Title: A Bittersweet Way #3 : Jalan Yang Terlewat
Genre: Slice of Life, Drama, Romance
Author: @NVRstepback
empty road on desktopnexus.com |
Jika kebohongan adalah sebilah pedang, maka tusukannya sangat mematikan. Terlebih apabila ada kepercayaan dan juga perasaan yang terkena. Semua yang semula terasa menyenangkan dan sarat senyum bahagia bisa berbalik menjadi hal yang benar-benar berbeda. Lebih dari berbeda, seperti menjadi kebalikannya.
Selama di kampus, Raka menjadi jauh
lebih pendiam daripada biasanya. Tak ada lagi intimidasi yang dilakukan Randi
dan gengnya. Namun jauh lebih berat, hampir seluruh penghuni akademi memandangnya
dengan tatapan serupa. Tatapan menghakimi.
Tak hanya Raka, Vira yang selalu
berusaha mendekati Raka perlahan mulai menyerah. Setiap kali dia berjalan dan
memasuki jarak pandang Raka, selalu saja dia mendapati punggung Raka yang pergi
menjauh darinya. Sampai akhirnya dia tak pernah lagi melihat Raka di akademi. Dan
dia cukup yakin kalau Raka sudah cukup lelah menahan beban cacian dari seluruh
warga akademi.
“Raka ke mana ya…” Vira berucap.
“Kenapa, Ra? Bukannya dia anak dari
orang yang mau celakain bokap lo?” Timpal Ina, teman Vira.
“Na, kenapa sih semua anak akademi
bisa langsung musuhin Raka cuma karena artikel anonym itu? Kenapa bisa dengan
gampang percaya? Hal ini terlalu nggak adil buat Raka.” kata Vira. Dadanya masih
terasa sakit jika mengingat bagaimana terakhir kali dia berbicara dengan Raka.
“Err… sorry deh, Ra.”
Karena tak puas dan merasa sesak
dengan percakapan itu, Vira bangkit berdiri lalu berjalan pergi. Langkah kakinya
menuntunnya keluar dari akademi. Menuju ke sebuah taman bermain yang berada
tidak jauh dari gedung kampus. Di situ dia duduk di sebuah ayunan dengan tempat
duduk yang terbuat besi dengan rantai yang berperan sebagai tali
penggantungnya.
“Raka… padahal kita udah bisa ngobrol
dan ketawa bareng lagi setelah sekian lama. Tapi kenapa mendadak jadi gini?”
desah Vira sambil menatap benda kecil berwarna hitam yang ada di telapak
tangannya. Tiba-tiba dia teringat pada Aida yang masih dirawat di rumah sakit. Tanpa
berpikir lama, Vira memutuskan untuk pergi menjenguk Aida. Mengabaikan jadwal
kuliah yang cukup padat hari itu.
***
“Da, gimana keadaan lo? Udah mendingan
kan?” Tanya Vira kepada Aida yang masih berbaring.
“Yah, lumayan lah Ra. Udah bisa
nyender, nggak harus tiduran melulu.” Jawab Aida lalu mencoba bangun dan
menyandarkan punggungnya di bantal, dibantu Vira. “Makasih Ra”.
“Gimana kabar kampus?” Tanya Aida
berbasa-basi. Vira tak langsung menjawab. Aida dapat melihat wajah murung Vira
yang membuatnya mengurungkan kalimat tanya selanjutnya.
“Gara-gara gue, beban Raka makin
berat, Da.” Kata Vira.
“Maksud lo, isu yang ada di homepage
akademi? Tenang, Ra. Raka bukan orang yang bakal jatuh cuma karena hal itu.” Tanya
Aida. Vira mengangkat wajahnya, kaget karena ternyata Aida sudah mengetahui hal
itu. Namun untuk kalimat terakhir, dia sedikit sangsi.
“Lo… udah tahu, Da?”
“Iya lah, Ra. Tuh henpon kan masih
bisa dipake, Ra.” Jawab Aida sambil menunjuk ke arah ponsel berwarna hitam. Menuntaskan
rasa penasaran Vira.
“Beberapa hari lalu, Randi sempet ke
sini jenguk gue. Dia minta maaf dan ngejelasin semua yang terjadi.” Lanjut Aida.
Hal yang kembali membuat Vira kaget.
“Semuanya?” Tanya Vira. Aida mengangguk.
“Gue sempet nahan tawa pas lihat
giginya yang ompong. Dan gue langsung tahu kalo itu gara-gara pukulannya Raka.”
Kata Aida diikuti tawa kecil.
“Da, lo tahu kan kalo Raka itu kuat. Tapi
kenapa waktu itu dia sama sekali nggak bales pukulannya Randi?” sebuah
pertanyaan yang lama ditahan oleh Vira, kini akhirnya tersampaikan.
“Raka bukan orang yang gampang marah,
Ra. Terutama kalo ada yang nginjek-injek harga dirinya. Dia bakal marah kalo
orang-orang di sekitarnya, yang peduli sama dia, disakiti. Makanya dia terima
semua pukulan Randi pas Randi kena hukuman skorsing, tapi langsung marah pas
dia tahu kalo Randi cuma mainin gue.” Terang Aida. Vira semakin tertunduk. Ternyata
ada banyak hal tentang Raka yang sama sekali tidak dia ketahui. Seolah mengetahui
isi hati Vira, Aida melanjutkan ceritanya.
“Vira. Lo udah tahu kan tentang
kondisi Raka yang kehilangan kedua orang tuanya pas masih kecil?” Tanya Aida
yang ditanggapi dengan anggukan oleh Vira. “Jadi setelah itu, Raka tinggal dan dirawat
di keluarga gue. Awalnya dia tertutup dan susah banget buat diajak ngobrol. Tapi
setelah beberapa lama, dia mulai mau buka diri. Dia mulai akrab sama gue dan
kakak gue, Denis.”
“Raka jadi sosok kakak buat gue karena
kakak kandung gue, Denis harus pergi ke luar kota buat ngelanjutin studi. Dia yang
selalu ngelindungi gue dari apapun.” Kenang Aida. Dari cerita itu, Vira pun
akhirnya dapat menyimpulkan kenapa saat itu Aida begitu perhatian pada Raka.
“Aida, gue juga mau cerita sesuatu
sama lo.” Pinta Vira.
***
Suasana kamar tempat Aida di rawat
terasa cukup ramai. Raka yang datang menjenguknya beberapa kali menceritakan
kisah lucu yang sukses membuat Aida terbahak. Namun atmosfer langsung berubah
ketika topik pembicaraan diubah oleh Aida tentang Vira, yang direspon Raka
dengan sinis.
"Ka, Vira udah cerita semuanya ke
gue. Dia juga bilang kalau dia nyesel udah ngebongkar masa lalu yang lo simpan
dalam-dalam. Well, sebenernya salah gue juga sih karena cerita banyak hal
tentang elo ke dia. Tapi 1 hal yang pasti. Dia tulus sayang sama elo, Ka."
Ucap Aida panjang lebar.
"Kalo emang dia tulus, kenapa dia
masih nglanjutin pencarian dia tentang gue, Da?" Raka tak terima. Aida pun
tersenyum.
"Setelah pertama kali Vira jenguk
gue, gue sadar kalo perasaan dia ke lo begitu besar. Dan beberapa jam sebelum
lo ke sini, dia jenguk gue lagi dan cerita tentang betapa kuatnya elo juga
tentang artikel itu. Yah, meskipun sebenernya gue udah tahu." Kata Aida.
"Dia masih nerusin penelusuran tentang masa lalu elo karena dia diancam
sama Randi."
"Diancam?"
"Iya, diancam. Randi nggak
ngancam bakal nyakitiin dia, tapi Randi ngancam Vira kalo dia bakal nyakitiin
bahkan bunuh elo seandainya Vira nggak nerusin penelusurannya." Kata Aida.
Raka tertegun mendengar semua itu.
"Dia bilang, dia lebih baik
kehilangan kepercayaan dan rasa sayang dari elo asal lo selamat daripada harus
kehilangan elo." Lanjut Aida. Raka semakin terdiam dan tertunduk.
"Gue tahu, Ka. Jauh di dalam hati
lo, elo masih nyimpen rasa sayang buat Vira. Jadi sebelum terlambat, lo harus
perbaiki hubungan lo sama dia." Kata Aida memberi nasehat.
"Maksud lo terlambat, apa
Da?" Tanya Raka penasaran.
"Hari ini Vira bakal ketemu sama
bokapnya yang baru balik dari Aussie. Dan dia bilang kalo bokapnya mau kenalin
dia sama putra dari mendiang sahabatnya. Katanya sih udah dijodohin sejak
mereka masih kecil. Dia tadi pergi buru-buru abis dapet telepon yang kayaknya
dari bokapnya." Kata Aida. Tanpa berkata apa-apa, Raka segera bangkit dan
akan keluar dari kamar Aida sebelum Aida menghentikannya.
"Raka!" Panggil Aida.
"Apa, Da?" Tanya Raka yang
sudah berdiri di ambang pintu.
"Bawa benda kesayangan lo
tuh." Kata Aida sambil menunjuk dadu hitam yang ada di atas meja.
"Ah, ini. Makasih udah jaga dadu
ini ya Da. Gue pergi dulu." Raka meraih dadu itu lalu melangkah menuju
pintu, tapi tiba-tiba berhenti lalu berkata, "Cepet sembuh ya, adik gue
yang paling cantik."
"Iya kakak gue yang paling
ganteng." Balas Aida.
Aida lega karena dia bisa membantu
menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi antara Raka dan Vira. Namun jauh di
lubuk hatinya yang paling dalam, dia merasakan sakit karena kalimat terakhir
yang diucapkan oleh Raka.
"Gue cuma adik yang cuma bisa
support lo dari belakang. Bukan seseorang yang bisa nemenin dan selalu ada di
samping lo." Bisik Aida kepada awan putih berarak di seberang jarang
pandangnya.
***
November mulai mencapai akhir. Hujan
semakin sering datang membelai bumi, mencoba memisahkannya dari hangat sang
mentari. Genangan air pun nampak menutupi lubang-lubang di jalanan, menciptakan
jebakan bagi pengendara yang tak waspada. Seperti yang dialami Raka, dia harus
rela berjalan kaki setelah motornya terjebak di sebuah lubang besar yang cukup
dalam sehingga membuat velg depan motornya bengkok dan harus menginap lagi di
bengkel untuk mendapatkan penggantian.
"Aah, motor baru keluar dari
bengkel udah masuk bengkel lagi." Gerutu Raka sambil terus melangkahkan
kakinya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ternyata
ada 1 pesan masuk dari nomor yang tak tersimpan di daftar kontaknya.
From:
+628xxxxxxxxxx
Text: Datang ke Ventura Tower lantai
13, hari ini 1pm.
Raka melirik ujung kiri atas ponselnya
dan terbelalak karena ternyata pukul 1 siang tinggal setengah jam lagi. Apalagi
dia belum tahu di mana alamat Ventura Tower. Bergegas dia membuka Google Maps
untuk mencari tahu letak Ventura Tower. Beruntung, jaraknya tidak terlalu jauh
dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Setelah berjalan-dan juga
berlari-selama 15 menit, Raka pun tiba di depan Ventura Tower. Dia tak langsung
masuk karena masih takjub dengan benda raksasa berbentuk persegi yang memanjang
ke atas dengan permukaan hampir seluruhnya kaca yang kini menjulang di
depannya. Raka sama sekali tak menyangka kalau ada gedung seperti itu di sini.
Raka berlari masuk dan bergegas mencari lift. Beruntung,
dia berhasil masuk ke dalam lift yang hampir menutup. Dia pun bersandar di
dinding samping lift dan menghela nafas panjang.
Bunyi 'ting' terdengar diikuti pintu
lift yang bergeser terbuka perlahan. Lampu led merah yang ada di atas membentuk
angka 13. Raka pun bergegas keluar dari lift. Tapi baru beberapa langkah
berjalan setelah keluar dari lift, ada lengan kuat yang mengunci tubuhnya lalu
menyumpal mulut dan menutupi kepalanya dengan kantong hitam. Raka bisa merasakan
tubuhnya diangkat, dan karena merasa kalau usaha berontaknya sia-sia, dia
pasrah.
"Vira..." desisnya lemah.
====
to be continued...