Hey Ho! Selamat siang semuanyaa~ nih ada cerpen baru. Cerpen yang gagal kesaring di sayembara cerpen beberapa hari yang lalu *sedih*. Udah ah, yuk mari dibacaa~
Title : Udah Jujur Aja...
Author : Nur Rochman / @NVRstepback
Udah Jujur
Aja...
Hujan
masih setia mengalunkan nada sumbang yang seolah sedang mencoba meresonansi
masa lalu . Di sebuah kafe, tampak 3 orang sedang duduk berbincang. Dika, Vina,
dan Rara. Dan sepertinya di situ hanya ada mereka bertiga serta segelintir
pengunjung yang duduk cukup jauh dari mereka. Sudah cukup lama mereka tidak
beranjak karena hujan yang masih mengguyur ditambah Andra yang tak kunjung
datang.
“Aduh
ini si Andra kebiasaan banget ya, bikin orang nunggu.” Ujar Dika kesal.
“Sabar,
Ka. Mungkin si Andra lagi kejebak macet.” Kata Rara berusaha menenangkan Dika
yang uring-uringan.
“Sabar
dong Dika, nih dia sms katanya jalanan macet.” Timpal Vina, pacar Andra, sambil
menunjukkan ponselnya. Dika pun melongo dan membaca sms tersebut.
“Aduh,
terus kita mau ngapain coba di sini? Mana sepi lagi.” Kata Dika sambil
menyandarkan tubuhnya ke kursi.
“Gimana
kalo main Truth or Dare?” kata Vina menyampaikan idenya. Dika pun mengernyitkan
dahi mendengar ide Vina.
“Seriusan
mau main Truth or Dare di sini?” tanya Dika.
“Iya
dong. Mumpung sepi, jadinya kan asyik.” Ujar Vina sambil tersenyum.
“Eng..
OK deh gue mau. Loe ikut nggak Ra?” tanya Dika kepada Rara yang tampak sedang
melamun.
“Rara!”
kata Vina setengah berteriak. Rara pun tersentak.
“Eh,
anu. I.. Iya, gue ikut.” Kata Rara agak tergagap.
“Ada
apa Ra? Kok dari tadi ngelamun mulu sih?” tanya Dika.
“Eh,
masa sih dari tadi ngelamun? Nggak kok.. Hehe.“ Rara berusaha menjawab
sekenanya.
“Udah
udah. Karena udah pada setuju, kita mulai.” Kata Vina kemudian mengambil botol
minuman kosong dari dalam tasnya.
“Putaran
pertama, nentuin siapa yang bakal ngasih pertanyaan atau tantangan. Putaran
kedua, nentuin siapa yang kena sial. Dia harus milih Truth atau Dare. Truth,
berarti dia harus jawab jujur pertanyaan apapun yang dia dapet. Dare, berarti
dia harus ngejalanin tantangan apapun yang dikasihin.” Terang Vina. Dika dan
Rara mengangguk tanda mengerti.
Dika,
Vina, dan Rara memajukan kursi mereka. Vina pun memutar botol yang dari tadi
dia pegang. Botol berputar dengan lancar, kemudian perlahan melambat, melambat,
dan akhirnya berhenti. Ujung botol itu menunjuk ke arah Rara.
“Yes!”
ucap Rara sambil mengepalkan tangannya. Dika dan Vina mengeluh.
“Lanjut
nentuin siapa yang kena sial.” Kata Vina lesu, kemudian memutar botol.
Botol
nasib kembali berputar. Tak terlalu cepat, tapi cukup lama rasanya menunggu
botol tersebut untuk berhenti. Vina dan Dika menahan nafas melihat kecepatan
botol itu menurun, dan akhirnya.. Ujung botol itu mengarah kepada Vina. Dika
menghela nafas lega.
“Aaahhh..”
ucap Vina tidak terima.
“Yang
sabar ya Na.. Hahaha.” Kata Dika sambil tertawa mengejek.
“Aduh,
gue duluan. Sial banget sih gue..” Gerutu Vina.
“Nah sekarang, loe pilih apa Na. Truth, or
Dare?” tanya Rara sambil tersenyum. Dika pun memperhatikan Vina yang sedang
berpikir.
“Gue
pilih... Truth aja deh. Nanti kalo Dare pasti disuruh aneh-aneh.” Kata Vina
setelah berpikir cukup lama. Rara berpikir sejenak, kemudian menemukan
pertanyaan yang cocok.
“Vina..
Eng.. Pernah nggak loe selingkuh? Atau paling nggak berpikir buat selingkuh di
belakang Andra?” tanya Rara. Vina mendelik mendengar pertanyaan Rara.
“Nggak
ada pertanyaan lain Ra?” tanya Vina mencoba menawar. Raut wajahnya berubah
sedikit memelas.
“Nggak
ada Vina. Jawab gih.” Jawab Rara dengan senyuman jahil yang terpasang di
wajahnya.
Vina
sendiri tak langsung menjawabnya. Cukup lama dia terdiam. Menunduk, lalu
menghela nafas panjang. Dika dan Rara ikut diam menunggu jawaban dari Vina. Dan
perlahan, Vina pun mengangkat pandangannya dan mulai berbicara.
“Gue..
Pernah Ra. Bukan cuma berpikir, tapi gue pernah jalan sama cowok lain tanpa
sepengetahuan Andra.” Terang Vina. Sejurus kemudian Vina kembali menunduk dan
menutup wajahnya.
Dika
dan Rara tentu saja kaget mendengar pernyataan Vina. Terlebih Rara yang
merupakan sahabat dekat Vina, karena baru mengetahui rahasia ini. Ada sedikit
penyesalan dalam hati Rara karena menanyakan hal tersebut. Dika sendiri juga
tak habis pikir, karena selama ini dia melihat Andra dan Vina begitu mesra dan
kompak ketika bersama.
“Vina...”
ucap Rara lirih. Tangannya sedikit gemetar mencoba memegang pundak Vina.
“Tapi
loe udah nggak jalan sama cowok itu kan, Na?” tanya Dika tiba-tiba. Rara
menoleh kaget ke arah Dika. Vina sendiri tak lagi tertunduk. Dia berusaha
mengangkat pandangannya untuk menjawab pertanyaan Dika.
“Udah
enggak, Ka. Gue nyesel karena ngelakuin hal yang jahat banget sama Andra.
Gue...” Kata-kata Vina terpotong oleh isak tangisnya.
“Dan
gue janji, hal itu nggak bakal terulang lagi.” Lanjut Vina.
Rara
langsung memeluk Vina yang tangisnya kini semakin terdengar. Dika hanya
tersenyum melihat adegan cukup dramatis di hadapannya. Perlahan tapi pasti,
senyum mulai nampak di wajah Vina. Entah apa yang dibisikkan oleh Rara. Mungkin
kata-kata ajaib.
“Ladies...
Dilanjut nggak nih game-nya?” terdengar suara Dika yang memecah keheningan.
Rara langsung kembali ke tempat duduknya.
“Yuk
dilanjut. Ok, Na?” tanya Rara. Vina tersenyum kemudian mengangguk tanda setuju.
Botol
pun kembali berputar. Tinggal Dika dan Rara yang masih menahan nafas menanti
giliran siapa yang akan mendapatkan tantangan. Vina, yang sebenarnya sudah
mendapatkan giliran, ikut tegang karena dialah yang bertugas menyampaikan
pertanyaan atau tantangan untuk si pesakitan.
Melambat
dan semakin melambat. Ujung botol kosong itu menunjuk tepat ke arah Rara. Dika
menghela nafas lega. Ternyata bukan dia yang mendapat giliran jadi pesakitan.
Sedangkan Rara, dia hanya bisa pasrah menerima nasibnya saat ini.
“Nah..
Rara kena. Vina, waktunya balas dendam. Hahaha.” Kelakar Dika yang disambut
dengan dengusan kesal Rara dan tawa Vina.
“Rara,
loe pilih Truth atau Dare?” Vina bertanya.
“Gue
pilih Dare aja deh. Ngeri kalo harus buka-bukaaan rahasia.” Kata Rara sambil
bergidig.
Dika
terbengong mendengar pilihan Rara. Sedangkan Vina langsung mengedarkan
pandangannya ke seisi kafe sambil berpikir tantangan apa yang akan dia berikan
kepada Rara. Dan tak terlalu lama, mata Vina langsung tertuju ke arah sepasang
cowok dan cewek yang sedang duduk berbincang, agak jauh dari mereka.
“Karena
loe milih Dare, sekarang loe harus... Nyamperin cowok sama cewek itu.” Ujar
Vina sambil menunjuk ke pasangan yang dia maksud.
“Gitu
doang? Itu sih gampang, Na.” Kata Rara sambil menjentikkan jarinya.
“Eitss,
loe juga harus ngerayu si cowok sampe mereka berdua berantem.” Lanjut Vina
sambil menyeringai. Rara terbelalak, begitu juga Dika.
“Gila,
loe keren banget Na, bisa nemu ide gituan?” tanya Dika takjub.
“Gue
gitu loh, Dika.” Vina pun tertawa.
“Vina,
ada yang tantangan yang lebih gampang? Terlalu beresiko, Na.” Kata Rara
memelas.
“Ra..
Loe takut? Setahu gue, Rara itu cewek yang nggak punya rasa takut lho. Masa iya
sih, tantangan kayak gitu bikin seorang Rara takut.” Ujar Vina.
“Hmm..
Jangan ngeremehin keberanian gue ya Vina sayang. Nih, gue buktiin kalo gue bukan penakut.” Kata Rara
sambil berdiri kemudian berjalan diikuti tepuk tangan Vina dan Dika.
Awalnya,
Rara melangkah dengan mantap dari tempat duduknya. Tapi semakin jauh, dia
semakin sadar kalau dia sudah termakan oleh kata-kata Vina tadi. Langkahnya pun
semakin lemah dan sempat terhenti. Tapi karena tidak mau kalah oleh
kata-katanya sendiri, dengan bermodal nekat serta membuang rasa malu, dia
berjalan semakin dekat dengan pasangan yang ditunjukkan oleh Vina tadi.
Sesampainya
di depan kedua pasangan tersebut, Rara langsung mengalihkan matanya kepada si
cowok yang perlahan menatapnya. Pandangan Rara dan cowok itu bertemu. Seketika,
mulut Rara terkunci. Jantungnya yang dari tadi berdegup karena merasa sungkan, ragu,
dan takut kini berubah menjadi perasaan sedih, marah, dan benci yang berbaur
menjadi satu.
“Reza..
K..kamu..” ucap Rara terbata-bata sambil menatap Reza, orang yang sangat dia
cintai atau lebih tepatnya, kekasihnya.
“Ra..
Aku.. Ng..ngapain kamu di sini?” tanya Reza terbata-bata melihat Rara kini ada
di hadapannya.
“A..aku
nggak nyangka Za. Udah dari tadi pagi aku hubungin kamu, tapi sama sekali nggak
ada balesan. Ternyata.. I..ini..” Air mata Rara mulai menetes.
“Rara,
tenang dulu.. Dia itu.. Dia..” kata Reza mencoba menjelaskan.
“Sayang,
dia siapa? Kamu kenal?” cewek berwajah oriental itu tiba-tiba bertanya sambil
berdiri.
“Sayang?” batin Rara sambil menatap kaget
cewek itu. Hatinya tertusuk seiring kata itu terdengar oleh telinganya.
Pandangan Rara kembali beralih ke Reza. Pandangan penuh rasa kecewa dan rasa
sakit.
“Rara..
Aku bisa jelasin Ra.” Kata Reza mencoba menenangkan Rara.
PLAKK!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Reza. Tanpa kata, Rara langsung pergi. Reza
dan cewek itu pun terlibat pertengkaran. Sedangkan Dika dan Vina masih tampak
shock melihat pemandangan tadi. Mereka bingung karena hanya bisa melihat, tak bisa mendengar apa
pembicaraan antara Rara, cowok, dan cewek itu.
“Na.
Itu tadi kenapa? Kok heboh banget?” tanya Dika kepada Vina.
“Kayaknya
gue tahu tuh cowok deh Ka.” Kata Vina sambil memicingkan matanya.
“Ah,
itu kan Reza.” Kata Vina kemudian.
“Reza?
Cowoknya Rara? Loe bilang dia lagi keluar kota sama keluarganya?” tanya Dika.
“Iya
Ka. Rara sendiri yang cerita ke gue. Makanya kan dia sering ngelamun karena
nggak ada Reza. Tapi... Gue nggak nyangka kok bisa jadi gini sih.” Kata Vina
sambil meletakkan sikunya ke meja dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Dika
terdiam. Dari tempat duduknya dia masih melihat bagaimana Reza dan cewek itu
adu mulut. Karena tak tahan, Dika langsung bangkit dan berjalan ke tempat Reza
dan cewek itu. Vina sendiri masih menutupi wajahnya, syok karena permainan yang
dia tawarkan untuk sekedar mengisi waktu menunggu Andra justru membuat keadaan
menjadi buruk. Tiba-tiba saja ada yang duduk di samping Vina kemudian langsung
mengacak-acak rambut Vina.
“Sayaang..”
ujar Vina manja begitu melihat Andra sudah ada di sampingnya.
“Ada
apa? Lho, Dika sama Rara mana? Kok kamu sendirian?” tanya Andra.
“Truth
or Dare’nya kacau..” kata Vina.
“Ha?
Oh.. Kalian main Truth or Dare. Kacau gimana?” tanya Andra lagi.
“Gini
sayang.. Tadi kan Rara yang dapet giliran. Terus dia pilih Dare. Trus aku kasih
aja tantangan buat bikin pasangan yang ada di sebelah situ.. Dika!” cerita Vina
terputus melihat Dika yang sedang adu mulut dengan Reza.
Tanpa
komando, Andra langsung menuju tempat Dika.
“Dika!
Lho.. Reza? Kata Rara loe lagi liburan sama keluarga loe?” ujar Andra. Wajah
Reza langsung berubah kebingungan melihat kedatangan Andra.
“Liat
tuh Ndra! Dia nggak sama keluarganya!” Kata Dika dengan penuh amarah.
“Aduuuhh!
Ini ada apa sih?! Reza, mereka siapa? Terus Rara itu siapa? Cewek yang nampar
kamu tadi? Dia siapa kamu? Pacar kamu?” pertanyaan beruntun ke arah Reza
terlontar dari mulut cewek itu.
“Intan..
bukan gitu. Sebenernya..” kata-kata Reza terucap terbata-bata.
“Jadi
bener? Yaudah, aku mau pulang! Dasar cowok buaya!” kata Intan kemudian
menyiramkan lemon tea yang ada di atas meja ke muka Reza. Sejurus kemudian
Intan pergi.
“Gue
nggak nyangka Za. Loe tega banget ngebohongin Rara yang jelas-jelas selalu
percaya sama loe. Mending loe sekarang pergi! Nggak usah deket-deket Rara
lagi!” hardik Andra kemudian menarik Dika dari situ.
Tanpa
banyak bicara, Reza nampak bergegas pergi meninggalkan tempat itu dengan rasa
malu yang luar biasa besar.
Andra
dan Dika sudah duduk di kursi mereka. Tak ada suara yang keluar, baik itu dari
mulut Andra, Dika, ataupun Vina. Semuanya terdiam setelah kejadian itu. Dan tak
lama kemudian, Rara datang dan duduk di kursi kosong di hadapan Dika.
“Rara.”
Kata Andra kaget melihat Rara sudah ada di sebelahnya.
“Hi,
Ndra. Udah lama ya.” Kata Rara mencoba berbasa basi kepada Andra.
“I..
Iya.” Kata Andra singkat.
“Loe
nggak papa, Ra?” tanya Dika cemas. Rara hanya menjawabnya dengan sebuah
senyuman. Senyum yang dipaksakan.
“Ra,
maafin gue. Gue nggak bermaksud..” kata-kata Vina terpotong karena oleh
kata-kata yang diucapkan oleh Rara.
“Vina..
Gue tahu kok, semua ini kan sekedar permainan. Jadi kejadian tadi adalah resiko
permainan yang harus gue terima. Dan justru, gue berterima kasih sama loe Na.
Karena gue jadi tahu gimana sebenernya sifat asli Reza. Dan gue bisa tahu, apa
yang harus gue lakuin.” Terang Rara.
Vina
tertegun dan tak bisa berkata apa-apa mendengar kata-kata Rara. Dika melongo
melihat bagaimana Rara begitu cepat dapat mengendalikan hatinya setelah
kejadian tadi. Sedangkan Andra pun tersenyum lega karena Rara tetap menjadi
Rara yang selalu kuat dan tegar ketika menghadapi cobaan dan masalah seberapa
pun besarnya. Suasana pun berubah hening sesaat setelah itu.
“Oiya,
tadi kata Vina tinggal Dika nih yang belum dapet jatah Truth or Dare?” tanya
Andra yang memecah keheningan.
“Ah,
iya tuh. Si Dika belum.” Kata Vina mengiyakan pertanyaan Andra.
“Laaah,
masih mau dilanjutin? Suasananya kan lagi nggak kondusif Ndra.” Kata Dika
protes.
“Yang
sportif dong Ka. Masa loe kalah sih sama para Ladies yang ada di sini.” Ejek
Andra.
“Iya
deh iya. Dasar loe Ndra.. Dateng telat, ngejek gue, sekarang ikut-ikutan ngasih
Truth or Dare.” Gerutu Dika. Andra pun tertawa. Diikuti Vina juga Rara yang
ikut tertawa.
“Jadi,
Dika.. Loe pilih Truth atau Dare?” pertanyaan langsung terlontar dari mulut
Andra. Dika langsung diam, begitu juga Vina dan Rara. Nampak Dika berpikir
sejenak.
“Gue
pilih... Dare!” ucap Dika mantap.
Andra
pun terdiam sejenak. Dilihatnya Dika yang masih menunggu tantangan darinya.
Pandangan Andra beralih kepada Rara yang sedang melamun, kemudian berpindah ke
arah Vina. Pandangan mereka bertemu dan nampak Vina memberikan sebuah “kode”
kepada Andra dengan mengerjapkan matanya ke arah Rara. Andra pun paham maksud
dari “kode” yang diberikan oleh Vina.
“Oke,
Dika. Karena loe pilih Dare, sekarang loe harus ngejalanin tantangan yang bakal
gue kasih ke loe. Loe siap?” Andra bertanya.
“Iya
Andra gue siap. Buruan kenapa sih. Lama banget.” Jawab Dika kesal.
“Sekarang,
loe harus jujur sama perasaan loe tentang siapa orang yang selama ini loe sukai
dan nyatain perasaan loe ke orang itu.” Kata Andra. Sesaat kemudian dia dan
Vina melakukan tos. Dika sendiri mengernyitkan dahi mendengar tantangan yang
baru saja disampaikan oleh Andra.
“Lho,
gue kan pilih Dare Ndra. Kenapa gue harus jujur? Itu kan kalo gue milih Truth.”
Protes Dika yang tidak terima.
“Lah,
itu kan tantangan buat loe Ka. Tantangannya, loe harus jujur.” Terang Andra.
“Andra
kan ngasih tantangannya gitu Dika. Buruan gih.” Kata Vina sambil cekikikan.
Dika
pun tak bisa lagi membantah kata-kata Andra dan Vina. Dia melotot ke arah Andra
yang dibalas dengan senyum dan acungan dua jari simbol “peace” ke arahnya.
Setelah menarik nafas panjang dan menghela nafas, Dika pun mulai berbicara.
“Gue
tahu, maksud tantangan loe Ndra. Tapi...” kata-kata Dika terhenti.
“Tapi
kenapa Ka?” tanya Andra.
“Tapi
gue rasa waktunya kurang tepat gara-gara kejadian tadi.” Lanjut Dika. Andra dan
Vina sedikit kecewa mendengar ucapan Dika.
“Kejadian
apa Ka?” Rara yang tidak mengerti maksud kata-kata Dika pun bertanya.
Dika
tak langsung menjawabnya. Dia menghela nafas panjang sedang mengatur kata-kata
yang akan diucapkannya. Ada beberapa bagian dari kata-kata tersebut yang masih
dia ragukan untuk diucapkan. Tapi setelah memantapkan hatinya, dia pun kembali
berbicara.
“Sebenernya,
selama ini.. Atau lebih tepatnya semenjak awal masuk SMA dan sampai detik ini,
sampai kita bakalan lulus, gue.. Gue suka sama loe.. Rara.” Kata-kata itu dengan
sedikit tersendat meluncur dari mulut Dika.
Rara
kaget bukan main mendengar penuturan Dika itu. Sedangkan Andra dan Vina tak
terlalu kaget karena mereka memang mengetahui hal itu sudah sejak lama. Tapi
karena Rara adalah salah satu siswi populer di sekolah, Dika yang sebenarnya
sudah didorong oleh Andra dan Vina tak pernah berani menyatakan perasaannya
kepada Rara.
“Jadi,
selama ini Ka? Selama hampir 3 tahun?” tanya Rara tak percaya.
“Iya
Ra. Gue sendiri bingung. Gue nggak tahu kenapa gue bisa kayak gini. Bertahan
selama hampir 3 tahun dan memendam perasaan yang mungkin bagi orang lain udah basi.
Tapi bagi gue, nggak.” Jawab Dika.
“Dika...”
kata Rara.
“Tapi
setelah kejadian tadi, gue pun sadar. Seberapa pun gue berusaha ngeyakinin loe
tentang perasaan gue, gue nggak bakal bisa dapet jawaban ‘ya’ dari loe.
Meskipun loe terlihat kuat, gue tahu loe masih ngrasain sakit karena kejadian
tadi. Jadi nggak jadi masalah kalo loe nolak gue sekarang juga. Karena dengan
nyatain perasaan gue aja, itu udah lebih dari cukup buat gue. Dan gue nggak
bakal pergi setelah ini. Gue bakal tetep ada, meskipun hanya sebagai sahabat
loe aja, Ra.” Ujar Dika panjang lebar.
Rara
terkesima mendengar kata-kata Dika. Tak hanya Rara, Andra dan Vina juga takjub
mendengar kata-kata Dika tadi. Rara, tak menyangka kalau Dika yang selama ini
dia kenal sebagai seorang yang sangat cuek dan tak kenal kompromi dalam
berbicara ternyata sekian lama memendam perasaan terhadapnya. Andra dan Vina
pun takjub mendengar bagaimana kukuhnya keinginan Dika untuk tetap di samping
Rara, apapun yang terjadi nanti.
Hening
kembali hadir di tengah-tengah empat anak manusia ini. Kembali tak ada kata
terucap, hanya suara nafas yang agak tertahan karena beradunya konflik dan
perasaan yang seolah menemukan jalan. Keyakinan Vina kepada Andra untuk tetap
mencintainya tanpa kembali berpaling. Dan ungkapan perasaan Dika yang tak
disangka oleh Rara, serta jawaban yang harus Rara sampaikan demi kebaikan
ikatan persahabatan.
“Dika..”
ucap Rara agak lirih, namun masih terdengar oleh Dika, Andra, dan Vina.
“Ya,
Ra..” jawab Dika berusaha tenang, padahal saat ini jantungnya sedang berdegup
kencang. Hatinya tak karuan serta pikirannya tak lagi bisa berlogika mengira apa
yang selanjutnya harus dia lakukan.
“Tau
nggak? Gue udah lama berharap loe nyatain perasaan loe ke gue, Ka. Tapi kenapa
baru sekarang? Setelah berulang kali gue mencari pelampiasan perasaan gue ke
loe, yang selalu berakhir dengan rasa sakit?” kata-kata Rara yang mengandung
retorika berhasil membungkam otak Dika untuk berusaha menjawabnya.
“Ra..”
ucap Dika bingung.
“Berulang
kali Dika.. Dan yang terakhir, baru aja loe liat sendiri, Reza.. Gue harus
ngerasain sakit hati lagi Ka.” Kali ini kata-kata Rara diikuti oleh tetesan air
mata.
Andra
dan Vina terkejut mendengar penuturan Rara. Terlebih lagi Dika yang sangat
terkejut mendengar pernyataan Rara. Ternyata sudah sejak lama pula Rara
memendam rasa kepada Dika. Tapi, karena ego dan rasa takut itu lebih besar,
Rara dan juga Dika harus rela menikmati rasa sakit yang sebenarnya tak ingin
mereka rasakan.
“Rara..
Maafin gue.” Kata Dika kemudian bangkit berdiri dan berjalan tempat Rara duduk.
“Sekarang,
loe boleh hukum gue, Ra. Karena udah begitu tega menutupi perasaan gue ke loe
dengan jiwa pengecut gue.” Kata Dika sambil menarik tubuh Rara dan membawanya
ke hadapannya. Andra dan Vina sedari tadi tak bisa berucap apa-apa kecuali
hanya berharap yang terbaik bagi kedua sahabat mereka ini.
PLAKK!
Suara tamparan terdengar dari pertemuan telapak tangan Rara dan pipi Dika. Dan
selang beberapa detik kemudian, Rara langsung memeluk Dika. Begitu erat, hingga
Dika sedikit merasa sesak, namun entah kenapa begitu nyaman baginya.
“Jangan
jadi pengecut lagi Dika. Demi aku, demi kita. Supaya kita nggak perlu lagi berpura-pura
dan berjumpa dengan rasa sakit. Jadilah orang yang berarti buatku. Aku pengen
kita bisa sama-sama ngerasain bahagia Dika..” Kata Rara yang masih memeluk
Dika.
“Ra,
aku sayang kamu.. Aku bakal jadi yang terbaik buat kamu. Bahagia bersamamu.”
bisik Dika ke telinga Rara. Rara mengangguk pelan. Tangan Dika pun memeluk erat
tubuh Rara.
“Kacang..
Kacaaanggg.. Sebungkus tiga ribuuu..” teriak Andra dan Vina yang dari tadi merasa
tidak diperhatikan. Dika dan Rara pun segera melepas pelukan mereka.
“Untung
aja nih kafe sepi ya sayang, coba kalo rame..” kata Vina kepada Andra.
“Iya
nih, yang lagi jatuh cinta. Serasa kafe punya mereka berdua, yang lain cuma
numpang jajan..” sahut Andra.
“Iya,
jajan kacaangg..” timpal Vina.
Dika
dan Rara pun tertawa terbahak mendengar Andra dan Vina berceloteh.
“Udah
udah, karena Andra udah dateng, yuk pulang. Udah malem nih.” Kata Rara
menenangkan keadaan.
“Yaelah,
nasib.. Baru aja dateng, udah diajak pergi lagi. Mana nonton drama cuma dapet
ending-nya.” Gerutu Andra.
“Makanya
jangan telat.” Kata Dika.
“Udah
dong, Ka. Andra kan tadi kena macet.” Kata Vina membela Andra.
“Hahaha...
Nanti tanya sama Vina aja Ndra, gimana cerita lengkapnya.” Kata Rara kemudian
mengedipkan mata ke arah Vina. Sebuah senyuman tersungging di wajah Vina yang
kemudian mendekap lengan Andra erat.
Dan
mereka berempat bergegas meninggalkan kafe tersebut. Kafe dengan suasana berkelas
yang cukup sepi pengunjung, namun sarat makna bagi mereka. Khususnya bagi Dika,
Rara, dan Vina. Kisah baru yang akan ditulis oleh Dika dan Rara atas dasar
cinta, serta rasa cinta yang makin bertumbuh di hati Vina untuk Andra.
Bagaimana dengan Andra? Ah, biarkan dia tetap mencintai Vina dengan
kekonyolannya dan tetap menjadi yang pertama di hati Vina.
Hey,
bagaimana denganmu? Apa kau juga perlu sesuatu untuk memberikan setitik makna
bagi hidupmu? Jika ya, siapkan hal-hal ini. Secangkir kejujuran, sepiring
keberanian, dan beberapa putaran keajaiban. Tapi jangan lupakan satu hal... Sebuah
botol nasib.
====
Komentar, kritik, & sarannya ya... =]