#DearKamu …. Pernahkah kau tau? Bahwa jiwaku telah
terlelap dalam dekap hatimu.. Teduh awan senja menggulung, indah pelangi
memudar melihat hadirmu.. Ya, karena semua ini tentangmu. Tentang arti adamu…
Aku masih
duduk di sini bersama banyak orang yang sama sekali tak kukenal. Hanya beberapa
wajah yang sempat kuingat adalah wajah-wajah yang pernah kutemui semasa aku
berada di bangku sekolah dulu. Aku tak begitu mengenal mereka. Bagaimana dengan
mereka? Apakah mereka mengenalku? Ah… Aku tak peduli akan hal itu.
Sebuah layar
LCD berukuran cukup besar yang ada di depan mulai menampilkan adegan sakral.
Meskipun berada di tempat duduk paling belakang, aku masih bisa menatapnya
dengan jelas dari balik kacamata minus-ku. Ya, sebuah adegan yang entah mengapa
justru membuat dadaku sesak dan perih. Ada yang tak beres dengan semua ini,
pikirku.
#DearKamu …. Aku ingin bertanya.. Aku merasakan sebuah rasa. Rasa yang terasa.. Ah,
aku tak tau. Aku tak mampu berkata dan mengungkapkannya. Namun seorang
memberitahuku, rasa itu bernama cinta. Benarkah itu?
Frame demi
frame, scene demi scene tak satupun lepas dari mataku. Ketegangan dari
masing-masing pelakunya begitu terasa. Suasana yang begitu hening dan kata demi
kata yang terdengar sangatlah nyata. Sejurus kemudian titik air mata menghiasi
ending-nya. Dan layar LCD itu perlahan berganti kembali menjadi biru hampa.
Selesai. Tak
ada lagi adegan itu. Tapi sesak dan perih masih terasa. Aneh, pikirku. Tanpa
sadar ternyata aku tengah menggenggam dadaku. Ingin kulepas, tapi justru makin
sakit ketika coba kulepas. Nafasku sedikit tertahan karena menahannya. Mataku
pedih, meski aku tahu sama sekali tak ada debu yang menusuk mataku. Tapi ada
bulir air yang terasa hampir tumpah dari sudut mata.
#DearKamu …. Janji adalah sebuah sebuah hutang. Dan
aku sedang mengurai tenaga demi tenagaku membayar janjiku. Aku bertahan. Untuk
janji itu. Untuk rasa yang mereka bilang bernama cinta…
Terduduk dan
tertunduk lesu dalam bisu. Ada berbagai kata dari mulut orang-orang di
sekitarku. Kata-kata yang sama sekali samar dan sulit kudengar. Ada apa
denganku? Pikirku. Namun tetap kembali tanpa jawaban dan tanya itu tetap
mengambang. Aku merasa, panca indraku seperti kehilangan fungsinya. Perlahan,
tapi pasti.
Aku menegakkan
pandanganku. Bergeser pelan ke arah kanan. Terhenti pada sosok wajah seorang
wanita yang rasanya pernah kukenal. Berjalan pelan dengan seorang lelaki di
sisi kanannya. Mereka berdua berjalan dengan padu menuju singgasana yang memang
disiapkan untuk mereka. Mataku lelah dan mulai meneteskan keringat, tapi masih
enggan untuk berhenti menatap wajah itu. Hey! Kenapa aku?
#DearKamu …. Lihat aku! Aku di sini berdiri dan
bertahan untuk berbagi hidup denganmu. Aku lelah, tapi aku tetap di sini
untukmu. Mengertilah!
Tanganku
meraih sebuah benda dari saku kiri celanaku. Mataku memandang lekat. Dan… Ada
aku bersama seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan wanita di
singgasana itu. Ada apa? Seharusnya mereka berbeda! Tapi apakah mungkin mereka
sama? AAARRGHH!! Dadaku sesak menahan teriakanku yang tak kuasa melompat keluar
dari kerongkonganku.
Sial! Aku tak
sanggup terus berada di sini! ..pikirku. Segera aku berdiri, dan mulai
melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu. Sempat sesaat kumemandang ke arah
wanita itu. Dan… Entah kenapa mata kami saling beradu. Hanya 3 detik, tapi
cukup untuk menguras habis segenap darah yang ada di dalam tubuhku. AAARRGHH!!
Tubuhku terasa
lemah tapi kupaksakan untuk terus berlari menjauh. Dan aku menangis.. Sial!
Kenapa aku menangis? Kenapa aku harus merasa sedih? Kenapa aku merasakan rasa
sakit yang sangat dalam? Kenapa?!
#DearKamu
…. Aku ingin merasa bahagia. Tapi
aku lebih ingin kamu merasa bahagia. Tak apa jika aku harus merasa sakit.
Namun, sakit ini terlalu dan aku sudah tak mampu..
Nyanyian
seorang pengamen menghentikan langkahku. Suaranya parau menyanyikan sebuah lagu
yang sepertinya pernah kudengar dan begitu familiar di telingaku. Tertunduk
meresapi tiap lirik dan nada yang mengalun. Makin dalam.. Makin dalam rasa
sakitku. AAARRGHH!!
Ah.. Bagian refrain
lagu itu. Ada apa ini? Tiba-tiba saja aku teringat pada sesuatu yang seharusnya
sudah kulupakan. Kenangan itu. Kenangan yang sangat indah. Sungguh indah.
Bahkan, terlalu indah dan terlalu menyakitkan. Semuanya kembali masuk dan mulai
merongrong seisi otakku. Mencabik segenap jantung dan hatiku yang sudah
tersayat dan hampir kehabisan darah.
Aku berjalan
lesu. Dia… Sovia Larissa. Yang dulu sering kupanggil ‘Via’. Yang dulu pernah
mencintaiku. Yang aku cintai… Sampai detik ini. Yang, bahkan, masih saja
kurindukan dan kuharapkan. AAARRGHH!! Dan baru saja kulihat dia bersama
seseorang yang lain. Mengikat diri dalam janji suci nan sakral bernama
‘pernikahan’. Ah, sial! Bodohnya aku mengharapkan dia. Semua terlambat untukku…
#DearKamu …. Aku lelah. Lelah merasakan rasa bodoh
bernama cinta ini. Karena rasa ini telah menenggelamkanku pada ilusi rasa sakit
yang nyata. Yang perlahan membunuhku…
Senja
menaungiku. Tersenyum hangat berusaha menghibur aku. Semburat jingganya seolah
berusaha menyentuh jiwa lelahku. Meski berat, aku berusaha tersenyum. Tak
mungkin selamanya begini, pikirku. Ya.. Senja mengingatkanku untuk tetap
berdiri dan terjaga dari lamunan tanpa tujuan. Via.. Ya, kuharap bersama lelaki
itu, dia dapat meraih bahagia yang dia impikan…
Senja…
Datangmu tak pernah kunyana..
Kilau jinggamu begitu sederhana..
Namun, hadirmu begitu bermakna..
Senja.. Terima kasih….