Heartbeat Memory #3 - Iblis Karma

http://img00.deviantart.net/8fd9/i/2008/214/8/c/if_i_was_a_heartless_by_launite.jpg
heartless by launite@deviantart

Sebelumnya,

"Tak perlu khawatir," kata seseorang yang sudah berdiri di samping Rika, "mereka akan baik-baik saja."
Rika menoleh dan kaget melihat siapa yang ada di sampingnya saat ini, "Ren?!"

3 – Iblis Karma
"Tapi, apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah Saga seharusnya sudah meninggal? Lalu, bagaimana kau bisa ada di sini?" Pertanyaan Rika meluncur begitu saja. Rasa ingin tahunya lebih unggul dari kecemasan dan kepanikannya. Dasar Rika.
Ren tak langsung menjawabnya. Dia mengarahkan pandangannya ke ujung cahaya yang menyelubungi Saga dan Emilia. Rika memandanginya dengan penuh rasa takjub dan heran. Jujur saja, jika dia lebih memilih untuk menjadi egois, mungkin dia sudah dengan penuh semangat mengejar Ren dari dulu. Dia jatuh cinta padanya, tepat setelah mereka berebut sebatang coklat edisi khusus di sebuah toko. Tapi, dia rela meredamnya demi menolong seseorang yang sudah dia anggap sebagai saudaranya sendiri. Dia merelakan apa yang orang-orang sebut "cinta" demi sesuatu yang menurutnya berharga. Ah, betapa indahnya.
"Saga memang sudah mati, tapi dia tidak benar-benar mati." Kalimat yang diucapkan oleh Ren entah kenapa terasa tak enak didengar oleh Rika. Terutama kata "mati" yang dua kali dia dengar. Rika tak menyukainya.
"Eh, maaf," kata Ren ketika melihat ekspresi Rika, "Saga sedikit berbeda dari kita. Dia-- awas!"
Rika yang sedang fokus mendengarkan kalimat Ren tiba-tiba dikagetkan oleh tangan yang menarik tubuhnya. Membuatnya tenggelam ke dalam dada busung Ren yang kemudian berguling di atas lantai. Rika baru tersadar dan kembali mengontrol dirinya ketika dia melihat Ren tepat berada di bawahnya.
"Kau ... lumayan berat, ya." Wajah Rika memerah, lalu langsung menampar Ren dan berusaha menghindar.
"Apa kau tidak paham kalau mengomentari berat badan perempuan itu tidak sopan?!" bentak Rika. Pipinya masih semerah tomat. Ren melongo.
"Hahaha, maaf. Aku memang payah kalau berurusan dengan perempuan," canda Ren sambil menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor.
"Lalu, apa-apaan yang tiba-tiba kau lakukan tadi?" Ren menjawab pertanyaan Rika dengan satu acungan jari ke arahnya berdiri tadi. Rika menoleh, lalu menutupi mulutnya ketika melihat bekas hitam terbakar di situ.
"Apa ini?" tanya Rika gugup.
"Percikan api."
"Api? Aaah, aku benar-benar tidak mengerti!" ujar Rika kesal.
"Rika. Apa kau pernah mendengar cerita tentang 'Iblis Karma'?"

***
Ini adalah kisah yang terjadi sekitar delapan puluh tahun yang lalu. Ada seorang anak laki-laki yang tinggal di sebuah desa. Dia adalah seorang anak yang sangat cerdas dengan masa depan yang sangat terang dan menjanjikan. Tapi meskipun dia terlihat begitu sempurna, dia tetap memiliki sebuah cacat. Saat ia mulai tumbuh, cacat ini semakin nampak dan semakin jelas terlihat. Ia sangat bangga pada kecerdasan dan melihat segala sesuatu yang lain dengan pandangan jijik dan meremehkan.
Dia berpura-pura untuk menerima pelajaran di sekolah dan dari orang dewasa di sekitarnya, tetapi nyatanya pelajaran penting yang seharusnya dia terima tak pernah benar-benar bisa mencapai hatinya. Dia mulai mencemooh kebodohan orang dewasa dan menertawakan hukum dunia.
Arogansi mulai menabur benih-benih karma.
Anak itu secara bertahap mulai menjauh dari lingkaran pertemanan. Menghindar dari keramaian dan mengurung diri dalam kesendirian. Kesepianlah satu-satunya yang menjadi pendamping dan kepercayaannya.
Kesepian adalah tempat persemaian sempurna untuk karma.
Dalam kesendiriannya, anak itu menghabiskan banyak waktu untuk berpikir. Dia berpikir tentang hal-hal yang seharusnya dilarang untuk dipikirkan dan mempertanyakan hal-hal yang lebih baik dibiarkan saja.
Pikiran yang tak jernih menyebabkan karma tumbuh tak terkendali.
Anak itu tidak sadar kalau dia sedang menciptakan lebih dan lebih banyak karma, hingga dia berubah menjadi sesuatu yang tidak manusiawi – Iblis Karma. Sebelum ada yang tahu, desa itu sudah kosong. Semua orang telah melarikan diri dalam ketakutan bayang-bayang Iblis Karma.
Anak itu, Sang Iblis Karma, memutuskan pergi untuk hidup di hutan, tapi semua binatang di hutan pun juga menghilang. Ketika Iblis Karma berjalan, tanaman di sekitarnya tiba-tiba bergerak dan berubah menjadi berbagai bentuk yang tak terbayangkan lalu membusuk dan pada akhirnya mati. Semua makanan yang tersentuh olehnya berubah menjadi racun yang mematikan. Iblis Karma berkeliaran tanpa tujuan melalui bangkai-bangkai hewan, hutan yang termutasi. Akhirnya, ia memperoleh satu kesimpulan.
Dia tak seharusnya hidup di dunia ini.
Iblis Karma meninggalkan kegelapan hutan. Di tepi hutan, di sebuah puncak bukit, ia melihat hal itu. Dihujani oleh cahaya berkilauan, sebuah danau yang dalam terletak di pegunungan. Iblis Karma perlahan berjalan ke danau, berpikir bahwa air yang murni seperti ini pasti akan membersihkan dirinya dari karmanya. Tetapi satu detik setelah dia melangkah masuk ke dalam dalau, air di sekitarnya langsung menjadi gelap dan keruh, dan mulai berubah menjadi racun.
Dia ingin menangis, namun tak ada satu tetes air matapun yang keluar dari matanya. Di dalam dirinya mulai muncul rasa dingin. Menyakitkan. Tak tertahankan. Lolongannya yang tak terdengar membelah malam. Penyesalan akan kebanggaan.
Bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang sangat kau banggakan?
Hingga seseorang muncul di depan matanya yang telah memerah. Seorang yang menjanjikannya sebuah pembebasan.
***
“Penyesalannya berbuah pada sebuah keputusan. Dia tidak bersikap seperti manusia. Tidak menggunakan hati untuk berinteraksi. Iblis Karma tahu, hidupnya benar-benar tak lagi perlu. Lalu … dia pun membelah dadanya sendiri lalu mencabut jantungnya. Berharap dia akan mati. Tapi karmanya melebihi apa yang dia kira. Iblis Karma tetap hidup bahkan setelah jantungnya berhenti berdetak, tepat di hadapannya.”
“Sa—“
“Aku adalah Iblis Karma itu,” tutup Saga. Emilia masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Tiba-tiba tangan Saga meraih tangan Emilia lalu menuntunnya ke dadanya.
“Apakah kau bisa merasakannya?” tanya Saga. Dada Emilia terasa sesak. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya. Dia tak merasakan apapun di telapak tangannya. Dia tak merasakan denyut jantung Saga!
“Karena itulah,” lanjut Saga, “aku tidak mungkin bisa bersama denganmu, Emilia. Meskipun aku merasakan hal yang sama denganmu.”
“Tapi … aku tidak apa-apa. Aku bisa menerimanya. Aku—“
“Kau juga akan mati jika terlalu lama dekat denganku! Apa kau lupa dengan semua rasa sakit dan berapa kali kau pingsan setiap bersamaku?” potong Saga.
Tangan mungil Emilia mengusap wajah Saga. Ada senyuman yang terlukis di wajah yang masih menitikkan air mata. Perlahan, merangkul tubuh kurus Saga ke dalam pelukannya. Membuat Saga hendak memberontak, tetapi kemudian diam ketika perlahan merasakan kehangatan untuk pertama kalinya. Di dalam pelukan Emilia, dia menutup matanya, merasakan sesuatu yang selama ini dia cari. Air mata yang selama ini seolah mongering, perlahan cair dan mengaliri pipi tirusnya.
***
“Lalu, apa maksudnya pembebasan itu, Ren?” tanya Rika.
“Dia akan terbebas dari karma ketika ada orang yang dapat memberikannya cinta. Dan kupikir, Emilia adalah orang yang dimaksud,” kata Ren. Tapi dari sudut matanya, Rika dapat melihat raut tak bahagia di wajah Ren.
“Apa kau cemburu? Kenapa wajahmu seperti itu?”
“Ah, tidak. Hanya saja.” Ren memberikan jeda yang cukup lama, hingga dia melanjutkan kalimatnya, “Iblis Karma adalah makhluk yang hidup karena karma yang ada di tubuhnya. Jika karma itu terangkat, maka ….”
“Dia akan mati.” Rika membungkam mulutnya.

===

~ bersambung
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Abis baca, jangan segan2 buat kasih komentarnya ya guys.. Supaya post selanjutnya bisa lebih bagus. Terimakasih... ^^,