbingkai yang di letakkan di meja belajarnya. Dihampirinya meja itu, cowok itu menatap nanar foto dia bersama kedua orangtuanya. Setelah menghela napas pelan, dia beranjak ke tempat tidurnya dan meraih gitar kesayangannya, pemberian sang ayah tercinta. Dia mulai melantunkan sebuah lagu diiringi dengan petikan gitarnya, menghasilkan suatu melodi yang indah serta membuat tersentuh orang yang mendengar lagunya.
Jreng… jreng…

Dimana akan kucari

Aku menangis seorang diri

Hatiku selalu ingin bertemu
Untukmu aku bernyanyi


Untuk ayah tercinta

Aku ingin bernyanyi
Walau air mata dipipiku
Ayah Dengarkanlah
Aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi
Lihatlah hari berganti
Namun tiada seindah dulu
Datanglah aku ingin bertemu
Denganmu aku bernyanyi
Untuk ayah tercinta
Aku ingin bernyanyi
Walau air mata dipipiku
Ayah Dengarkanlah
Aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi
Cowok itu mengakhiri permainan gitarnya, terlalu perih lagu itu untuknya.
“Prok.. Prok..Prok” terdengar suara tepuk tangan.
“Bunda…” cowok itu memanggil sang bunda yang sudah berada di depan pintu kamarnya.
“Suara Lintar bagus, kok udahan mainnya” Bunda mendekati lintar, anak semata wayangnya.
“Lintar kangen ayah ya?” tanya bunda, Lintar terus menundukkan kepalanya.
“Maaf ya Bun, Lintar malah bikin Bunda sedih” Bunda Lintar memeluk anaknya.
“Nggak sayang, Bunda nggak sedih kok. Kalau bunda sedih nanti ayah ikutan sedih, begitu juga kalo Lintar sedih, ayah sama bunda nggak pengen Lintar sedih” hibur sang Bunda.
“Lintar kangen Ayah Bun, udah 8 tahun ayah pergi, tapi rasa sedih itu masih tetep ada” lirih Lintar.
“Bunda juga kangen ayah, Lintar sayang Ayah nggak?” tanya Bunda.
“Tentu aja Bun, Lintar sayang banget sama Ayah, Lintar juga sayang banget sama Bunda” kata Lintar mempererat pelukannya.
“Kalo Lintar sayang Ayah dan Bunda. Lintar buktiin ke kita ya, Lintar bisa jadi seorang dokter, seperti cita-cita Lintar dan Ayah” kata Bunda.
“Lintar janji Bun. Lintar bakal berusaha, supaya mimpi Lintar tercapai, dan semua itu buat Bunda dan juga Ayah” kata Lintar.
“Makasih sayang, Bunda dan Ayah bangga sekali punya Lintar” Lintar tersenyum.
“Lintar berangkat sekarang ya Bun” Bunda melihat jam dinding.
“Masih jam segini mau berangkat?” tanya Bunda.
“Kan Lintar mesti jualan koran dulu Bun, kuenya sekalian Lintar bawa aja Bun” kata Lintar sambil mengambil tasnya.
“Ma’afin bunda ya sayang, harusnya kamu bisa main ama temen-temen kamu, tapi kamu malah sibuk cari uang buat bantu bunda” kata Bunda lagi.
“Nggak papa Bunda, itu udah jadi tugas Lintar. Lintar pamit dulu ya Bun, Assalamualaikum”
“Walaikumsalam”

####

            Beginilah hidup seorang Lintar Edi Morgen, setelah ditinggal ayahnya yang meninggal sejak dia berumur 8 tahun, Lintar selalu membantu ibunya mencari nafkah. Pagi hari sebelum berangkat sekolah, dia menjadi loper koran, setelah pulang sekolah dia menjadi guru privat anak SMP yang kaya, karna prestasi Lintar sangat bagus. Ibunya yang hanya seorang pedagang kue kecil, tidak mampu memberi fasilitas yang memadai untuk sang buah hati. Tapi Lintar tak pernah mengeluh, beruntung sejak SD dia mendapatkan beasiswa berkat prestasinya tersebut hingga sekarang dia kelas XII SMA.
“Koran… Koran.. korannya Pak.. Bu…” suara Lintar cukup lantang di tengah-tengah keramaian pengguna jalan. Sering Lintar mendekati para pejalan kaki untuk menjajakan korannya. Dengan senyum yang ramah, koran Lintar nyaris laku semua.
‘Tinggal beberapa koran lagi’ batin Lintar.
Lintar menghapus peluh yang membanjiri keningnya, dilihatnya jam tangan pemberian Acha-anak yang di private Lintar- saat Lintar ulang tahun. Masih tersisa sedikit waktu hingga dia sampai di sekolahnya. Lintar melihat lampu merah di depannya, dengan senyum mengembang di langkahkan kakinya mendekati pertempatan itu.
‘Peluang’ batin Lintar.
“Korannya,, Pak..” Lintar tersenyum ramah saat ia telah menghampiri sebuah mobil, saat seorang bapak-bapak ingin memberinya uang tiba-tiba ada seorang cowok yang menurunkan kaca mobilnya dan menatap sinis Lintar.
“Oh, jadi ini yang dilakuin seorang siswa terpandai di SMA Persada? Malu-maluin nama sekolah loe? Siswa berprestasi kok jadi loper koran” ejek Riko, seorang yang sejak dulu membenci Lintar. Riko Anggara adalah seorang anak tunggal dan pewaris utama dari Anggara groub.
“Ngapain malu? Kan halal” kata Lintar tenang.
“Cih, nggak tau malu loe. Nyadar donk, loe itu orang miskin, masih untung loe dapet sekolah di SMA elite. Loe harusnya bisa jaga sikap, bukannya mencemarkan nama baik. Dasar nggak tau diri! Katanya orang miskin yang dimiliki cuma harga diri, kok loe nggak punya harga diri sih?” kata Riko pedas.
Tangan Lintar sudah mengepal, tapi ditahannya sekuat tenaga emosi yang sudah menumpuk.
“Jalan Pak” kata Riko memerintahkan sopirnya.
“Tapi den”
“CEPET!” perintah Riko, membuat sopirnya menciut. Sebelum melajukan mobilnya, sopir itu melempar senyum pada Lintar. Lintar membalas senyum itu, dialihkannya pandangannya pada mobil yang berada tak jauh dari tempatnya saat ini.
Tok..Tok..Tok.. Lintar mengetuk kaca mobil.
“Koran Pak” Lintar tersenyum ramah.
“Boleh” bapak itu mengambil uang dari dashboard mobilnya.
“Lintar” Lintar menyipitkan matanya saat melihat seorang cewek dari dalam mobil itu menyapa dirinya.
“Nova” sapa Lintar.
“Kamu kenal dia sayang?” tanya bapak itu kepada Nova.
“Dia temen sekelas Nova, Pa. Lintar, bareng yuk” ajak Nova.
“Nggak usah deh Nov, jalan kaki aja” Lintar mencoba menolak.
“Nggak papa Nak Lintar, bareng aja. Ntar keburu telat” Lintar ragu-ragu, tapi melihat Nova yang sepertinya sangat berharap ia mau, dia mengangguk sopan.
“Baik, Pak” Lintar masuk ke mobil Nova.
“Kamu jualan koran sambil sekolah nak?” tanya Papa Nova.
“Iya Pak, buat bantu Bunda” kata Lintar.
“Memangnya ayah kamu nggak kerja?” tanya Papa Nova. Tiba-tiba pertanyaan itu membuat Lintar menunduk, Nova yang menyadari perubahan raut wajah Lintar menyikut papanya.
“Oh maaf, saya…”
“Nggak papa kok Pak..” potong Lintar.
“Ayah udah meninggal sejak saya umur 8 tahun Pak, jadi saya bantu Bunda yang hanya jadi pedagang kue kecil” lanjut Lintar lagi.
“Lintar nggak cuma jual koran aja lho pa, denger-denger Lintar itu juga jadi guru private anak SMP, Lintar kan pinter” kata Nova, Lintar diam-diam tersenyum.
“Wah, hebat banget ya nak Lintar ini. pantes aja anak gadis papa sering banget nyeritain tentang temen sekelasnya yang namanya Lintar” goda papa Nova.
“Iss… papa apaan sih” Lintar melihat pipi Nova sudah memerah.
“Sudah sana, belajar yang bener. Lintar, bapak titip Nova ya, tolong jagain dia” kata Papa Nova sambil melirik anaknya.
“Papa…” Nova menahan malu.
“Eh.. iya Pak” Lintar menggaruk-garukkan tengkuknya.
“Makasih Pak” Lintar tersenyum sopan, dan dibalas senyuman dari papanya Nova.
“Ke kelas yuk” ajak Nova setelah mobil papanya berlalu.
“Gue mesti nganter kue buatan Bunda ke kantin dulu” kata Lintar.
“Gue ikut” Nova langsung menarik tangan Lintar sebelum cowok yang diam-diam telah merebut hatinya ini protes.

####
            Sejak Lintar berangkat bareng dengan Nova, keduanya tampak semakin dekat. Nova selalu ada untuk Lintar, sekalipun Lintar sedang di bully dia selalu membela Lintar, seperti saat ini. Lintar sedang bersedau gurau bersama Nova di kelasnya, tapi ada orang yang mengacaukan kebersamaan mereka.
“HEH, Loe anak miskin! Ngapain loe disitu?” siapa lagi kalau bukan Riko.
“Nggak liat kalo gue duduk?” kata Lintar santai.
“Berani loe ama gue?” kata Riko geram.
“Emang kenapa gue mesti takut sama elo?” perkataan tenang Lintar membuat amarah Riko semakin naik. Ditariknya kasar kerah Lintar.
“Loe! Bakalan nyesel karna udah berani lawan gue” Riko mendorong Lintar hingga terjatuh.
“Lintar!” teriak Nova panik, dia langsung membantu Lintar berdiri.
“Loe apa-apaan sih Ko! Jahat banget loe ma Lintar” Nova menatap tajam pada Riko.
“So? Gue mesti jungkir balik sambil bilang WOW, gitu?” Riko tersenyum remeh.
“Cabut guys” komando Riko pada anak buahnya.
“Loe nggak papa, Ntar?” tanya Nova cemas.
“Gue nggak papa kok” Lintar tersenyum.
“Tapi sikap Riko itu udah keterlaluan Lintar, loe nggak bisa diem terus donk” kata Nova menggebu-gebu.
“Tapi gue nggak mesti bales dengan fikis juga kan Nov? pasti Riko bakal dapet balesannya sendiri kok” kata Lintar bijak.
Satu alasan lagi yang membuatnya semakin menyukai, bahkan mencintai sosok Lintar. Dia seorang yang tegar dan bijaksana.

            Saat ini Lintar tengah menatap gerbang rumah di depannya, kemudian dengan senyum khas nya, dia langsung masuk ke halaman yang luas itu. Di pencetnya bel rumah yang megah itu, hingga seseorang keluar membukakan pintu.
“Oh, Mas Lintar.. udah ditunggu non Acha dari tadi.. silahkan masuk mas” Lintar mengangguk dan tersenyum. Saat melihat Acha di ruang tengah, keningnya sedikit mengerut melihat ada seorang cowok yang kira-kira seumuran dengan Acha.
“Kak Lintar..” sapa Acha riang.
“Hai Cha…” Lintar mendekat ke arah Lintar dan temannya.
“Kak, kenalin ini Ozy, temen sekelas Acha. Dia mau belajar bareng.. boleh ya Kak” pinta Acha.
Lintar dan Ozy berkenalan terlebih dahulu.
“Tentu aja boleh” kini Lintar mengajari dua anak SMP tersebut dengan sabar.
“Kak Lintar sekolah dimana?” tanya Ozy.
“SMA Persada” jawab Lintar.
“Serius Kak? Kelas berapa?” tanya Ozy antusias.
“XII IPA 1” mata Ozy semakin berbinar, membuat Lintar sedikit heran.
“Wah sekelas sama Mbak Nova dong?” tanya Ozy lagi.
“Kenal ama Nova juga?” tanya Lintar.
“Iya, Mbak Nova kan kakak gue. Jadi elo Kak Lintar yang sering Mbak Nova certain itu?” Lintar melongo.
‘Nova? Nyeritain tentang gue ke keluarganya? Waktu itu papanya dan sekarang adeknya? Ada apa sih sebenernya?’ batin Lintar heran. Kemudian mereka bertiga membicarakan  banyak hal sampai Lintar pamit pulang.

####
            Lintar bersembunyi di balik pohon tak jauh dari rumahnya saat ia melihat dua orang berbadan besar dan berwajah seram menghampiri bundanya. Saat dirasa bundanya akan di pukul, Lintar langsung berlari dan melindung bundanya.
“Jangan ganggu bunda” kata Lintar tegas.
“Lintar, kamu masuk dulu sayang” kata Bunda.
“Heh bocah, bilang sama bunda loe ini suruh ngelunasin utangnya! Gue ngasih tempo dua bulan buat keluarga miskin kaya loe gini. Kalo loe nggak bisa ngelunasin, rumah ini bakal disita dan sesuatu akan terjadi pada bunda loe ini” kata orang itu dengan tatapan seperti iblis.
“Jangan ganggu bund ague!” kata Lintar.
“Berani loe ya?!” kata orang yang satunya lagi.
PLAAKK!!!
Lintar jatuh tersungkur di depan bundanya.
“Lintar” teriak Bunda sambil menangis.
“Itu akibatnya kalo loe berani ngelawan kita” kata orang itu dengan senyum mengejek. Bunda membaca Lintar ke dalam rumah dan mengobati lukanya.
“Aw…” Lintar meringis kesakitan.
“Sayang, kenapa kamu lakuin itu sih? Liat kamu jadi kaya gini kan” kata bunda lembut.
“Lintar cuma nggak mau, satu orang pun berani nyakitin bunda” kata Lintar lirih. Bunda langsung mendekap dan terisak pelan.
“Makasih sayang” Lintar menghapus air mata bunda nya.
“Jelasin ke Lintar kenapa Bunda bisa punya hutang ke anak buah rentenir seperti itu?” bunda terdiam.
“Apa.. ini buat pengobatan Lintar waktu itu?” tanya Lintar hati-hati.
“Maaf Lintar, kesehatan kamu lebih penting” dada Lintar serasa sesak saat mendengar penuturan bundanya.
“Lintar janji Bun, Lintar bakal nyari uang buat bayar utang kita. Bunda nggak perlu pikirin itu semua, selama ini Bunda udah kasih yang terbaik buat Lintar, sekarang giliran Lintar bun” kata Lintar tulus.

####
            Sejak saat itu, Lintar semakin giat mencari uang untuk melunasi hutangnya. Pagi sebelum sekolah dia menjadi loper koran, pulang sekolah langsung ke rumah Acha, malamnya dia bekerja sebagai pelayan disalah satu café, dia pulang sekitar jam 12 malam dan langsung tidur. Bangun sekitar jam tiga pagi untuk belajar mempersiapkan ujian nasional yang sudah di depan mata. Bunda walaupun kasihan, tapi dia tak bisa menolak keinginan anaknya untuk membantunya. Cobaan Lintar semakin berat saat ulah Riko semakin menjadi-jadi, seperti saat Riko menemukan dia di café,,,
“Oh ternyata si anak miskin nggak tau diri pindah profesi nih? Biar ngangkat derajat? Sayang banget ya, sekalipun elo jadi pelayan kaya gini, elo tetap aja miskin” kata Riko berbisa, Lintar terdiam, tapi dicobanya untuk meredam amarahnya.
“Maaf, anda mau pesan apa?” tanya Lintar ramah.
“Ciih, sok ramah. Gue pesen jus jeruk dua” cibir Riko, Lintar tersenyum dan tak berapa lama dia kembali dengan nampan berisi dua gelas jus pesanan Riko. Riko tersenyum licik kepada temannya.
“Mau kemana loe?” tanya Riko.
“Saya mesti ke belakang” kata Lintar sopan.
“Udah loe disini aja” kata teman Riko. Riko langsung meminum jus nya, tapi tiba-tiba…
Prottt…. Riko menyemburkan minumnye ke wajah Lintar.
“Cih! Minuman apa ini? loe mau ngeracunin gue? Dasar anak miskin!” kata Riko dengan gaya pongahnya.
“Rasain nih!” teman Riko menyiram jus itu ke kepala Lintar, membuat semua yang berada di café itu menatap prihatin ke arah Lintar.
“Yang sabar ya Ntar” kata Irsyad, salah satu temannya di café itu.
“Nggak papa kok, gue ke belakang dulu ya” pamit Lintar.

####

            Lintar saat ini sedang berjalan di koridor dengan Nova, bel pulang sudah terdengar sajak tadi.
BUGK..
Lintar terdorong tubuh seseorang hingga terjatuh.
“Ck.. hobi banget sih loe ngerecokin hidup gue?” decak Riko sebal.
“MATA LOE DITARUH MANA? HA? MAEN TABRAK AJA!” bentak Riko.
“Heh Ko, harusnya elo yang nyadar. Elo yang selalu ganggu hidup Lintar, elo yang nabrak Lintar” bela Nova.
“Ciih, loe cemen banget ya, sampe dibelain cewek” cibir Riko.
“Elo tuh ya!”
“Udah Nov, gue nggak papa kok” kata Lintar menenangkan Lintar.
“Nggak malu loe dibelain cewek kaya dia?” Riko menunjuk Nova dengan senyum meremehkan.
“Kenapa mesti malu? Nova baik, dia ngelakuin apa yang memang seharusnya dilakuin” kata Lintar tenang, membuat Nova menoleh tak percaya ke arahnya bahwa lelaki di sampingnya itu membelanya.
“Cih. Anak nggak tau diri, mestinya elo malu ama diri loe sendiri. Nova anak orang kaya? Sedangkan elo? Loe cuma anak pedagang kue yang kerja sambilan sebagai loper koran dan pelayan café” kata Riko mengejek.
“Lagian? Elo yakin Nova nggak bakal ninggalin elo? Elo tu miskin, Nova bisa kapan aja nendang elo dari kehidupannya” kata Riko sadis.
“Loe nggak pantes disebut cowok. BANCI, nggak punya harga diri. Cihh.. apa jangan-jangan ibu loe juga sama nggak punya harga dirinya kaya elo?” Riko tersenyum licik pada Lintar. Seketika darah Lintar terasa mendidih saat mendengar Riko menjelek-jelekkan bundanya.
BUGK!
Sebuah pukulan mendarat di tubuh Riko, cowok yang tak siap akan serangan mendadaknya itu langsung terjatuh. Membuat semua yang memandang itu semua tercengang, seorang Lintar yang biasanya diam saja, tiba-tiba melakukan pemukulan pada Riko.
“Lintar..” desis Nova tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Denger ya! Selama ini gue diem bukan berarti gue lemah! Gue cuma nggak mau capek ngeladenin loe! Tapi kali ini loe udah kelewatan. Loe boleh ganggu gue, loe boleh siksa gue, loe boleh nge-bully ataupun ngehina gue. Tapi perlu gue tegesin, JANGAN SEKALI-KALI LOE NGEHINA BUNDA GUE!!!” kata Lintar penuh penekanan.
“Loe sadar nggak gimana rasanya jadi gue? Gue ditinggal ayah gue sejak kecil, gue cuma punya bunda gue! Gue serba kekurangan, tapi gue beruntung punya bunda! Loe enak! Loe kaya! Masih punya orang tua lengkap! Kalo tiba-tiba elo nggak punya papa loe gimana? Kalo loe tiba-tiba yatim piatu gimana? Masih bisa loe hidup kaya gue? Masih bisa loe ngebully gue? Ha?! Jangan pernah bikin gue emosi karna loe udah ngejelekin bunda gue!” kata Lintar garang, meninggalkan Riko yang masih tercengang meresapi perkataan Lintar.
“Dan satu lagi” Lintar membalikkan tubuhnya.
“Jangan pernah anggep Nova sama kaya cewek lainnya, karna dia beda. Dan gue sayang dia. Ayo Va kita tinggalin dia” kata Lintar sambil menarik lengan Nova pergi. Sedangkan Nova? Mendadak jantungnya seperti tersengat listrik ribuan volt yang membuat jantungnya berdegup kencang.
####
            Sejak kejadian Lintar melawan Riko, Riko tak pernah lagi mengganggu Lintar dan Nova. Dan menurut kabar yang beredar Lintar dan Nova sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Setelah ujian nasional lewat dan pengumuman ujian, kini saatnya acara perpisahan sekolah. Kini Lintar dan Nova telah memangku gitar mereka dan hendak menyumbangkan sebuah lagu untuk semua yang datang di acara tersebut.
“Lagu ini saya persembahkan untuk Bunda saya, bunda yang membesarkan saya seorang diri sejak saya berumur 8 tahun. Bunda yang selalu mendukung saya, bunda yang selalu ada untuk saya dan bunda yang terbaik untuk saya” kata Lintar. Lintar melirik Nova sekilas, setelah siap dia langsung melantunkan sebuah lagu.
Jreng… jreng….
Bunda cinta jangan menangis
doa mu menyinariku

ingat perjungan diriku

cerminan dari cintamu yang indah
kau sabar menyayangiku
kau peluk kemarahanku
Bunda sayang jadi senyumlah
demi bunda cintaku
kukejar impianku
 

**

atas nama cintamu
ku akan meraih semua impian aku
untuk bahagiakanmu huoooo… atas nama cintamu
ku akan menjadi yang terbaik untukmu
kucinta kamu Bunda huoooo…
Bunda cinta jangan menangis
doa mu menyinariku

aku tak kan pernah menyerah huoooo…

demi Bunda cintaku ku kejar impianku
oooo…
back to **
atas nama cintamu
ku akan meraih semua impian aku
untuk bahagiakanmu huoooo…
atas nama cintamu
ku akan menjadi yang terbaik untukmu

Bunda….
kucinta kamu Bunda
Atas nama cintamu ku akan jadi yang terbaik
Bunda…
Bunda..
 “Prok..prok.. prok” suara tepuk tangan menggema, Lintar tersenyum dan mengambil sebuket bunga dan di berikannya pada Bundanya.
“Untuk Bunda…” semua bertepuk tangan, bahkan ada juga yang menangis haru. Sedangkan Bunda Lintar langsung memeluk putranya.
####
            Lintar masih bersama bundanya hendak menyebrang jalan, saat Nova memanggilnya.
“Udah sana temuin Nova dulu, dia pasti mau ngucapin buat beasiswa kedokteran yang kamu dapet” suruh Bunda.
“Tapi Bun” kata Lintar sedikit ragu.
“Bunda tunggu disini ya” kata bunda halus, Lintar mengangguk dan berlari menuju Nova dan papanya.
Saat ini Bunda tengah mengedarkan pandangannya pada jalanan. Keningnya mengerut saat melihat seorang anak laki-laki yang memakai seragam seperti anaknya berdiri di tengah jalan sedang menunduk, matanya membelalak saat melihat dari arah kirinya sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi.
“Awas Nak!!” teriak bunda Lintar, cowok yang tak lain adalah Riko itu terkesiap saat mendengar teriakan seorang ibu, dan menyadari di depannya sudah ada truk yang melaju ke arahnya.
“ARRRGGGH….” Riko memejamkan matanya, kakinya seperti mati rasa. Tapi sebelum dia merasakan benturan, dia merasa di dorong sekuat tenaga oleh seseorang.
CIIIIT….. BRAAAAAKKK…
Terdengar bunyi decitan ban beradu dengan aspal, serta bunyi benturan keras.
“BUNDAAAAAA…..” teriak Lintar histeris. Semua langsung berkerumun ke arah seorang wanita paruh baya yang sudah bersimbah darah, dengan menggenggam sebuket bunga yang sudah hancur dan berserakan.
“Bunda,,, bunda tahan ya” Linta menangis dan memangku kepala bunda, Riko yang melihat kejadian di depannya tercengang dan mendekati bunda Lintar.
“Loe! Loe udah bikin bunda gue kaya gini!” kata Lintar sambil menunjuk-nunjuk muka Riko.
“Maaf” kata Riko sungguh menyesal.
“Lin..tar.. dia nggak sa..lah nak. Jaga diri baik-baik ya, jaga nova dan jadikan nak riko te..man kamu” kata Bunda dengan terengah-engah.
“Bunda jangan ngomong gitu” kata Lintar lagi.
“Pak titip lintar ya, nak Nova dan Nak riko, ibu titip lintar. Lintar, kamu harus jadi dokter ya” bunda tersenyum dan menutup matanya.
“Bundaaa,,,,,,,,,,,,,,,” Lintar mendekap bundanya, dan terisak.

####
5 tahun kemudian… 
Seorang lelaki dengan seragam putihnya tampak sedang menatap sebuah foto.
Tok..Tok..Tok..
“Masuk” dua orang muncul dari balik pintu itu, seorang laki-laki dan seorang wanita cantik.
“Hai dokter Lintar… gimana kabar loe?” tanya lelaki berbadan tegap itu.
“Riko my bro,, kapan loe pulang dari amrix?” tanya Lintar.
“Tadi, gue langsung ke sini. By the way gue udah denger rencana pernikahan kalian. Sekali lagi selamat sob”
“Thanks ya. Va,aku pengen ke makam bunda” kata Lintar pada wanita di sebelah Riko tadi.
“Ya udah ayo, kita bertiga ke makam Bunda. Bunda pasti seneng karna kamu sekarang udah jadi dokter” kata wanita yang dipanggil ‘Va’ tadi.
“Dan pastinya tambah seneng kalo beliau tau, dapet calon mantu yang tepat, iya nggak Nov?” Nova tersenyum malu-malu.

----------end---------


Gimana? Bagus kan? Kasih komentar di kotak komentar ya. :)
Yang pengen tau Author cerpen ini, bisa follow @Wulan_VBlues. Penulis, cerpen sama cerbungnya banyak loh.. :D
Share: