Cerpen baru... Tapi cerpen repost.. Tapi cerpen bikinan sendiri, ori, bukan bikinan orang lain.. Muihihihihihi :3
Title : Tersimpan Di Hati
Author : Nur Rochman
TERSIMPAN DI HATI
Kelas
bahasa Indonesia baru saja berakhir ketika Pak Joko, guru Matematika
sekaligus wali kelasku masuk bersama seorang siswi baru. Aku yang dari
tadi terkantuk – kantuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia seolah
dibangunkan oleh sosok siswi baru itu. Gadis berjilbab dengan wajah yang
cantik. Senyumnya pun menawan. Saat Pak Joko mulai memperkenalkan siswi
baru tersebut, seluruh kelas terdiam memperhatikan Pak Joko.
“Anak
– anak, mulai hari ini, kalian akan mendapatkan teman baru. Namanya
Dinda.” Sejenak Pak Joko melihat ke sekeliling kelas. Kemudian
melanjutkan perkataannya. “Kamu duduk di samping Indra.” Kata Pak Joko
sambil menunjuk kursi kosong di samping ku. Tanpa membantah, Dinda
melangkah ke kursi yang ditunjuk Pak Joko langsung duduk. Dia menoleh ke
arahku sambil melempar senyum.
“Kenalin. Aku Dinda.” Kata Dinda memperkenalkan dirinya padaku.
“Aku Indra. Senang bisa berkenalan sama kamu.” Balasku.
Setelah
perkenalan singkat itu, kami pun memindahkan fokus kami ke arah Pak
Joko yang sudah memulai pelajaran. Beberapa kali ku lirik Dinda yang
sangat serius memperhatikan dengan seksama materi demi materi yang
diberikan Pak Joko. Tanpa terasa timbul rasa kagumku pada Dinda.
“Teet..
teet.. teet..” bel tanda istirahat berbunyi. Tapi Dinda tidak segera
beranjak dari tempat duduknya. Tiba – tiba dia menyodorkan buku
catatannya padaku.
“Eh,
Indra. Tolongin dong. Aku masih belum paham yang bagian ini.” Katanya
sambil menunjuk bagian di buku catatannya. Hal itu membuatku agak
gelagapan. Tapi segera ku kuasai diriku.
“Oh,
ini tu maksudnya gini, …” ku jelaskan secara panjang lebar tentang hal
yang ditanyakan Dinda padaku. Untung aku termasuk anak yang pandai
sehingga bisa menjawab setiap pertanyaan dari Dinda. Setelah merasa puas
karena pertanyaannya terjawab, Dinda mengeluarkan sekotak bekal. Saat
dibuka, terlihat aneka kue kecil.
“Nih, Ndra. Kamu ambil. Makasih udah ngejelasin materi tadi. Maaf ngerepotin.”
“E…iya nggak papa. Aku seneng kok bisa bantuin kamu.”
“Teet..
teet.. teet..” bel masuk berbunyi. Pelajaran kembali berlanjut hingga
tanpa terasa sudah waktunya pulang. Hari ini aku merasa senang karena
mendapat satu teman baru bernama Dinda. Semoga saja aku dan Dinda bisa
berteman selamanya.
***
Hari
– hari berikutnya, aku semakin dekat dengan Dinda. Dan semakin aku tahu
kepribadian Dinda yang ternyata sangat istimewa. Selain cantik
wajahnya, hatinya pun sangat baik. Dia juga seorang muslimah yang taat
beribadah. Rasa kagumku pun semakin bertambah.
Pernah
saat aku sedang di masjid sekolah, aku melihat Dinda juga berada di
situ. Saat melihatku, dia dengan ramah mengajakku melaksanakan sholat
Dhuha.
“Indra, sholat berjamaan yuk. Kamu jadi imamku.”
“Eng.. iya deh. Bentar ya, aku ambil wudlu dulu.”
Kami
berdua pun sholat berjamaah. Setelah selesai, aku membayangkan
seandainya aku bisa menjadi imam sholat Dinda setiap waktu. Ahhh ngawur!
Segera ku buang pikiran aneh itu. Ku ajak Dinda segera menuju kelas
karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
“Yuk, Din bentar lagi masuk lho.” Ajakku.
“Iya. Yuk.” Sahut Dinda dengan ramah.
Seperti
biasa, aku dan Dinda selalu berdiskusi setelah pelajaran selesai.
Pernah sekali waktu Dinda mengajakku ke perpustakaan karena tidak tahu
letak perpustakaan untuk mencari bahan untuk membuat makalah. Karena tak
ada kesibukan, akhirnya aku menemani Dinda. Di sana, aku membantu Dinda
untuk mendapatkan beberapa judul buku yang dicarinya. Setelah terkumpul
semua, kami mulai membacanya dan mencatat hal – hal penting di
dalamnya. Setelah memperoleh apa yang kami cari, kami kembali ke kelas.
Kedekatanku
dengan Dinda ternyata mendapat reaksi dari teman – teman sekelasku.
Berkali – kali setiap melihatku berjalan dengan Dinda, mereka berteriak
menggodaku. Pernah saat Dinda tidak masuk, aku melontarkan pertanyaan
saat sedang berkumpul dengan teman – temanku.
“Kok Dinda nggak masuk ya?” ucapku sambil setengah melamun.
“Ciee.. ciee… yang lagi mikirin Dinda..” goda teman – temanku.
“Eh,
Ndra. Kenapa nggak kamu tembak aja si Dinda? Kalian kan udah deket
banget tuh.” Celetuk salah seorang temanku yang bernama Putra.
“Ha? Ditembak? Ntar mati gimana?” jawabku sambil kebingungan.
“Ya ampun. Cakep – cakep ternyata bego ya.” Ejek Tian, temanku yang lain.
“Maksudku
tu kamu ungkapin perasaan kamu ke Dinda. Ntar kamu pacaran deh sama
Dinda. Gitu Indra.” Kata Putra menjelaskan maksudnya.
“Eng… gimana ya.. aku nggak tahu caranya.” kataku polos.
“Hmmm…
Dasar temen kita yang satu ini kayaknya butuh kursus buat nembak cewek
nih.” Ujar Fandi. Tawa teman – teman yang sedang berkumpul pun meledak.
Aku bingung sendiri dengan apa yang sedang dibicarakan teman – temanku.
Setelah
ngobrol dengan teman – temanku, aku mulai sadar kalau aku dan Dinda
memang sangat dekat. Mungkin, bila orang – orang melihatku dengan Dinda,
mereka akan berpikir kalau kami adalah sepasang kekasih. Aku sendiri
sadar, kalau di balik rasa kagumku yang besar kepada sosok Dinda, aku
menyimpan rasa lain yang kata teman – temanku bernama cinta yang masih
terpendam di dalam hatiku. Ingin rasanya aku ingin mengungkapkannya.
Tapi, aku tak punya cukup keberanian untuk mengungkapkannya.
Hari
– hariku pun ku jalani seperti biasa. Perasaanku kepada Dinda tetap ku
simpan di dalam hati. Teman – temanku semakin sering menggodaku saat aku
sedang bersama Dinda. Berkali – kali mereka mendorongku untuk
mengungkapkan perasaanku. Tapi aku menolaknya karena aku lebih nyaman
menjalaninya seperti ini. Aku takut, apabila Dinda tahu perasaanku yang
sebenarnya, dia justru akan menjauhiku. Jadi, aku lebih memilih memendam
rasa cintaku ini di dalam hati, agar aku bisa selalu dekat dengan
Dinda.
-selesai-
Komentarnya yakk ^^,