Before on 'Between the Skyline' :
Seorang anak baru datang ke kelas Alyssa. Cowok yang dulu adalah sahabat kecil Alyssa, Raziel. Apa yang membuat dia kembali? Dan.. Rahasia apa yang menyelimutinya?
“Sakti banget tu cewek.” Gumam Raziel.
“Udah ah. Yuk Yel, ke kelas.”
Ajak Alyssa. Raziel pun mengangguk kemudian mengikuti langkah Alyssa.
Ian masih terpaku sendiri sambil
mengamati kacamata Laras. Dia juga masih berusaha mencerna kembali semua
kata-kata Laras tadi. Dia pun tersenyum setelah merasa mendapatkan jawaban.
Kacamata itu kemudian dia masukkan ke kantong jaketnya. Dan Ian bergegas pergi.
Alyssa dan Raziel hampir saja
telat masuk kelas. Untung Bu Arini, guru Matematika, belum masuk sehingga
mereka masih sempat masuk. Mereka pun duduk di tempat masing-masing.
“Sa, darimana aja loe?” tanya
Mitha penasaran.
“Gak darimana-mana kok Mith.
Emang kenapa?” tanya Alyssa balik.
“Gakpapa sih. Eh, tu si Raziel
tadi kok manggil loe Chacha?” tanya Mitha lagi. Alyssa hanya tersenyum
mendengar pertanyaan Mitha.
“Gini lho Mith…” kata-kata Alyssa
terhenti karena bu Arini keburu masuk dan memulai pelajaran. Alyssa dan Mitha
segera merubah posisi duduk mereka.
Tak seperti biasanya, bu Arini
tanpa memberi salam terlebih dahulu langsung menulis di whiteboard. Alyssa,
Mitha, dan seluruh kelas pun heran. Setelah selesai, bu Arini kemudian berbalik
menghadap ke siswa. Dengan senyum sadisnya, bu Arini mulai berbicara.
“Hari ini, ibu ingin mengadakan Pre-Test
untuk materi baru kita. Silakan kalian keluarkan selembar kertas dan kerjakan
soal yang ada di whiteboard.” Kata bu Arini sambil menunjuk whiteboard. Seluruh
kelas pun berteriak riuh.
“Huuuuu…”
“Diam! Kalau ada yang protes,
silakan keluar dan jangan harap mendapatkan nilai matematika yang terisi di
raport kalian.” Kata bu Arini galak. Seluruh kelas pun berubah hening.
Wajah-wajah kebingungan anak-anak
XI IPA-1 tak bisa ditutupi. Mereka tampak gugup mengerjakan soal-soal yang
diberikan bu Arini. Beruntung, semalam Alyssa dan Mitha sudah belajar sedikit
materi matematika sehingga mereka dapat mengerjakan soal-soal tersebut.
Meskipun dengan kewalahan.
Alyssa menoleh ke sana kemari
melihat keadaan teman-temannya. Tampak mereka begitu kesulitan mengerjakan soal
ini. Tapi ketika pandangannya tertuju ke Raziel, mata Alyssa hampir melompat
keluar. Dia melihat Raziel dengan wajah pasti mengerjakan soal-soal tersebut.
Dan ketika pandangan mereka beradu, Raziel melempar senyuman ke arah Alyssa.
Alyssa pun segera berbalik dan berkutat kembali dengan kertas jawabanya.
“Silakan kalian kumpulkan paling
lambat 5 menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Saya tunggu di meja saya.”
Kata bu Arini bergegas keluar kelas.
“Gila tu bu Arini. Bel pulang
sekolah kan tinggal 10 menit lagi.” Gerutu Nova, ketua kelas. Hampir seluruh
kelas mengiyakan apa kata Nova tadi.
Nova pun segera berdiri dan
berjalan mengumpulkan seluruh kertas lembar jawaban dan pergi ke ruang guru
untuk mengumpulkannya ke meja bu Arini. 5 menit menanti suara bel, kelas XI
IPA-1 riuh. Beberapa dari mereka membuka buku materi dan berusaha memecahkan
soal dari bu Arini dengan petunjuk buku. Ada yang berhasil, ada pula yang
gagal. Raziel hanya tersenyum melihat teman-teman barunya begitu antusias
memecahkan soal tersebut.
“Teeettt!!!” akhirnya bel tanda
pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa pun bergegas keluar dari kelas. Pun
dengan Raziel yang dengan perlahan memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam
tas kemudian bangkit berdiri dari kursinya. Dia berjalan keluar dengan langkah
pelan. Saat akan keluar, tiba-tiba Alyssa memanggilnya.
“Ziel!” panggil Alyssa. Raziel
pun menghentikan langkahnya dan menoleh pelan ke arah Alyssa.
“Iya Cha. Ada apa?” tanya Raziel.
“Ikut kita dulu yuk.” Ajak
Alyssa. Mitha mengangguk sambil tersenyum. Kini Alyssa dan Mitha juga sudah
berada di depan pintu kelas.
“Ke mana?” tanya Raziel bingung.
Alyssa hanya tersenyum, kemudian menarik tangan Raziel. Tanpa melawan, Raziel
pun mengikuti langkah kaki Alyssa dan Mitha.
Alyssa mengajak Raziel ke ruang
musik. Sesampainya di sana, Mitha langsung duduk dan bersiap memainkan piano.
Dan Alyssa pun duduk di samping Mitha dan mulai bernyanyi. Raziel hanya terdiam
melihat piano, dan alat musik lain di ruangan itu. Pandangannya fokus ke sebuah
gitar yang bersandar manis di dinding. Raziel pun tersenyum. Senyuman getir.
Dia pun bergegas pergi. Alyssa pun menghentikan lantunan lagunya dan berlari
mengejar Raziel.
“Ziel!!” teriak Alyssa berusaha
memanggil Raziel. Mitha pun menghentikan permainan pianonya.
“Sa. Raziel kenapa?” tanya Mitha.
“Gue nggak tau Mith.” Kata Alyssa
lirih. Matanya masih menatap sosok Raziel yang perlahan lenyap dari hadapannya.
***
Raziel masih berlari dan berlari.
Ada bulir air mata yang masih tertahan dan enggan terjatuh. Laju larinya
terhenti di hadapan sesosok pemuda yang nampak sedang mengamen. Memakai sweater
hitam dan celana skinny, serta sebuah topi yang aneh. Memainkan gitar dengan
petikan-petikan dawai yang merdu. Raziel terhenyak ketika pemuda itu melempar
senyum kepadanya. Setiap denting nada yang dihasilkan oleh petikan gitar itu
membuat hati Raziel sejuk. Sejenak dia dapat melupakan rasa pahit yang dia
rasakan.
“Raziel.” Pemuda itu memanggil
Raziel. Hal ini pun membuat Raziel semakin kaget.
“Da..darimana…” Kata Raziel
tergagap.
“Perkenalkan, aku Oliver.” Kata
pemuda bernama Oliver itu memperkenalkan diri.
“Oliver?” Raziel mencoba
mengingat. Oliver pun hanya tersenyum.
“Mungkin kau lebih mengenal sosokku
sebagai patung kecil bernama Oliver.” Kata Joe. Mendengar kata-kata terakhir
Joe, Raziel hampir terjatuh. Ingatan Raziel meluncur tepat ketika dia baru saja
pindah ke Inggris bersama kakeknya.
*flashback*
“Raziel, mungkin ayah dan ibumu sudah pergi. Tapi mereka selalu ada di
dalam hatimu.” Kata Kakek kepada Raziel kecil. Raziel kecil pun hanya
tersenyum.
“Dan sekarang, kakek punya sesuatu untukmu.” Kata Kakek kemudian
mengeluarkan sesuatu dari dalam kotak di atas meja.
“Namanya Oliver. Dia seorang gitaris dan musisi hebat. Seperti ayahmu.
Dia akan menjadi temanmu suatu saat nanti.” Kata Kakek sambil menunjukkan
sebuah patung kecil. Patung pemuda bertopi yang sedang memegang gitar.
“Trimakasih ya kek.” Kata Raziel kecil sambil tersenyum kemudian meraih
Oliver dari tangan kakeknya.
- - - -
“Bagaimana? Kau sudah ingat?”
tanya Oliver. Raziel pun hanya mengangguk. Oliver menyodorkan gitarnya ke
Raziel. Tapi Raziel enggan untuk menerimanya. Dia pun pergi meninggalkan Oliver.
Oliver hanya tersenyum melihat sikap dingin Raziel.
***
Keesokan harinya, Alyssa
pagi-pagi sekali sudah sampai di sekolah. Dia berdiri di depan gerbang sambil
beberapa kali melirik gelisah jam tangannya. Beberapa kali dia mengedarkan
pandangan ke berbagai arah, seolah mencari sesuatu. Hingga pandangannya
terhenti pada sosok yang sedang berjalan pelan ke arah gerbang SMA Satya.
Raziel.
“Ziel!!” panggil Alyssa sambil
melambaikan tangannya ke arah Raziel.
“Hai Chacha.” Balas Raziel yang
sudah berada di depan Alyssa. Raziel pun tersenyum. Senyum yang membuat Alyssa
salah tingkah.
“Ziel, ada yang pengen aku
omongin.” Tiba-tiba raut muka Alyssa berubah serius. Raziel yang menyadarinya
pun segera merespon.
“Yuk, masuk dulu.” Ajak Raziel.
Alyssa menurut. Mereka berjalan di koridor sekolah yang masih lengang.
Sepanjang jalan, mereka sama sekali tak saling bicara. Hingga mereka sampai di
taman sekolah. Setelah duduk, Raziel pun mulai membuka percakapan.
“Cha, kamu mau ngomongin apa?”
tanya Raziel lembut. Alyssa menghela nafas.
“Soal kejadian kemaren di ruang
musik.” Alyssa mulai berbicara.
“Iya?”
“Kenapa kamu tiba-tiba pergi gitu
aja?” tanya Alyssa sambil menatap Raziel.
“Cha, kamu tau kan kalo mendiang
ayahku seorang musisi hebat?” tanya Raziel. Alyssa mengangguk.
“Iya. Beliau musisi yang cukup
disegani. Meskipun jarang diekspos media tapi karyanya banyak yang jadi hits.”
Kata Alyssa panjang lebar. Raziel pun tersenyum mendengarnya.
“Aku pun bercita-cita pengen jadi
kayak beliau. Seorang musisi.” Kata Raziel sambil menatap kosong ke arah
langit.
“Trus kenapa kemaren kamu
tiba-tiba lari keluar? Kenapa Yel?” tanya Alyssa sambil memegang tangan Raziel.
Jantung Raziel berdegup kencang. Dia berusaha mengendalikan dirinya kemudian
menarik nafas panjang.
“Aku pun setuju buat pindah dan
tinggal sama kakekku. Supaya aku bisa belajar musik dari kakek.” Kata-kata
Raziel terhenti. “Terjadi hal buruk yang memaksaku ngubur semua mimpiku Cha.”
Kata Raziel lirih.
“Hal buruk apa?” tanya Alyssa
semakin penasaran.
“Hal buruk itu…” kata-kata Raziel
terputus karena Raziel melihat sosok yang sedang sibuk mengelap gitarnya. Sosok
Oliver. Melihat pandangan mata Raziel yang seperti terpancang ke sesuatu,
Alyssa pun mencoba melihat ke arah pandangan mata Raziel.
“Ziel. Kamu ngeliatin apaan sih?”
tanya Alyssa penasaran.
“Oliver..” kata Raziel masih
terbengong melihat sosok Oliver yang tiba-tiba muncul. Oliver masih nampak
sibuk dengan gitarnya. Sesekali dia melempar senyum ke arah Raziel yang
kebingungan. Raziel pun mengernyitkan dahinya.
“Ziel. Oliver siapa?” tanya
Alyssa kebingungan.
“Ke kelas aja yuk Cha.” Ajak
Raziel. Mereka berdua pun pergi ke kelas. Di sepanjang koridor, Raziel masih
bingung kenapa tiba-tiba Oliver muncul di sekolahnya. Alyssa yang sama sekali
tak tahu pun kebingungan melihat tingkah aneh Raziel. Tiba-tiba pandangan mata
Raziel kembali melihat sosok Oliver yang kini sedang asyik duduk di lantai
depan pintu kelas sambil memainkan gitar. Dia mendelik melihatnya. Dan Raziel akhirnya
limbung kemudian pingsan.
“Yel! Ziel! Bangun!” Alyssa
menggoncang-goncangkan tubuh Raziel yang tersungkur. Beruntung, Mitha dan Tito
muncul dan segera membantu Alyssa membawa Raziel ke UKS.
~ to be continued...