heartless by launite@deviantart |
Sebelumnya,
"Tak perlu khawatir," kata seseorang yang sudah berdiri di samping Rika, "mereka akan baik-baik saja."
Rika menoleh dan kaget melihat siapa yang ada
di sampingnya saat ini, "Ren?!"
3 – Iblis Karma
"Tapi, apa yang sebenarnya terjadi?
Bukankah Saga seharusnya sudah meninggal? Lalu, bagaimana kau bisa ada di
sini?" Pertanyaan Rika meluncur begitu saja. Rasa ingin tahunya lebih
unggul dari kecemasan dan kepanikannya. Dasar Rika.
Ren tak langsung menjawabnya. Dia mengarahkan
pandangannya ke ujung cahaya yang menyelubungi Saga dan Emilia. Rika
memandanginya dengan penuh rasa takjub dan heran. Jujur saja, jika dia lebih
memilih untuk menjadi egois, mungkin dia sudah dengan penuh semangat mengejar
Ren dari dulu. Dia jatuh cinta padanya, tepat setelah mereka berebut sebatang
coklat edisi khusus di sebuah toko. Tapi, dia rela meredamnya demi menolong
seseorang yang sudah dia anggap sebagai saudaranya sendiri. Dia merelakan apa
yang orang-orang sebut "cinta" demi sesuatu yang menurutnya berharga.
Ah, betapa indahnya.
"Saga memang sudah mati, tapi dia tidak
benar-benar mati." Kalimat yang diucapkan oleh Ren entah kenapa terasa tak
enak didengar oleh Rika. Terutama kata "mati" yang dua kali dia
dengar. Rika tak menyukainya.
"Eh, maaf," kata Ren ketika melihat
ekspresi Rika, "Saga sedikit berbeda dari kita. Dia-- awas!"
Rika yang sedang fokus mendengarkan kalimat
Ren tiba-tiba dikagetkan oleh tangan yang menarik tubuhnya. Membuatnya
tenggelam ke dalam dada busung Ren yang kemudian berguling di atas lantai. Rika
baru tersadar dan kembali mengontrol dirinya ketika dia melihat Ren tepat
berada di bawahnya.
"Kau ... lumayan berat, ya." Wajah
Rika memerah, lalu langsung menampar Ren dan berusaha menghindar.
"Apa kau tidak paham kalau mengomentari
berat badan perempuan itu tidak sopan?!" bentak Rika. Pipinya masih
semerah tomat. Ren melongo.
"Hahaha, maaf. Aku memang payah kalau
berurusan dengan perempuan," canda Ren sambil menepuk-nepuk pakaiannya
yang kotor.
"Lalu, apa-apaan yang tiba-tiba kau
lakukan tadi?" Ren menjawab pertanyaan Rika dengan satu acungan jari ke
arahnya berdiri tadi. Rika menoleh, lalu menutupi mulutnya ketika melihat bekas
hitam terbakar di situ.
"Apa ini?" tanya Rika gugup.
"Percikan api."
"Api? Aaah, aku benar-benar tidak
mengerti!" ujar Rika kesal.
"Rika. Apa kau pernah mendengar cerita
tentang 'Iblis Karma'?"
***
Ini
adalah kisah yang terjadi sekitar delapan puluh tahun yang lalu. Ada seorang
anak laki-laki yang tinggal di sebuah desa. Dia adalah seorang anak yang sangat
cerdas dengan masa depan yang sangat terang dan menjanjikan. Tapi meskipun dia
terlihat begitu sempurna, dia tetap memiliki sebuah cacat. Saat ia mulai tumbuh,
cacat ini semakin nampak dan semakin jelas terlihat. Ia sangat bangga pada kecerdasan
dan melihat segala sesuatu yang lain dengan pandangan jijik dan meremehkan.
Dia
berpura-pura untuk menerima pelajaran di sekolah dan dari orang dewasa di
sekitarnya, tetapi nyatanya pelajaran penting yang seharusnya dia terima tak pernah
benar-benar bisa mencapai hatinya. Dia mulai mencemooh kebodohan orang dewasa
dan menertawakan hukum dunia.
Arogansi
mulai menabur benih-benih karma.
Anak
itu secara bertahap mulai menjauh dari lingkaran pertemanan. Menghindar dari
keramaian dan mengurung diri dalam kesendirian. Kesepianlah satu-satunya yang menjadi
pendamping dan kepercayaannya.
Kesepian
adalah tempat persemaian sempurna untuk karma.
Dalam
kesendiriannya, anak itu menghabiskan banyak waktu untuk berpikir. Dia berpikir
tentang hal-hal yang seharusnya dilarang untuk dipikirkan dan mempertanyakan
hal-hal yang lebih baik dibiarkan saja.
Pikiran
yang tak jernih menyebabkan karma tumbuh tak terkendali.
Anak
itu tidak sadar kalau dia sedang menciptakan lebih dan lebih banyak karma, hingga
dia berubah menjadi sesuatu yang tidak manusiawi – Iblis Karma. Sebelum ada
yang tahu, desa itu sudah kosong. Semua orang telah melarikan diri dalam
ketakutan bayang-bayang Iblis Karma.
Anak
itu, Sang Iblis Karma, memutuskan pergi untuk hidup di hutan, tapi semua
binatang di hutan pun juga menghilang. Ketika Iblis Karma berjalan, tanaman di
sekitarnya tiba-tiba bergerak dan berubah menjadi berbagai bentuk yang tak
terbayangkan lalu membusuk dan pada akhirnya mati. Semua makanan yang tersentuh
olehnya berubah menjadi racun yang mematikan. Iblis Karma berkeliaran tanpa tujuan
melalui bangkai-bangkai hewan, hutan yang termutasi. Akhirnya, ia memperoleh
satu kesimpulan.
Dia
tak seharusnya hidup di dunia ini.
Iblis
Karma meninggalkan kegelapan hutan. Di tepi hutan, di sebuah puncak bukit, ia
melihat hal itu. Dihujani oleh cahaya berkilauan, sebuah danau yang dalam
terletak di pegunungan. Iblis Karma perlahan berjalan ke danau, berpikir bahwa
air yang murni seperti ini pasti akan membersihkan dirinya dari karmanya.
Tetapi satu detik setelah dia melangkah masuk ke dalam dalau, air di sekitarnya
langsung menjadi gelap dan keruh, dan mulai berubah menjadi racun.
Dia
ingin menangis, namun tak ada satu tetes air matapun yang keluar dari matanya. Di
dalam dirinya mulai muncul rasa dingin. Menyakitkan. Tak tertahankan.
Lolongannya yang tak terdengar membelah malam. Penyesalan akan kebanggaan.
Bagaimana
rasanya kehilangan sesuatu yang sangat kau banggakan?
Hingga
seseorang muncul di depan matanya yang telah memerah. Seorang yang
menjanjikannya sebuah pembebasan.
***
“Penyesalannya
berbuah pada sebuah keputusan. Dia tidak bersikap seperti manusia. Tidak
menggunakan hati untuk berinteraksi. Iblis Karma tahu, hidupnya benar-benar tak
lagi perlu. Lalu … dia pun membelah dadanya sendiri lalu mencabut jantungnya.
Berharap dia akan mati. Tapi karmanya melebihi apa yang dia kira. Iblis Karma
tetap hidup bahkan setelah jantungnya berhenti berdetak, tepat di hadapannya.”
“Sa—“
“Aku
adalah Iblis Karma itu,” tutup Saga. Emilia masih tak percaya dengan apa yang
baru saja dia dengar. Tiba-tiba tangan Saga meraih tangan Emilia lalu
menuntunnya ke dadanya.
“Apakah
kau bisa merasakannya?” tanya Saga. Dada Emilia terasa sesak. Air matanya mulai
mengalir membasahi pipinya. Dia tak merasakan apapun di telapak tangannya. Dia
tak merasakan denyut jantung Saga!
“Karena
itulah,” lanjut Saga, “aku tidak mungkin bisa bersama denganmu, Emilia.
Meskipun aku merasakan hal yang sama denganmu.”
“Tapi
… aku tidak apa-apa. Aku bisa menerimanya. Aku—“
“Kau
juga akan mati jika terlalu lama dekat denganku! Apa kau lupa dengan semua rasa
sakit dan berapa kali kau pingsan setiap bersamaku?” potong Saga.
Tangan
mungil Emilia mengusap wajah Saga. Ada senyuman yang terlukis di wajah yang
masih menitikkan air mata. Perlahan, merangkul tubuh kurus Saga ke dalam
pelukannya. Membuat Saga hendak memberontak, tetapi kemudian diam ketika
perlahan merasakan kehangatan untuk pertama kalinya. Di dalam pelukan Emilia,
dia menutup matanya, merasakan sesuatu yang selama ini dia cari. Air mata yang
selama ini seolah mongering, perlahan cair dan mengaliri pipi tirusnya.
***
“Lalu,
apa maksudnya pembebasan itu, Ren?” tanya Rika.
“Dia
akan terbebas dari karma ketika ada orang yang dapat memberikannya cinta. Dan
kupikir, Emilia adalah orang yang dimaksud,” kata Ren. Tapi dari sudut matanya,
Rika dapat melihat raut tak bahagia di wajah Ren.
“Apa
kau cemburu? Kenapa wajahmu seperti itu?”
“Ah,
tidak. Hanya saja.” Ren memberikan jeda yang cukup lama, hingga dia melanjutkan
kalimatnya, “Iblis Karma adalah makhluk yang hidup karena karma yang ada di
tubuhnya. Jika karma itu terangkat, maka ….”
“Dia
akan mati.” Rika membungkam mulutnya.
===
~ bersambung
0 komentar:
Posting Komentar
Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,