CatatanDolan. Liburan 24-25 Desember 2015 lalu, saya menyempatkan diri pergi main ke Ambarawa. Niat awalnya sih pengin ke tempat simbah (nenek -red) karena pas lebaran saya nggak ke sana. Dan niat lainnya sih sengaja refreshing cari suasana baru. Sementara niat tersembunyinya adalah ada rindu. Eaaa~ tapi bukan rindu kepada seseorang, karena seseorangnya bukan di Ambarawa. Rindu yang saya maksud adalah rindu pada kampung halaman.
Karena saat itu (sekarang juga masih) saya belum punya kendaraan sendiri, kendaraan yang laik untuk jalan jauh maksudnya, saya pergi dengan menggunakan kendaraan umum. Bus. Untuk bisa sampai di Ambarawa, dari rumah yang ada di Boyolali, perlu 2 kali ganti kendaraan. Yang pertama ganti dari Bus pedesaan dengan Bus kota jurusan Ambarawa di terminal Tingkir, Salatiga. S-a-l-a-t-i-g-a.
Sampai di Salatiga, tepatnya terminal Tingkir, saya nggak langsung naik bus jurusan Ambarawa, tapi mempekerjakan kaki dan memanjakan mata serta ingatan di sepanjang jalan Salatiga. Ngapain? Nostalgiaa~~~
Apa yang dinostalgiakan? Suasananya. Muehehehe. Sempat mengenal kota Salatiga selama 3 tahun semasa SMP dulu, dan punya cukup banyak kenangan yang bisa diingat. Kenangan bocah SMP tentunya.
Lanjut~~
Setelah puas, sebenarnya sih karena capek, saya naik bus jurusan Ambarawa dari pasar sapi. Ee ... dikenalnya dengan nama 'pasar sapi', tapi seingat saya nama resminya adalah 'Pasar Rejosari' #cmiiw.
Butuh waktu sekitar 30-45 menit dengan bus dari Salatiga sampai Ambarawa. Dan checkpoint saya adalah Pasar Projo. Pasar tradisional yang beberapa waktu lalu sempat jadi santapan si jago merah. Tapi sudah diperbaharui dan tampilannya juga jadi lebih gagah. Hm ... pasar yang terbakar selalu memunculkan teori konspirasi sih. Antara 'terbakar' atau sengaja dibakar supaya bisa direnovasi.
Cucok yak? |
~ skip aja ya, mari kita langsung masuk ke Palagan ~
Yak! Monumen Palagan Ambarawa! Salah satu penanda kalau kota Ambarawa dulu adalah satu medan pertempuran melawan penjajah Belanda. Jujur, saya sudah lupa seperti apa kisahnya. Hanya samar-samar, yang saya ingat adalah mengenai 'serangan sumpit udang' yang dipakai oleh para pejuang untuk memukul mundur penjajah. Dan yang jadi memorable adalah ditetapkannya tanggal 15 Desember sebagai Hari Infanteri. *toss*
Tiket masuk ke Palagan tergolong murah banget. Ketika saya berkunjung ke situ, karena kebetulan hari libur, ada tempelannya sih, harga tiket masuknya naik jadi Rp. 5000,-. Wah, jadi kalau hari biasa berapa harganya? Hm ...
Monumen Palagan Ambarawa bisa dibilang memiliki bentuk 'taman' di dalamnya. Monumen utama yang terletak di tengah-tengah areal, sebagai pusatnya, dikelilingi berbagai senjata meriam serta beberapa kendaraan perang jaman dulu seperti tank, truk pengangkut tentara, lokomotif dan gerbongnya, serta sebuah pesawat tempur. Dan di belakang monumen terdapat taman dan arena bermain kecil yang biasa dipakai oleh anak-anak.
Monumen Palagan Ambarawa, tampak depan |
Area Belakang Monumen |
Museum Isdiman, rasanya kurang 'nendang' |
Terlepas dari tai apa yang sebenarnya mengotori pesawat itu, ada perasaan 'nyesek' ketika tahu kalau properti museum keadaannya seperti itu. Dan lebih 'nyesek' serta 'shock' ketika saya iseng naik ke salah satu gerbong kereta yang letaknya di belakang monumen. Bagian luarnya kelihatan gagah dan 'garang' dengan coretan-coretan pengobar semangat.
"MERDEKA ataoe MATI!" "HANTJOERKAN MOESOEH KITA" Sungguh gagah dan 'garang' kan? |
Tadaaa ... VANDALISM! |
Tadaaa ... VANDALISM! (lagi) |
Selain di gerbong kereta, ada juga di badan pesawat yang tadi kena target 'tai-tai' tak bertanggung jawab. Bedanya, pelaku coret-coret di pesawat sepertinya sedikit lebih 'berjiwa seni'. Kenapa? Coba kita lihat.
Coldplay cyiiin! |
Yang ini Frenteeee! |
Padahal udah ada tulisan kayak gini *hyperfacepalm* |
Yaaa ... meskipun saya sendiri adalah warga negara yang nggak begitu baik, tapi saya masih punya kesadaran dan juga 'rasa' supaya tidak melakukan tindakan-tindakan yang 'merusak' fasilitas umum. Apalagi fasilitas monumen dan museum yang notabene adalah sebuah memento bagi kita yang masih hidup dan sudah menikmati indahnya kemerdekaan bahwa dulu, di negara kita pernah terjadi sebuah peristiwa besar. Sebuah peristiwa besar yang tidak hanya menjadikan Indonesia merdeka, tetapi juga membuat para pelaku di dalamnya kehilangan berbagai hal, entah itu harta bahkan nyawa. Dan kita yang tinggal menikmati hasilnya malah bertindak seenaknya? *kunyahlaptop* *muntahinlagi*
Sudah sudah, mari kita merefleksi diri kita masing-masing. Bukan cuma fasilitas monumen dan museum, tapi semua yang ada di Indonesia. Ketika kita bepergian, berwisata, bertamasya, 'nge-trip', naik gunung, dan berbagai sebutan lainnya, mari sama-sama selalu mengingat dan membiasakan satu hal di diri kita sendiri. Jangan pernah merusak fasilitas di tempat yang kita kunjungi. Jangan pernah secara seenaknya membuang sampah sembarangan. Mungkin kita tidak akan merasakan efeknya secara langsung, tapi bagaimana di masa depan nanti?
===
~ Sumber foto : Instagram dan dokumentasi pribadi penulis.