Simple (but a bit hard) Things to Do - Act Now!

 

Pernah kepikiran buat nulis hal-hal yang harus dilakuin demi sebuah perubahan. Dan inilah beberapa hal itu... levelnya masih "easy" jadi lumayan gampang buat dilakuin, meskipun sebenernya agak susah karena harus mengubah kebiasaan. Tapi, layak buat dicoba. Karena... "kalo gak ngelakuin apa-apa, maka gak akan ada perubahan apapun yang terjadi" kan? ^^,
  1. Kalo makan gak sambil mainan gadget.
  2. Kalo lagi ngobrol gak boleh sambil utak atik gadget.
  3. Biasain bilang "maaf" kalo nglakuin kesalahan, "tolong" pas minta bantuan, & "terima kasih" pas dikasih sesuatu.
  4. Senyum, jangan manyun, & nyapa pas ketemu sama orang.
  5. Konsisten sama janji & ketetapan yg udah dibuat. Gak ada acara ngeles2an.
  6. Harus berani menghadapi masalah, demi kebaikan. Gak boleh kabur lagi.
  7. Buka hati & pikiran. Udah gak jaman lagi bertingkah cuek & gak pedulian. Speak up!
  8. STOP NGELAKUIN HAL GAK BERGUNA!
 Ready to act?
Share:

A Late Post From A Day of October...




Ketika sebuah koin dengan dua sisi yang berbeda tiba-tiba tersapu angin kencang dan terjatuh di tempat yang jauh. Dan di saat itu juga, sisi-sisi koin itu telah bertukar rupa...

Dear my other side, Z...
Bulan Oktober sudah hampir berusia 10 hari. Tanggal 27 Oktober, atau lebih tepatnya hari di mana 22 tahun lalu aku dilahirkan perlahan mendekat. Entah hal apa saja yang sudah aku lakukan selama itu. Tapi satu yang aku yakini: selalu lebih banyak hal tidak berguna yang menyedihkan daripada hal baik yang membanggakan. Ah, diriku yang memalukan...
Oh iya, 2 hari lagi aku akan mendapatkan kesempatan sidang skripsi. Kupikir sangat terlambat mengingat teman-temanku banyak yang lebih dahulu melakukannya. Dan tentu, mereka mendapatkan hasil yang bagus. Entah aku bisa seperti mereka atau tidak. Otakku seperti hampir lumpuh dengan begitu banyak hal tidak penting yang terus menerus datang. Ingatanku perlahan mulai kehilangan keseimbangan.
Dan kau pasti sudah tahu. Sehari sebelum 27, atau 26 Oktober, akan diadakan sesuatu di kampus. Ya, wisuda. Sesuatu yang sudah dinantikan oleh hampir seluruh mahasiswa terutama mahasiswa yang sudah benar-benar selesai “berjuang” selama masa kuliahnya. Dan salah satunya adalah aku. Aku yang dahulu baru mengenal seperti apa dunia perkuliahan.
Tapi perasaanku perlahan berubah. Dan... sejak beberapa bulan lalu aku kehilangan keinginan untuk merasakan bagaimana memakai baju bernama toga, topi aneh dengan tali menggelantung, dan tentu saja diwisuda. Sejak seseorang yang jarang aku perhatikan tetapi selalu memperhatikanku pergi untuk selamanya.
Hari Jumat, 16 Agustus 2013. Hari ke-2 aku di Solo setelah selama sebulan lebih bermukim di rumah sakit. Tak pernah ada perasaan gelisah sebelumnya. Hari Kamis pun, aku berangkat dari rumah dengan langkah ringan. Dan siapa yang menyangka? Hari itu aku harus berada begitu jauh dari rumah. Hal yang aku sesalkan. Sangat menyesal.
Pukul 7 pagi, handphone-ku berdering. Tanpa ada firasat buruk, aku mengangkat telepon itu. Aku harus pulang. Begitu inti dari panggilan singkat itu. Dan sepersekian detik kemudian, aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semua berkat suara gemetar menahan tangis di telepon tadi. Menangis? Tidak. Aku berusaha untuk tidak menangis dan aku cukup berhasil melakukannya dari Solo hingga Boyolali.
Tapi entah kenapa pertahananku hancur. Memang takdir air mata adalah untuk jatuh dan mengalir. Semakin dekat aku dengan rumah, semakin dadaku semakin sesak. Dan jantungku pun seolah ditindih oleh beban berat hingga hampir hancur ketika melihat apa yang ada di depan rumahku. Begitu banyak orang. Segera setelah turun dari mobil, air mataku pun pecah. Tanpa menghiraukan orang-orang di sekelilingku, aku berlari menuju ke rumah. Dan... apa yang kudapati? Tubuh kaku yang sudah dibalut kain putih terbujur kaku. Ayah.
Ah... dan setelah itu, sepertinya dunia berjalan ke arah yang berlawanan dengan sebelumnya. Mimpi dan tujuanku. Janji dan keinginanku. Semua itu perlahan memudar dari dalam kepalaku. Berganti dengan kekosongan dan kehampaan yang menyebalkan. Emosiku menguap. Membuatku tak tahu harus bagaimana. Apa yang harus aku rasakan? Sedihkah? Bahagiakah? Marah? Apa yang harus aku lakukan? Tertawa? Menangis? Tersenyum? Entah.
Sudah tak ada lagi “melakukan sesuatu dengan sepenuh hati” atau “berjuang dengan penuh semangat”. Yang ada kini hanya kepalsuan. Ya, KEPALSUAN. Senyum palsu, tawa palsu, air mata palsu, ketulusan palsu, dan semangat yang palsu. Aku menjadi seseorang yang lain. Seseorang yang sangat menyedihkan. Lebih menyedihkan dari sampah yang tak bisa didaur ulang dan akhirnya membusuk. Jauh lebih menyedihkan dari keputusasaan. Haha, sial.
Kembali ke 26. Wisuda. Sebuah perayaan keberhasilan menuntaskan kewajiban. Seseorang berkata padaku bahwa wisuda adalah sebuah kebanggaan. Cih, aku tahu itu. Bagaimana seorang anak yang telah menyelesaikan kuliah dan dinyatakan lulus akan begitu bangga ketika diwisuda. Terlebih ketika dia disaksikan oleh orang-orang yang dia sayangi. Orang-orang yang selalu mendukungnya. Ayah, Ibu, kakak, dan adik...
Aku sudah tak berminat dengan wisuda. Yang paling penting bagiku adalah segera lulus, mendapatkan ijazah, dan pergi. Tapi tentu aku tidak ingin menjadi seorang yang kurang ajar pada orang-orang di sekelilingku yang tak henti-hentinya mendukungku. Pimpinan, dosen, teman, dan sahabat. Meskipun harus berpura-pura, akhirnya aku bisa menapakkan satu kakiku di tangga keajaiban. Dan... itu artinya keajaiban itu adalah keajaiban yang tak nyata, atau lebih tepatnya keajaiban yang palsu.
Wisuda, perayaan, dan kebanggaan. Apa definisi dari kebanggaan? Apa kau tahu, Z? Tolong beri tahu aku! Lalu, apakah kebanggaan dan egoisme punya hubungan?
Ibuku pernah bertanya jauh hari, ketika kesempatanku wisuda tak ada. Apakah aku akan merasa menyesal bila tak ikut wisuda? Begitu kira-kira. Dan hatiku tertusuk. Sakit. Kenapa seperti itu? Kenapa? Padahal sebenarnya, aku sama sekali tak menginginkan wisuda itu. AKU INGIN WISUDA ITU ADALAH UNTUK AYAH DAN IBU! Agar beliau berdua bisa melihat, bahwa apa yang sudah mereka perjuangkan dengan susah payah tidak sia-sia dan membuahkan hasil. Seorang anak kurus dengan rambut acak-acakan yang memperolah gelar sarjana. Yang dengan senyum tulus akan melambaikan tangannya ke arah mereka. Dan mereka akan membalas lambaian itu dengan senyum yang indah. Lebih indah dari hal paling indah yang pernah ada di dunia ini.
Tapi apa jadinya jika semua itu akhirnya tak bisa terjadi? Ayah... aku gagal memberikan sesuatu yang bermakna baginya. Ibu... aku gagal menjadi seseorang yang tangguh seperti yang diharapkannya. Adik... aku gagal menjadi seorang kakak yang seharusnya memberikan contoh baik untuknya.
Jadi, Z... tunjukkan padaku bagaimana caranya menjadi kuat. Langkah yang harus aku ambil untuk menjadi tangguh. Z, tolong!

Dan kau tahu? Tak selamanya alter ego memiliki sifat baik sama sepertimu. Ada kalanya dia adalah kumpulan dari seluruh kegelapan hati yang kau tahan dan berkumpul menjadi satu. Menunggu waktu untuk menguasaimu...
Share:

Sebelas Januari Dua Ribu Empat Belas

Postingan Sabtu... Postingan pertama di 2014.

Hari ini masih seperti biasanya, dingin & membosankan. Menghabiskan waktu di rumah, bersih2, makan, browsing, tidur. Cukuplah untuk memotong kadar kebosanan untuk sementara waktu. Tapi ya teteplah yg namanya bosan kalo kelamaan ditahan bakalan meledak. Duh.

Yaudah sih, akhirnya cuma browsing2 gaje ke website2 absurd ato sekedar staring socmed. Dan, hal yang mayan seru kalo staring di socmed itu... bikin chaos (kerusuhan). XD. Tapi emang watak gak suka sama yang rusuh2 (cielah) akhirnya cuma staring sambil komen sekenanya.

Dan rada dongkol sih kalo ada "bocah" yang tiba2 bales komenan yang baik2 pake kata2 yang gak enak. Dongkol, tapi mau diapain lagi kalo emang gak bisa kasih respon baik, yaudah leave. Gak guna juga kasih saran nasehat baik2 kalo gak direspon baik2.

Done! Akhirnya memutuskan... eng... apa ya... ah udahlah, emang mau mutusin apa? Hubungan? Pacar aja gak ada. *krik krik krik* jadi orang biasa aja, jadi penonton yang gak banyak ngomong karena...

Good word is silver, silent is gold, but speaking in the right time is DIAMOND.  XD

Share:

Get Your Dream ON! - #NulisKilat

 


29 Desember 2013
Mendung yang sejak malam menggantung sama sekali belum berpaling dari atap langit. Hawa dingin pun semakin dan semakin menyeruak mengisi setiap inchi ruangan yang sedang ditempati oleh seorang pemuda bernama Kenzo. Tapi dia sama sekali tak menggubris keadaan di sekitarnya dan terus saja berkutat dengan game online MMORPG berjudul “Skyland Online” yang ada di hadapannya. Ya, sebuah Event spesial bertajuk “Xmas to NYE” yang diadakan oleh penyelenggara game online tersebut  sedang membius Kenzo untuk menyelesaikannya. Tapi sudah beberapa hari sejak memulainya, Kenzo mengalami kesulitan menyelesaikannya.
“AAAHH! Mana sih warp buat masuk ke ruangan boss-nya?!” teriak Kenzo saking frustasinya. Orang tua dan adiknya sedang pergi sehingga dia bebas melakukan apa yang ingin dia lakukan, termasuk berteriak-teriak.
Saat berniat kembali ke dalam game online, alunan musik ONE OK ROCK mengalun dari ponselnya tanda ada panggilan. Awalnya Kenzo malas menjawab panggilan itu, tapi akhirnya dia beralih dari hadapan komputer kemudian meraih ponselnya yang tergeletak di tempat tidur. Ternyata panggilan dengan nama kontak Yoga.
“Halo.” Jawab Kenzo jutek.
“Eh, Kenzo. Bisa gak sih kalo gak usah jutek gitu.” Kata suara Yoga di balik telepon yang terdengar tidak terima dengan sikap Kenzo tersebut.
“Iya, iya sorry. Ada apaan? Tumben telpon gue.” Kata Kenzo masih dengan nada jutek.
“Tanggal 31 ntar ngumpul bareng anak-anak SMK dulu yuk. Itung-itung reunian gitu. Dateng ya. Di lapangan pancasila kok. Deket sama rumah loe.” Kata Yoga.
“Males gue Ga. Event game gue belum kelar nih. Lagian juga Event puncaknya tanggal 31. Jadi gak bisa, sorry.” Ujar Kenzo yang sudah duduk lagi di depan komputer bersiap melanjutkan game-nya.
“Yaelah, Zo sekali-kali dateng lah. Game terus yang loe urusin. Eh, tau gak? Si Alyssa juga bakalan dateng lho. Gue denger dari Ira, kalo Alyssa udah balik dari Aussie.” Terang Yoga. Kenzo terdiam sejenak berusaha mengingat sosok pemilik nama tersebut, Alyssa.
“Oh, si sipit itu? Terus apa hubungannya dia balik dari Aussie sama gue?” tanya Kenzo.
“Kenzo, Kenzo. Gak usah malu lah. Anak-anak juga udah tau kalo loe tuh suka sama Alyssa. Dateng ya, kesempatan langka nih. Masa iya sih perasaan loe mau loe simpen selama 5 tahun tanpa mau loe ungkapin ke Alyssa?” Yoga  berusaha merayu Kenzo.
“Kalo gue bilang enggak ya gak.” Kata Kenzo lalu menutup telepon.
Kenzo pun segera masuk lagi ke dalam game dan melanjutkan Event. Pikirannya pun kembali masuk ke dalam avatar dalam game tersebut dan mulai berjalan menjelajah kembali. Tiba-tiba ada permintaan untuk party dari avatar milik pemain lain.
“Request party? Siapa nih?” Kenzo pun mengecek request tersebut dan menangkap sebuah username, ‘Black_Sakura’.
“Aduh, jam segini baru nongol.” Kenzo pun menerima request tersebut. Setelah party terbentuk, Kenzo pun mengirim sebuah pesan ke ‘Black_Sakura’ melalui kolom Chat.

Krosseuz         : lama banget, jam segini baru on.
Black_Sakura   : maaf maaf, tadi koneksi internetnya baru dibenerin.
Krosseuz       : yaudah, yuk lanjutin Event-nya. Gue udah sampe di area terakhir, tapi belom bisa nemuin warp buat masuk ke ruangan boss.
Black_Sakura   : sip. ^^

Avatar milik Kenzo, Krosseuz dan avatar orang tersebut, Black_Sakura pun mulai menjelajah dunia virtual tersebut. Tak seperti beberapa menit tadi, kini Kenzo bisa sedikit tersenyum karena beban mengalahkan monster terbagi dengan Black_Sakura. Dan setelah melewati berbagai dungeon dan monster, mereka sampai di area terakhir. Kenzo pun kembali mengirim pesan.

Krosseuz         : ini area terakhirnya, tapi warp buat masuk ruangan boss gak gue temuin.
Black_Sakura   : hahaha, yaiyalah gak ketemu. Bentar.

Kenzo tak membalas chat tersebut. Dia masih bingung dengan perkataan Black_Sakura. Tiba-tiba saja Black_Sakura mengirimkan sebuah item kepada Kenzo.

Black_Sakura   : harus pake item ini. Udah, pasang di equip.
Krosseuz         : aduuh, baru tau gue. Hahaha.
Black_Sakura   : makanya jangan asal ikut Event tanpa baca penjelasan.
Krosseuz         : iya iya, gue yg salah.

Krosseuz dan Black_Sakura pun mengaktifkan item tersebut dan warp untuk masuk ruangan boss pun akhirnya muncul. Mereka berdua segera masuk dan bersiap mengalahkan boss di yang ada di hadapan mereka.

Krosseuz         : yoss! Babat!
Black_Sakura   : yuk!

Dan begitulah aktivitas Kenzo, selalu saja game, game, dan game. Apalagi ketika liburan seperti saat ini. Waktunya akan habis hanya dengan bermain game. Hal itu pun mempengaruhi interaksi Kenzo dengan dunia luar. Kenzo lebih suka bergaul dengan “teman” dari dunia virtual tersebut. Berinteraksi menggunakan avatar game dengan avatar game milik pemain lain, bergabung dengan guild atau perkumpulan khusus di dalam game yang berisi para pemain. Dan salah satu pemain yang paling dia percaya adalah Black_Sakura. Avatar dengan job Blader berkostum hitam yang dia kenal sejak 2 tahun lalu ketika dia mulai bermain game “Skyland Online”. Akibat dari itu semua, dia pun kurang memiliki teman di dunia nyata. Satu-satunya teman yang dia miliki adalah Yoga.
***
30 Desember 2013
“Zo! Kenzo!” teriak seseorang. Kenzo pun menghentikan langkah kakinya lalu menoleh.
“Oh, loe Ga. Ada apaan?” tanya Kenzo.
“Huh...huh... bareng dong.” Jawab Yoga yang masih ngos-ngosan karena mengejar Kenzo.
“Iya.” Kata Kenzo singkat lalu kembali berjalan tanpa menghiraukan Yoga yang masih kelelahan.
“Tungguin lah. Eh, loe dari mana? Tumben keluar rumah.” Tanya Yoga.
“Dari minimart, beli makanan.” Jawab Kenzo singkat.
“Zo, loe yakin gak mau dateng ke acara besok?” tanya Yoga yang masih berharap agar Kenzo berubah pikiran dan mau datang.
“Yoga, gue kan udah bilang Event puncak game gue tuh tanggal 31, jadi gak mungkin gue bisa dateng.” Jawab Kenzo. Yoga menghentikan langkahnya.
“Kenzo, gue minta sebagai sahabat loe, tolong loe bisa dateng. Bukan bermaksud apa-apa, gue cuma pengen loe balik kayak dulu. Berinteraksi sama temen-temen di dunia nyata, bukan di dunia game. Loe hidup di dunia nyata, Zo bukan dunia game.” Kata Yoga. Mendengar kata-kata Yoga tersebut, Kenzo pun menghentikan langkahnya dan berbalik lalu menatap teduh Yoga sambil tersenyum. Yoga terkejut melihat Kenzo
“Makasih Ga, loe udah perhatian banget sama gue. Dan selalu anggap gue sebagai sahabat loe. Gue juga anggap loe sebagai sahabat gue, kok. Selama ini gue berharap semua orang di dunia ini kayak loe Ga, bisa ngertiin gue dan gak nge-judge gue seenaknya.” Kenzo menghentikan kata-katanya.
“Makanya, Zo. Gue yakin loe baik-baik aja nanti.” Ujar Yoga sambil berjalan mendekati Kenzo.
“Loe inget gak kejadian pas kelas 3 SMK? Waktu gue dijauhin gara-gara ngusulin projek pembuatan game pas mata diklat desain program? Loe inget gak gimana reaksi anak-anak yang menghina dan nge-judge projek dan rancangan game gue seenaknya?” pertanyaan demi pertanyaan retorik muncul dari mulut Kenzo yang membuat Yoga terdiam.
“Sakit banget, Ga. Gak masalah kalo cuma gue yang dihina, tapi kalo projek dan rancangan game gue, hal yang gue cintai sejak kecil, gue gak bisa terima. Mereka gak berhak atas itu semua.” Terang Kenzo kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan Yoga.
“Terus kenapa sekarang loe cuma ngurung diri dan ngehabisin waktu buat main game, Zo! Kenapa projek itu gak loe lanjutin! Itu sama aja loe cuma seorang pengecut yang kalah sebelum berperang cuma karena hujatan orang! Kenzo yang gue kenal bukan orang yang kayak gitu!” teriak Yoga kemudian berlari ke arah yang berlawanan dengan Kenzo. Kenzo sendiri pun akhirnya berhenti dan terdiam setelah mendengar suara lantang Yoga.
Dia berjalan dengan menampung semua kata-kata yang diucapkan oleh Yoga. Dia mengaduk semua pengalaman pahit yang dia alami, kata dan hinaan yang pernah dia terima, dan kenyataan tentang dirinya yang sekarang. Senyuman getir tersungging di wajahnya. Senyum tanda bahwa semua yang dikatakan oleh Yoga benar adanya bahwa dia hanyalah seorang pengecut yang kalah bahkan sebelum perang dimulai.
“Loe selalu tau tentang gue, Ga.” Bisik Kenzo.
***
Seperti biasa, Kenzo sudah duduk di hadapan komputernya dan berkelana di dalam “Skyland Online” dengan avatar Krosseuz-nya. Tapi tak seperti biasanya, dia nampak tak bersemangat dan beberapa kali harus terkena serangan yang seharusnya tak perlu dari monster. Pikirannya masih dicengkeram oleh kata-kata Yoga beberapa jam lalu. Dan lamunannya pun buyar ketika nada notifikasi pesan di kolom chat terdengar. Ternyata pesan dari Black_Sakura.

Black_Sakura    : yo. AFK ya?
Krosseuz          : eh, sorry. Otak gue yg AFK. Hehe
Black_Sakura    : haha dasar. Ada apa?
Krosseuz          : lg galau nih gue.
Black_Sakura    : galau? Hmm... pasti masalah pacar.
Krosseuz          : heh! Bukan lah, ini masalah lain.
Black_Sakura    : trus?
Krosseuz      : menurut loe, apa yg hrus gue lakuin klo ada orang yg menghujat & menghina mimpi gue?
Black_Sakura    : lawan mereka lah. Mau ngapain lg?
Krosseuz          : caranya?
Black_Sakura  : ya tunjukin ke mereka klo mimpi yg loe punya itu bisa jadi nyata. Bungkam mereka dgn keberhasilan loe. Gampang kan?
Krosseuz             : ngomongnya gampang.
Black_Sakura     : iya, gue tau. Memperjuangkan mimpi emang susah, tapi bakalan lebih susah lagi klo loe akhirnya harus nyesel karena gak nglakuin sesuatu yg seharusnya bisa loe lakuin.
Black_Sakura     : waktu gak bisa diputar ulang.

Kenzo pun tercekat membaca kata demi kata yang disampaikan oleh Black_Sakura. Ada sedikit rasa sesal di dalam dadanya yang muncul karena dirinya begitu mudah menyerah dan berhenti memperjuangkan mimpinya bahkan sebelum mulai melangkah, mimpi tentang hal yang sangat dia cinta sejak dulu.

Krosseuz             : mksh ya, loe emg hebat. =]
Black_Sakura     : hahaha, gue gak sehebat itu. Gue cuma gak mau ada orang lain yg ngalamin hal yg sama kayak gue. Nyesel karena gak memperjuangkan hal yg seharusnya diperjuangkan.
Krosseuz             : mksd loe?
Black_Sakura     : aduh duh, gue malah gantian curhat. Gue pamit dlu ya mau off, ada urusan di dunia nyata. Bye.
Krosseuz             : yo.

Setelah avatar Black_Sakura menghilang pertanda dia sudah logout, Kenzo pun ikut logout dan mulai mengobrak-abrik isi tumpukan kardus yang ada di sudut kamarnya. Kardusnya cukup berdebu dan isinya yang berupa buku dan kertas juga sudah cukup kotor karena debu. Dan setelah beberapa saat mencari, akhirnya dia menemukan kumpulan kertas yang sudah terklip menjadi satu oleh klip kertas hitam.
“Ini dia.” Ujar Kenzo sambil tersenyum.
Kenzo mulai membuka lembaran-lembaran tersebut. Kadang dia tersenyum, kadang dia mengernyitkan dahi membaca tulisan dan grafik serta gambar yang dia gambar beberapa tahun yang lalu. Kertasnya sudah mulai berubah warna dan tinta bekas goresan penanya sudah agak hilang karena termakan waktu. Lembaran berisi rancangan game yang sempat dia buat namun akhirnya hanya teronggok begitu saja karena ketakutannya sendiri.
Setelah membersihkannya, dia membawa lembaran tersebut ke depan komputer dan mulai menyalinnya ke dalam sebuah soft file. Dengan sungguh-sungguh, dia mulai mengetik ulang kata demi kata serta menggambar ulang grafik dan gambar di lembaran tersebut. Selain itu, dia pun memeriksa apa yang pernah dia tulis tersebut dan membetulkan apa yang sekiranya salah.
Saat sedang mengetik, dia pun teringat pada ajakan Yoga untuk ikut ke acara tanggal 31. Awalnya dia ragu, tapi akhirnya dia pun meraih ponselnya dan mengirimkan pesan singkat berisi konfirmasi kehadirannya.
“Yoss! Tinggal dikit, lanjutin besok.” Ujar Kenzo kemudian melemparkan dirinya ke tempat tidurnya lalu memejamkan matanya. Tapi beberapa detik kemudan dia kembali membuka matanya. Dia teringat pada kata-kata Yoga tentang Alyssa yang akan hadir juga di acara tersebut. Perkataan Yoga memang benar kalau dia sebenarnya menyimpan rasa suka pada Alyssa, tapi dia tidak menyangka kalau akhirnya dia akan bisa bertemu lagi dengannya. Dia pun bingung dengan apa yang akan dia katakan. Dan karena terlalu lelah, akhirnya dia pun terlelap karena lelah.
***
31 Desember 2013, Day
Malam masih menyelimuti bumi yang terlelap. Semburat cahaya fajar yang harusnya sudah muncul justru tertelan oleh mendung yang akhirnya menjatuhkan hujan. Di sebuah tempat, terlihat seorang gadis cantik berambut panjang sedang sibuk menggerakkan jemarinya di atas keyboard. Huruf demi huruf tersambung menjadi kata. Kata demi kata itu tersusun menjadi kalimat. Dan dari kalimat-kalimat terbentuk sebuah puisi tentang kisah cintanya.
Alyssa, nama gadis itu. Dia sedang berusaha menuangkan semua rasa yang bercampur dalam hatinya ke dalam kalimat-kalimat di puisi itu. Tapi tak peduli seberapa keras dia mencari padanan kata maupun diksi, tetap saja dia sulit mendapatkan yang tepat yang mampu menggambarkan apa yang sedang dia rasakan. Karena dia sudah merasa lelah, dia pun beranjak.
Dia meraih gitar di sudut kamarnya kemudian mulai memainkannya sambil duduk di tepi tempat tidurnya. Suaranya merdu. Namun sayang tak ada satupun yang mampu mendengarnya. Perasaan bercampur aduk yang tersalurkan lewat lirik yang dia nyanyikan.
“Huh.” Ujarnya singkat lalu merebahkan dirinya ke tempat tidur dan terlelap beberapa saat kemudian.
***
Hujan masih mengguyur sejak pagi. Matahari pun sepertinya mengalah dan enggan mengusir mega mendung yang masih asyik berdendang bersama guntur. Hari ini, hari terakhir dari tahun 2013. Dan esok pagi akan dimulai tahun yang baru, 2014. Tahun yang untuk Kenzo ingin dia gunakan sebagai titik balik kehidupannya. Seperti saat ini, dia baru saja menyelesaikan rancangan gamenya setelah bertahun-tahun membiarkan semua itu terdiam.
Setelah mencetak draft yang baru dia selesaikan, dia pun bergegas keluar rumah untuk pergi ke minimart membeli beberapa makanan dan minuman. Jaket, dompet, dan ponsel dia raih dan setelah merapikan rambut sebentar dia bergegas keluar.
Kenzo berjalan menyusuri trotoar sambil memandang sekelilingnya. Tangan kanannya memegang payung sementara tangan kirinya bersembunyi di dalam kantong jaketnya. Ada senyum kecil karena sudah menyelesaikan rancangan projek game-nya. Dalam benaknya, dia berniat membuat demo awal game tersebut. Event game “Skyland Online” yang tadinya ingin dia selesaikan perlahan sirna dari dalam pikirannya.
Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Kenzo pun keluar dari minimart dan mulai kembali berjalan. Tapi dia tidak segera pulang melainkan berjalan-jalan berkeliling kota Salatiga yang sudah lama tidak dia jamah karena terlalu sibuk mengurung diri di dalam kamarnya.
“Ternyata Salatiga itu bagus ya.” Gumamnya sambil terus berjalan.
Dia memilih pergi ke Ramayana Mall untuk sekedar cuci mata. Butuh sekitar 15 menit dia habiskan agar sampai ke Mall tersebut. Di dalam Mall, Kenzo hanya berjalan berkeliling melihat-lihat apa yang ditangkap oleh matanya.
“Kenzo.” Terdengar suara memanggil Kenzo.
“Hei, ternyata Loe Ra.” Kata Kenzo ketika melihat Ira yang ternyata menyapanya.
“Tumben keluar dari sarang. Hehe.” Canda Ira.
“Yah, sekali-sekali keluar liat keadaan.” Ujar Kenzo sambil bersandar memandang ramainya suasana Mall di akhir tahun.
“Kenzo, loe nanti malam dateng kan?” tanya Ira ragu-ragu.
“Iya.” Jawab Kenzo singkat. Ira tersenyum mendengar jawaban Kenzo.
“Kenapa, Ra? Cengar-cengir gitu.” Kata Kenzo tiba-tiba.
“Hehe. Gak papa. Yaudah, gue duluan ya. Daa.” Ira pun pergi dari situ.
Kenzo pun kembali berjalan-jalan. Karena sudah bosan, dia pun keluar dari situ dan memutuskan untuk pulang. Beruntung, ternyata hujan sudah reda sehingga dia tak lagi harus menggunakan payung.
Saat sedang berjalan, matanya menangkap brosur yang tertempel di sebuah papan pengumuman. Di situ tertulis tentang kompetisi membuat game yang diadakan dalam rangka menyambut tahun baru 2014. Kenzo pun berhenti dan dengan seksama membaca keterangan-keterangan di brosur itu.
“OK, gue bisa ikut.” Gumamnya kemudian kembali berjalan menuju ke rumahnya.
***
Alyssa baru saja keluar dari kafe. Dia akhirnya bisa pulang setelah seharian terjebak di kafe itu karena hujan yang mengguyur. Dengan senyum yang terus tersungging di wajahnya, dia melangkah riang untuk pulang. Di tangannya tergenggam goodie bag dengan gambar logo kafe tempat dia keluar tadi.
***
31 Desember 2013, Night
Kenzo baru saja mengunci pagar rumahnya lalu berjalan pergi. Malam ini dia nampak senang tapi tetap tenang. Bulan dan bintang pun sepertinya juga ikut senang melihat Kenzo. Tak butuh waktu lama, Kenzo sudah berada di trotoar seberang lapangan pancasila. Dia melihat sebuah tenda cukup besar di salah satu sudut lapangan dan langsung tau bahwa di situlah nanti acara yang dibicarakan Yoga akan diadakan karena dia melihat Yoga dan Ira sudah ada di situ.
Dengan langkah ragu-ragu, Kenzo melangkahkan kakinya ke tempat itu. Dia sempat berhenti sejenak, tapi setelah menghela nafas panjang dia pun memberanikan diri mendekat. Ke tempat di mana banyak orang berkumpul.
“Hei, loe udah dateng.” Sapa Yoga.
“Yo.” Balas Kenzo singkat. Dia masih bingung dengan apa yang harus dia lakukan di situ.
“Eh, Kenzo. Loe kapan dateng?” tiba-tiba saja muncul Ira.
“Eh, iya. Baru aja kok.” Jawab Kenzo. Matanya masih memandangi teman-teman masa sekolahnya yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
“Nih.” Kata Ira sambil menyerahkan sebotol air mineral kepada Kenzo.
“Oh makasih.” Ujar Kenzo seraya menerimanya.
Kenzo pun memilih duduk di kursi panjang di tepi tenda dan menghabiskan waktunya untuk mengutak-atik gadget yang ada di tangannya.
Yoga, Ira, dan yang lainnya nampak sedang menyiapkan meja, makanan, dan minuman. Sementara Kenzo masih sibuk dengan gadget-nya. Karena merasa bosan berada di situ, dia pun berjalan-jalan berkeliling. Dan di situ, nampak ramai dengan pemuda-pemudi yang berkumpul untuk menikmati malam terakhir 2013.
“Eh, ada game center.” Gumam Kenzo. Dia pun bergegas masuk ke situ.
Setelah mendapatkan tempat kosong, dia pun segera login ke Skyland Online. Tapi tiba-tiba saja dia merasa malas untuk bermain dan hanya menggerakkan avatarnya berputar-putar dari satu tempat ke tempat lain. Dia hampir akan logout ketika ada notifikasi pesan dari Black_Sakura.

Black_Sakura     : yo. Ikut Event utama?
Krosseuz           : kayaknya gue gak ikut.
Black_Sakura     : tumben gak ikut?
Krosseuz           : iya, gue ada acara bareng tmen2 gue. Loe mau ikut itu Event?
Black_Sakura     : kyknya gue jg gak ikut. Ada acara jg. Hehe.
Krosseuz           : oiya, gue mau kasih kabar baik nih.
Black_Sakura     : apa?
Krosseuz         : rancangan game gue udah jd & mau gue masukin ke kompetisi desain game. =D
Black_Sakura     : wah, keren tuh. Smoga aja loe bisa lolos. Eh, udah jam sgini. Gue off. Daa.

Beberapa saat kemudian Black_Sakura pun logout. Kenzo pun masih melanjutkan game-nya meskipun hanya berputar-putar. Setelah melihat jam di dinding menunjukkan pukul 22.00, Kenzo pun memutuskan untuk logout dan kembali ke tempat teman-temannya tadi.
Masih beberapa meter dari tempat tersebut, langkahnya terhenti mendengar suara petikan gitar dan nyanyian yang merdu. Matanya pun segera melihat teman-temannya sedang duduk sambil memperhatikan seorang gadis berambut hitam panjang dengan jaket warna hitam dengan strip abu serta celana skinny hitam memainkan gitar dan bernyanyi. Dia pun hanya berdiri di situ sambil masih takjub dengan gadis tersebut.
Jrenggg~ “Terima kasih.” Ujar gadis itu.
“Yeee.” Tepuk tangan dan riuh suara penonton terdengar.
“Selanjutnya, aku mau bacain puisi. Buat...” gadis itu menghentikan kalimatnya lalu mengedarkan matanya, “kalian semua.”
Gitar yang awalnya tadi dimainkan dengan irama menghentak kini berubah tempo menjadi lambat dan mengalun sendu. Hal itu mampu menarik perhatian tak hanya dari teman-temannya saja tetapi beberapa orang yang melewatinya. Tak terkecuali Kenzo yang masih berdiri diam di tempatnya kini takjub tak mampu berkata apa-apa.
Dia yang telah aku kagumi bahkan sebelum aku sadari
Dia yang telah aku rindu bahkan sebelum senja berlalu
Dia yang telah aku damba bahkan sebelum fajar mengangkasa
Dia yang telah aku harapkan bahkan sebelum aku mendung jatuhkan hujan
Namun aku terlalu takut
Bila dia akan terluka oleh cintaku
Dan aku terlalu pengecut
Untuk ungkapkan apa yang harusnya terungkap
Dia... aku mencintainya...
Dulu hingga kini... selamanya...
Tepuk tangan pun terdengar. Gadis itu pun meletakkan gitarnya lalu berdiri dan berbalik. Dan saat itulah Kenzo tau siapa gadis itu. Dengan perlahan, dia melangkahkan kakinya mendekati gadis itu. Nampak gadis itu tersenyum ke arahnya.
Kini mereka saling berhadapan. Gadis itu masih tersenyum, sementara Kenzo masih terpaku melihat sosok gadis tersebut.
“Kenzo, udah lama ya gak ketemu.” Sapa gadis itu.
“Eh, iya. Kamu apa kabar, Alyssa?” balas Kenzo sedikit gugup.
“Baik, tapi kurang baik juga sih.” Ujar gadis bernama Alyssa itu. Senyumnya mendadak hilang.
“Kenapa, Sa?” tanya Kenzo penasaran.
Tanpa berkata apapun, Alyssa berjalan ke sudut yang terdapat kursi. Kenzo pun mengikutinya dan ikut duduk ketika Alyssa juga duduk. Suasananya cukup canggung karena baru kali ini dia dapat berbicara dengan Alyssa secara langsung.
“Cerita aja, Sa. Gak bakal jadi gosip kok, tenang aja.” Ujar Kenzo sambil sedikit bergurau.
“Hahaha, ada-ada aja.” Alyssa tertawa mendengar ucapan Kenzo.
Tiba-tiba saja Alyssa mulai bersenandung. Kenzo pun menoleh ke arah Alyssa. Dia terpana memandang Alyssa yang sedang bersenandung sambil wajahnya diterpa cahaya lampu. Nampak bersinar dan indah. Matanya tak mampu berkedip sedikit pun.
“Alyssa, suara kamu, bagus banget.” Kata Kenzo spontan. Alyssa pun menghentikan senandungnya dan menoleh ke arah Kenzo sambil tersenyum.
“Kamu tadi denger puisi yang aku baca gak?” tanya Alyssa.
“Iya, bagus. Gak tau kenapa, tapi kayak mewakili perasaanku. Hehe.” Kata Kenzo lalu menengadah memandang bulan.
“Kenzo.” Panggil Alyssa.
“Iya, Sa.” Jawab Kenzo. Tiba-tiba saja Alyssa bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapannya. Sontak saja Kenzo kaget dan merasa aneh melihat tingkah Alyssa.
“Sebenernya... aku...” belum sempat Alyssa menyelesaikan kata-katanya, ada suara Ira yang memanggil mereka berdua dari kejauhan.
“Alyssa! Kenzo! Buruan sini!” teriak Ira. Alyssa pun tampak kecewa.
“Yuk, Sa. Udah dipanggil tuh.” Kata Kenzo lalu menarik tangan Alyssa. Kaget sekaligus senang, itu yang dirasakan oleh Alyssa. Meskipun hanya dipegang tangannya, tapi dia senang karena dia akhirnya bisa bertemu lagi dengan Kenzo.
Sesampainya di tenda, semua yang berkumpul langsung bersama-sama menikmati makanan dan minuman yang sudah disediakan. Tak terkecuali Kenzo dan Alyssa.
“Kenzo, kesempatan gak dateng dua kali.” Bisik Yoga tiba-tiba kepada Kenzo. Saat menoleh kepada Yoga, dia hanya memperoleh acungan jempol dari Yoga.
“Dasar.” Gumam Kenzo.
Dia berusaha tidak peduli terhadap apa yang dikatakan oleh Yoga, tapi tetap saja dia tidak bisa tenang karena ada Alyssa. Beberapa kali dia mencuri-curi pandang pada Alyssa yang nampak senang dengan teman-temannya. Tiba-tiba dia teringat kata-kata Black_Sakura, “waktu gak bisa diputar.”
“OK teman-teman, dalam hitungan beberapa saat lagi kita bakal mulai hitung mundur menuju 2014. Siap-siap yaa.” Kata Yoga diikuti suara riuh teman-temannya.
“Sa, ikut aku yuk.” Ajak Kenzo kepada Alyssa. Tanpa bicara, Alyssa pun mengangguk tanda setuju. Kenzo pun langsung menarik tangan Alyssa dan mengajaknya ke tempat yang agak jauh dari tenda.
“10!”
“Alyssa... eng...” ujar Kenzo masih kesulitan menyampaikan kata-katanya.
“Aku... sebenernya...”
“9!”
“Iya, Kenzo?” kata Alyssa.
“8!”
Kenzo menghela nafas panjang. Sementara Alyssa menahan nafasnya karena gugup dengan apa yang akan dikatakan oleh Kenzo.
“7!”
“Aku suka sama kamu, Sa.” Alyssa kaget mendengarnya.
“6!”
“Aku sayang sama kamu, Sa.” Alyssa memegang kedua tangan Kenzo.
“5!”
“Aku cinta sama kamu, Sa.” Nafas Alyssa tertahan dan jantungnya berdetak dengan cepat.
“4!”
“Kamu mau gak jadi pacarku?” Kenzo pun menghela nafas lega setelah menyampaikan semua itu.
“3!”
“Iya, aku mau.” Kata Alyssa. Kenzo pun melongo mendengar jawaban.
“2!”
“Aku juga cinta sama kamu, Kenzo!!!” pekik Alyssa yang langsung melompat memeluk Kenzo.
“1!”
“Krosseuz, I Love You!!!” pekik Alyssa.
“Welcome 2014!!!”
“Alyssa, kok Krosseuz?” tanya Kenzo penasaran. Alyssa hanya tersenyum.
“Dari mana kamu tau?” tanya Kenzo lagi.
“Karena aku adalah Black_Sakura.” Bisik Alyssa di telinga Kenzo.
“Ha? Tapi, Black_Sakura itu kan cowok. Masak...” Kenzo masih tidak percaya.
“Namanya juga dunia game, kan kita gak tau player asli di balik avatar itu aslinya kayak gimana.” Terang Alyssa.
“Terus, maksud kamu waktu itu? Tentang penyesalan yang kamu alamin?” tanya Kenzo.
“Aku udah gak nyesel kok, Kenzo. Karena kamu udah ungkapin apa yang selama ini aku pengen dengar. Penyesalan itu udah hilang.” Jawab Alyssa. Kenzo pun hanya tersenyum mendengar jawaban Alyssa itu.
“Oiya, Kenzo. Desain dan rancangan game kamu. gimana kalo kamu masukin ke perusahaan papa aku. Kayaknya mereka lagi cari ide baru buat game mereka.” Kata Alyssa. Kenzo pun mengangguk setuju lalu memeluk erat Alyssa.
Malam masih tetap gelap, namun 2013 telah tertinggal di belakang dan kini berganti menjadi 2014 yang sedang berdiri kokoh menantang siapa saja untuk menaklukkan. Berkat dorongan Alyssa selama ini, Kenzo pun bisa keluar dari dalam penjaranya. Dan semua berakhir dengan bahagia. Tunggu dulu. Benarkah sudah berakhir? Tidak, semua ini justru baru akan dimulai. Perjalanan baru mengarungi petualangan baru.
Jangan menyerahkan mimpimu pada kata-kata orang lain. Tapi perjuangkanlah sehingga orang-orang yang telah menghujat mimpimu itu terdiam. Waktu tidak bisa kamu putar ulang, tapi kamu bisa berbuat sesuatu agar bisa bergerak maju mendekatkan mimpi itu kepada kenyataan. Jangan buat dirimu menyesal karena tidak melakukan hal yang seharusnya bisa kamu lakukan.

-------

Share:

Still.. Crying for You! -- Part - IV

Part yang udah ngadat berbulan-bulan. Sebagai catatan, di Part ini POV yang dipake adalah POV-nya si cewek (Anna).
Yang belum baca dari awal, bisa cek link2 ini ~> Still I >> Still II >> Still III



"how do you feel, so fine... you're the world to me, and dream on... you stole my heart so long ago..."

Rama Iman Oktara. Aku mengenalnya sejak sebelum aku bisa mengingat bagaimana cara menulis namaku. Anak laki-laki yang kurus namun kuat. Selalu memiliki hal aneh yang dilakukannya ketika sedang sendirian. Dan yang paling sering adalah berbicara dengan hujan. Hih. Dasar aneh. Memang bukan sesuatu yang baru bagiku, karena hal itu sudah dilakukannya sejak kecil. Ketika rintik hujan mulai berderap, dia langsung berlari ke teras kemudian jongkok dan dengan nanar menatap setiap rintik hujan yang turun. Ya, meskipun dia aneh, tetap saja dia punya tempat khusus di hatiku.
Rama Iman Oktara. Itulah namanya. Tapi entah kenapa dia tak suka dipanggil Rama, Iman, Okta, bahkan Tara. Dia lebih suka dipanggil dengan singkatan namanya RIO. Mungkin karena alasan itu pula, sejak kecil dia tak terlalu dikenal dan tidak punya banyak teman. Ada beberapa orang saja ketika sekolah dasar namun ketika sampai di bangku SMA tinggal aku yang masih mengenalnya sebagai seorang RIO.
Tak tahu kenapa baru-baru ini aku bisa jujur kepada Rio dan juga kepada diriku sendiri. Jujur mengenai perasaanku kepada Rio. Sejak lama, atau lebih tepatnya semenjak masuk SMP, aku mulai merasa tidak bisa jauh dari Rio. Takut kehilangan dia dan ingin selalu bisa melihatnya. Tapi gengsi dan maluku memaksaku untuk menyangkalnya. Pelampiasannya adalah berpacaran dengan anak laki-laki lain untuk membuang perasaanku kepada Rio.
Entah sudah berapa kali aku berusaha menyangkalnya. Sekuat apapun aku berusaha, tetap saja aku idak bisa membuang perasaanku kepada Rio. Semakin aku berusaha menyangkal, semakin kuat pula desakan perasaan itu. Dan sampai akhirnya aku berusaha menerimanya dengan perlahan. Hal itu berdampak pada hubunganku dengan Denis. Gelagatku yang perlahan berubah tapi pasti direspon oleh Denis dengan cepat. Dia memutuskan hubungan kami. Memang ada rasa sakit di hatiku. Tapi setelahnya aku justru merasa lega dan bebas.
Hari di mana Denis memutuskan hubungan kami, hari di mana pertama kali aku menangis karena sesuatu yang tak terlihat bernama cinta. Bukan karena diputuskan oleh Denis, tapi karena ada Rio di hadapanku. Aku menangis karena rasa sakitku sudah memuncak. Rasa sakit yang kubuat sendiri dengan terus berbohong kepada Rio dan diriku sendiri. Dan obat dari rasa sakit itu adalah Rio. Ya, Rio. Pelukannya yang meski sejenak bisa sedikit membalut lukaku dan membuatnya tidak terlalu sakit.
Hari itu begitu rumit namun begitu bermakna. Meski aku sendiri belum tahu bagaimana perasaan Rio kepadaku. Memang selama ini Rio tak pernah berpacaran. Aku berpikir, dia memang tidak ingin berpacaran sampai nanti dia sudah lulus. Tak tega rasanya kalau berprasangka kalau Rio suka pada laki-laki. Hiii. (Writer-nya minta dipukul.)
Tapi tabir itu tersingkap ketika dengan sendirinya Rio mengakui perasaannya padaku. Rasa bahagia yang tak kudapat sejak dulu. Sedikit kusesalkan, namun akhirnya aku nikmati saja keterlambatan itu. Rio dan aku. Bersama. Paling tidak hingga aku berangkat ke Inggris untuk melanjutkan studi. Ah, betapa waktu di dunia ini begitu mencekik. Kebersamaan yang baru saja kami jalin harus dibatasi oleh waktu.
Hari hari yang kujalani berjalan begitu menyenangkan. Rio tak berubah sama sekali. Masih tetap saja aneh, lucu, dan menyebalkan. Tapi aku tetap tak bisa jauh darinya. Justru makin hari rasa sayangku padanya makin besar dan aku makin enggan untuk pergi ke Inggris setelah lulus nanti. Sungguh jika bisa memilih, aku akan memilih untuk tetap berada di sini. Tapi aku tak bisa menolak permintaan ayah yang beliau lakukan demi kebaikanku.
Aku sempat diam tak bicara kepada Rio karena masalah itu. Tapi untung ada Ira yang tiba-tiba saja datang dan membuat Rio dan aku berbaikan. Lega rasanya meskipun awalnya aku cemburu melihat Rio dan Ira berduaan.
Hari ketika semua kebahagiaan bersama Rio dimulai, hari itu pula hatiku tersayat oleh suatu kejadian yang menyesakkan. Kejadian yang membuat Rio kembali tumbang.
***
“Anna, udah tenang ya. Rio pasti baik-baik aja kok.” Ujar Ira menenangkan aku yang masih menangis di pelukannya.
“Tapi Ra.. aku takut...”
“Udah...”
Aku dan Ira masih duduk di depan ruang ICU tempat Rio kini sedang mendapat penanganan intensif dari dokter. Sedih rasanya melihat apa yang harus terjadi pada Rio sekarang. Terlebih lagi, yang kudengar dari beberapa teman Rio di sekolah, selama SMA Rio hanya tinggal sendiri karena kedua orang tuanya sedang berada di luar negeri. Ingin rasanya aku menghubungi mereka.
“Emang kamu tahu cara menghubungi mereka?” tanya Ira setelah mendengar keinginanku.
“Iya juga ya.” Kataku lesu kemudian menyandarkan tubuhku di kursi tempatku duduk.
Beberapa saat kemudian dokter yang menangani Rio keluar dari ruang ICU. Tanpa aba-aba, aku langsung berdiri dan bertanya ke dokter mengenai Rio.
“Rio, gimana dok?” tanyaku agak cemas.
“Tenang, Rio tidak mengalami luka serius. Kepalanya memang mengalami benturan cukup keras tapi tidak ada masalah. Kita tunggu saja sampai Rio siuman.” Kata dokter menjelaskan. Aku dan Ira pun bernafas lega mendengar penjelasan dokter. Setelah itu Rio dipindahkan ke kamar biasa untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Aku masih betah duduk berlama-lama di samping Rio terbaring. Memandangi wajahnya yang kini tampak sangat lemah. Mimik mukanya datar tanpa ekspresi. Dan entah kenapa tiba-tiba saja aku merasa rindu pada senyum aneh dan tawa jahil dari Rio. Senyum yang sering membuatku bingung dan tawa yang selalu membuatku marah dan kesal. Aku benar-benar merindukannya.
“Anna.” Panggil Ira tiba-tiba.
“Oh. Eng, Ira. Kenapa?”
“Kamu nangis?” tanya Ira.
“Ha?” segera aku menggerakkan tanganku untuk mengusap bagian bawah mataku lalu kusadari ternyata air mata begitu saja mengalir.
“Aku kangen Rio, Ra. Kangen senyumnya, kangen ketawanya, kangen jahilnya. Aku kangen sama Rio.” Ucapku. Dan air mata kembali mengalir.
“Tenang. Rio pasti segera sadar kok. Kita doain yang terbaik buat Rio, ya.” Kata Ira menenangkanku.
***
Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Setelah mengepak buku dan alat tulis, aku bergegas ke rumah sakit. Untung saja ayahku dapat mengerti dan mengizinkanku untuk menunggu Rio di rumah sakit dengan syarat tidak lupa dengan sekolahku. Dan seperti biasa, aku mampir sebentar ke kafe di samping sekolah untuk sekedar makan siang sebelum berangkat ke rumah sakit.
Saat sedang asyik menikmati makanan, tiba-tiba ponselku berbunyi. Saat ku tengok ternyata ada SMS dari dokter Budi, dokter yang merawat Rio.
[from: dr. Budi]
Anna, Rio sudah sadar. Kondisinya juga sudah cukup stabil.

Sejenak aku lupa dengan makanan di hadapanku ketika membaca SMS tersebut. Tanpa menghiraukan lagi makanan itu, aku bergegas ke rumah sakit untuk bisa menemui Rio. Tak lupa aku mengabari Ira tentang keadaan Rio yang sudah membaik.
Saat sedang berjalan, terbersit ide untuk membeli sesuatu untuk Rio. Dan kemudian kuputuskan untuk membeli kue coklat, kue kesukaan Rio. Setelah mendapatkan kue tersebut, aku pun segera melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit.
Tak butuh waktu lama, aku pun sudah sampai di rumah sakit. Setelah melewati beberapa koridor, aku pun sampai di kamar tempat Rio dirawat. Dengan perlahan, aku membuka pintu. Sepi seperti biasanya. Sepertinya Ira belum datang. Dengan langkah pelan, aku memasuki ruangan itu. Dan langkahku terhenti ketika melihat Rio yang sedang bersandar, memandang ke arah jendela dengan tatapan mata teduh. Sebuah pemandangan langka, seorang Rio menampakkan wajah yang begitu mempesona.
Aku masih terpana, belum mampu bergerak dan bersuara. Dan ketika tiba-tiba Rio menoleh, kami pun saling berpandangan. Aku yang belum siap bertatapan dengan Rio pun kaget setengah mati. Ingin rasanya menyapa Rio, tapi kata-kataku tertahan di tenggorokan.
“Anna. Muka kamu aneh banget.” Kata Rio tiba-tiba kemudian tertawa terbahak. Tawa jahil seperti biasa. Tapi aku merasa aneh. Biasanya jika mendengar tawa jahil tersebut, aku akan langsung marah dan kesal. Sedangkan kini, aku justru merasa senang.
“Anna.” Panggil Rio.
“Iya Rio. Kenapa?” tanyaku sambil berjalan ke arahnya lalu duduk di sampingnya.
“Kamu sekarang kok jadi cengeng sih. Suka banget nangis.” Kata Rio sambil menyeka air mataku. Tanpa berkata apa-apa, aku langsung memeluk Rio. Menyembunyikan derai air mataku yang terus mengalir dari hadapan Rio. Mencurahkan rasa rindu dan khawatir yang ada di dalam dadaku.
“An... Anna. Sakit An.” Kata Rio. Tapi aku tak menghiraukannya dan terus memeluk Rio. Tiba-tiba saja kurasakan Rio pun dengan pelan memelukku dan mengusap lembut rambutku.
Beberapa saat kemudian kubiarkan Rio beristirahat agar dia segera pulih dan bisa kembali sekolah, serta bisa bersamaku lagi. Saat Rio sudah terlelap, aku memutuskan untuk pergi keluar sebentar membeli makanan.
***
Rintik hujan mulai turun ketika aku keluar dari mini market. Langkah kecilku perlahan menjadi langkah berlari seiring semakin derasnya hujan. Untung saja tak butuh waktu lama untukku sampai kembali di rumah sakit. Dengan langkah ringan aku berjalan menuju kamar Rio. Dan langkahku terhenti sesaat ketika kudengar dokter sedang berbincang mengenai kondisi Rio.
“Dok, pasien di ruang 17 tadi...” terdengar suara wanita yang sepertinya suster.
“Iya, kondisi Rio memang cukup mengkhawatirkan. Tapi semangatnya begitu luar biasa. Meskipun dia tahu kalau penyakitnya sudah tak bisa disembuhkan lagi, dia tetap tegar dan berusaha untuk terus tersenyum.” Kata suara milik dr. Budi.
“Lalu, bagaimana dengan gadis yang selalu menemaninya dok? Apa kita harus beritahu dia?”
“Lebih baik jangan dulu. Kamu masih ingat kan apa permintaan Rio?”
“Eh, baik dok.”

Nafasku tertahan. Jantungku berdegup tak menentu. Aku ingin berlari tapi kakiku enggan untuk bergerak. Badanku gemetar. Cemas, itulah yang aku rasakan. Cemas dan takut yang tak bisa aku jelaskan. Dan sebuah tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada Rio?


--- continue to the next part ---
Share:

Another World - The Departure...

Tulisan ini nggak tahu harus nyebutnya kisah nyata atau karangan fiktif. Soalnya kejadiannya bener-bener terjadi, tapi di dunia mimpi. Jelas terlihat & teringat di kepala. Judulnya... err... sebut aja "Another World". Dah, gitu.

Minggu, 20 Oktober 2013

Sebuah kota dengan penataan yang cukup aneh. Kota dengan rumah-rumah 2 lantai di atas lahan yang cukup luas. Tepat di tengah kota itu terdapat sebuah istana dengan tembok yang tinggi. Bisa aku pastikan istana itu adalah milik dari penguasa kota. Jalan di kota itu juga sedikit membingungkan. Minimal ada dua jalan yg mengapit setiap rumah penduduk. Dan jalan itu selalu lebih tinggi dari bangunan rumahnya. Sehingga memungkinkan untuk saling melihat bagi 2 orang yang lewat di dua jalan tersebut. Dan yang cukup aneh lagi adalah tak ada tembok atau minimal pagar yang mengelilingi rumah penduduk. Sehingga dari jalan langsung dapat terlihat rumah dari titik terbawah.
Aku sampai di kota aneh itu tanpa kemauanku sendiri. Tiba-tiba saja aku terbangun dan sudah berada di antara orang-orang aneh yang duduk di tempatnya masing-masing. Ketika aku melongok pada kaca jendela, aku terbelalak karena yang kulihat adalah barisan awan dengan warna latar biru. Dan bisa dipastikan, aku sedang terbang dan berada di dalam pesawat. Tapi... aku sama sekali tak bisa mengingat kapan aku naik.
Pinggiran kota tempatku sedang berada memang cukup sepi. Tak banyak orang terlihat. Hanya beberapa yang berlalu lalang entah berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan roda dua. Tiba-tiba aku teringat dengan sebuah benda yang ada di dalam tas ranselku. Ah, sial lagi-lagi aku kebingungan dengan tas ransel aneh yang sekarang menggantung di punggungku. Setelah berhenti sejenak dan membuka ransel tersebut, aku pun mengeluarkan sebuah benda berbentuk bulat dengan ornamen hexagon berwarna abu-abu dipadu dengan highlight warna hitam pekat.
Mataku masih menatap benda bulat itu. Langkah kakiku pun masih terus menuntunku berusaha menemukan pusat kota yang pastinya ramai dengan orang dan akan memudahkanku untuk mencari tahu tempat apa ini. Tangan kananku masih sibuk bersembunyi di dalam kantong jaketku. Sedangkan tangan kiriku masih memegang benda bulat itu. Hingga tiba-tiba ibu jari tangan kiriku menekan sebuah tombol tak terlihat pada benda itu. Beberapa detik setelah tombol tertekan, benda itu seolah membuka diri. Ornamen hexagon benda itu meregang tepat pada highlight warna hitamnya. Nampak sinar merah di dalam benda itu memancar keluar pada satu titik dan tak berapa lama muncul hologram wajah orang tua tepat di hadapanku.
“Anak muda.” Ucap hologram wajah itu.
“Ha? Kau bicara padaku?” tanyaku bingung. Terang saja, karena mana mungkin aku bicara dengan hologram.
“Tentu saja bodoh! Kau pikir ada orang lain di sini selain kau dan aku?” bentak hologram wajah itu padaku.
“Kau yang bodoh. Kau kan hanya hologram. Jadi aku satu-satunya orang di sini.” Batinku sambil menatap hologram wajah itu dengan tatapan nyinyir.
“Jangan mencoba berpikir macam-macam tentangku anak muda. Aku bisa saja melakukan sesuatu yang buruk padamu.” Kata hologram wajah itu bersungut-sungut.
“Hmm... di mana tadi tombol yang tak sengaja ku tekan. Ah, mungkin di sekitar sini.” Ucapku tak menghiraukan kata-kata hologram aneh itu.
“Hey! Apa maumu?! Hentikan! Ada yang harus aku beritahukan kepadamu!” kata hologram itu dengan agak lantang namun dengan nada ketakutan.
“Apa?” tanyaku singkat.
“Cih, dasar sombong. Baiklah. Aku adalah pengasuhmu. Kau bisa memanggilku Zeta. Sekarang kau sedang berada di kota Heros. Kota dengan misteri aneh yang membuat penduduknya lebih memilih berdiam diri di rumah daripada keluar berinteraksi dengan orang lain.” Terang hologram wajah itu. Eh, Zeta maksudku.
“Lalu? Kenapa aku bisa berada di sini?” tanyaku. Zeta tak langsung menjawab.
“Hey, orang tua aneh. Jawab aku.” Bentakku.
“Uh, sopanlah sedikit kepadaku!” teriaknya.
“Baiklah, maafkan aku.” Kataku.
“Um. Alasanmu bisa berada di sini... maaf aku tak memiliki wewenang untuk memberitahukan alasannya. Yang bisa aku beritahukan padamu adalah kau berada di kota Heros dan memiliki tugas untuk menyelidiki kejadian yang ada di kota ini. Itu saja. Semoga berhasil.” Terang  Zeta kemudian menghilang. Ornamen hexagon di benda bulat itu kembali menyatu.
“Dasar orang tua aneh!” teriakku kemudian menghempaskan benda bulat tersebut ke jalan. Tapi tiba-tiba saja benda itu memantul dan mengarah padaku. Begitu keras menghantam wajahku hingga aku terjatuh. Mataku berkunang-kunang. Pandanganku semakin gelap dan aku kehilangan kesadaran.

***
Nah, abis itu kebangun dan kembali ke dunia nyata... =|
Share: